#RealStory
Part 1 : Dia Punya Kelainan?°°°
Ini cerita 4 hari sebelum Mina bunuh diri.
Dan aku Yunita, sahabat terdekatnya. Aku gak bisa bertele-tele atau mengarang apapun tentang cerita ini. Dia adalah teman kecilku di kampung. Aku benar-benar gak menyangka kalau Mina makin bermasalah. Padahal kalau sekilas mata, dia ini anaknya suka senyum dan ceria loh. Gak bakal ada yang nyangka deh, kalau dia punya kelainan jiwa.
Tring, tring!
Notifikasi pesan masuk, kuabaikan demi fokus pada Mina.Akhirnya aku bisa main ke rumahnya pas libur panjang. Kita berdua biasa duduk berdua di tepi sungai desa yang jernih dan hening. Pepohonan dimana-mana. Cuma ada kami, dan cerita-cerita anehnya sejak jam 4 sore tadi.
Tapi hari ini ... ada yang kulihat.
Aku menyentuh tangannya "Min? Kok.. tangan, tengkuk kamu--pada lebam-lebam gini? Kamu masih dipukulin sama kakakmu?!" kataku panik.
Tring!
Aku menyambar ponselku dan mengaktifkan mode hening agar tak mengganggu momenku bersama cerita Mina.Dia agak menjauh sambil nyengir. "Aah, nggak kok, Yun." Nadanya menggantung, mukanya kelihatan takut. "Tapi.. ada hal yang mau aku kasih tau ke kamu, Yun. Mau tau gak? Tapi.. jangan bilang siapa-siapa ya?"
Aku menautkan alis, "Ada apa?"
"K-kamu.."
Aku menyimak dalam hening, sampai menahan napas.
Dengan kurang jelas dan pelan, wajahnya antara ragu ingin memberitahuku atau tidak. Sementara kukunya tak henti dijentiki dengan gugup. "K-kamu lihat kembaran aku juga.. kan?"
"Hah? Apa? Yang jelas dong ngomongnya.."
"Kamu lihat kembaranku, kan? Dia ada di belakang kamu, Yun.." dengan suara gemetar dan mata takut.
Aku terpatung, tiba-tiba reflek menoleh ke sana-ke mari. Semilir angin panas menyinggung punggungku. Tengkukku merinding tanpa alasan yang jelas, kupikir sugesti. Aku tak paham maksud dari 'kembaran' yang dia katakan barusan. Dia hanya punya kakak, anak kedua dan terakhir yang tidak punya sosok kembaran. "M-mana? Kembaran apa sih maksudnya? Jangan bercanda, sebentar lagi sandekala." Maksudnya adalah sebentar lagi maghrib.
Untuk pertama kalinya, Mina terlihat waswas dengan sekitarannya. Mata dan gelagatnya seperti takut dipergoki oleh sesuatu yang sejak aku datang sedang memperhatikan kami berdua. Seolah sosok ini tak mau aku atau siapapun tahu tentang apa yang Mina bicarakan.
Wajah sahabatku jadi pucat pasi hingga ke bibir. Mata Mina berkaca kaca, napasnya bergetar, tapi dengan ekspresi yang agak sumringah. Jika kalian melihat wajah Mina di posisiku. Kalian gak akan percaya kalo kalian punya temen kaya dia.
Apalagi dia menaruh telunjuknya di bibirku lalu memeriksa sekitarannya dan berbisik padaku. "Sssssssuuutt ... jangan berisik. Nanti kalo dia tahu kita ngomongin dia, gimana? Dia udah ngawasin kita sejak kamu dateng... Dia kembaranku--"
Kutepis telunjuknya dengan cukup emosi. "Apa sih, Mina! Jangan ngarang, dong. Jangan main-main. Jelasin ke aku, maksud dari 'kembaran' yang kamu maksud itu apa---"
Mina menyeringai kecil sambil mengehe-ehe secara mengerikan sambil matanya yang jelalatan kesana-kemari. Nada suaranya masih agak menakutkan di telingaku. "He-he-he. Dia marah loh sama kamu.. coba kamu putar kepala. Dia selangkah jongkok di belakang kamu, Yun.." lalu cekikikan yang terdengar seperti orang gila. "Dia jongkok sambil majuin kepalanya ke arah leher kamu..."
Dreg!
Aku langsung berdiri. Aku merasa marah untuk yang pertama kalinya dengan Mina karena semua lanturannya. Karena ekspresinya itu lebih berhasil menakutiku lebih dari sesuatu yang dia deskripsikan ada di belakang punggungku.
Bahkan sampai sekarang bulu kudukku tak hentinya menegang dan membuatku ingin mengusapnya segara. Aku tak tahu lagi apa maksudnya, dan malah jadi tak mau tahu. "A-aku pulang, kita ketemu lagi besok. Aku harap kamu nggak bahas ini lagi kalo emang gak mau kasih tau. Mina yang aku kenal nggak kaya gini!"
Mina menatapku tanpa senyum, tumben. Wajahnya datar, matanya menyulut tak suka karena ucapanku dan keinginanku untuk pulang meninggalkannya.
"Kita pulang, mau maghrib.." lanjutku lebih ramah.
Aku menggusar air wajahku dengan agak stres dengan apa yang dilakukan Mina. Bahkan temanku itu masih duduk di depan kakiku sambil memeluk lutut dengan wajahnya yang tidak biasa. Entah apa yang membuatnya seperti ini.
Mina tiba-tiba nyengir secara aneh. Matanya melotot, tapi senyumnya lebar menunjukkan gigi. Rentetan gigi rapihnya itu kasih aku kesan senyum yang cukup menyeramkan. Tapi sekilas, wajahnya tersirat rasa bahagia, gitu. Mau ketawain aku lah, lebih tepatnya. Senyum terlebar ter-creepy yang pernah aku lihat dari sosok Mina. Percaya atau tidak, biasanya ia begini, kalau ingin tertawa.
Aku mengecam, "Kalo kamu ketawa sekarang, aku marah."
Mina makin melebarkan senyumnya, dua sudut bibirnya tertarik makin jauh seperti hendak mencapat kedua telinganya sendiri.
DEG-DEG.. DEG-DEG..
Aku merasakan degup jantung di ku mundur sedikit demi sedikit, terpaku melotot menatap Mina yang juga melototiku dengan mata besar jengkolnya itu. Dia menggoyang-goyangkan badannya ke depan ke belakang secara pelan sambil memasang wajah yang luar biasa membuatku ingin teriak pasca maghrib begini. Apa dia tidak sehat tahun ini? Apa karena terlalu lama kutinggal?
"M..Mina? Kamu kenapa sih?" Ujarku dengan mata berair, tenggorokan pegal dan tubuh gemetar. "J-jangan begini, deh. Nggak lucu tau."
Puk.
Sesuatu menepuk pundakku.
Aku ancang-ancang dan berbalik badan.
"DOOORRR!"
"Waaa!!!!" aku teriak cukup niat karena kaget.
"Kaget, dong--kaget dong!" disambung tawa jahil.
Mina yang lain ... kini berdiri di depanku.
Air mataku lancang menetes. Aku menoleh ke belakangku tempat dimana Mina yang menemaniku mengobrol sejak jam 4 sore itu, Mina masih tersenyum mengerikan, dan ia masih ada di sana. Dan di depanku juga, berdiri seorang Mina dengan wajah yang ceria dan baik. Sandekala akan tiba, dan dua-duanya masih bersamaku di pinggir sungai yang perlahan airnya terlihat hitam karena tak dapat cahaya.
Jantungku berhenti, perutku melilit.
Aku merasa buku kudukku hendak rontok semua."Helloo? Yuniiitaaa? Kenapa diem aja, sih? Melamun, lagi. Kok nangis? K-kamu kenapa? Kaget ya? M-maaf deh--Kamu sama siapa dan ngapain di sini?---"
DHEG!!!
Hatiku tak hentinya mengomel dan bertanya-tanya dengan nada cepat dan ketakutan, seperti hendak berlari tapi kaki terburu lemah ototnya. "Di-di-di belakangku tadi siapa? Yang s-senyum tadi itu siapa?! Jadi mana Mina yang asli?! Dia ini siapa?! A-apa Mina yang mengobrol denganku sejak jaam 4 sore itu masih ada di belakangku dengan senyum itu??!"
Yang berdiri di depanku menggoyangkan bahuku hingga tersadar. "Hey? Apa sms-ku nggak nyampe? Aku kan bilang langsung ke rumah aja... Tapi barusan, kakakku bilang, kamu duduk sendirian di tepi sungai. Jadinya aku ke sini."
JLEB!
Aku langsung menoleh lagi ke belakang, Mina yang lebih dulu datang dan sempat senyum mengerikan itu ... hilang. Tanpa suara langkah kaki, dan aku masih ingat bagaimana ia senyum dengan begitu menyeramkan. Sementara Mina yang ada di depanku terus bertanya kenapa dan menarikku ke rumahnya, dalam keadaan aku yang linglung.
Bersambung..
by. yunita putri
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horor Nyata
HorrorBerisi kisah-kisah nyata para pendaki dan kisah horor lainnya