#RealStory
PART 4 --- Satu Hari Buruk Mina°°°
Ini cerita sehari sebelum Mina bunuh diri.
Emosi sudah sampai ke ubun-ubun dan siap meledak. Aku tak membayangkan bisa mendengar percakapan seperti di sinetron yang aku tonton. Apalagi Mina yang di bahas. Kini aku mendengar suara langkah saat kaki ini hendak masuk untuk melabrak dan menjambak kepala mereka semua sampai copot karena terlalu emosinya.
Suara itu milik Mina. Suaranya agak lemah. Tuhan ... aku tak tahu apa yang baru saja terjadi dan dilakukan adik dari Iblis Adnan itu di dalam sana. "A-adnan.. Aku mau pulang, ya. Tugasku udah selesai."
Pakai nyali baja, aku mengintip dari balik pintu dengan hati dongkol, aku menyumpah-serapahi mereka berenam duduk di sofa yang berbentuk L yang tak juga menyadariku. Adnan pergi sejenak dan Mina berdiri di hadapan mereka dengan merunduk seperti sikap pembantu pada majikannya. Aku tak tahu mengapa aku merasa ada di lokasi syuting film sinetron saat ini.
Adnan kembali dari perginya.
Plok.
Ia membanting santai amplop panjang yang kurasa isinya adalah uang bayaran bagi Mina. Kurasa itu lebih dari lima juta rupiah. Soalnya agak tebal. Entah mungkin segitu harga diri Mina demi keluarga bejatnya. Seperti aku sangat ingin membakar habis rumah ini dan penghuninya agar mereka bisa merasakan neraka dua kali..
Adnan kembali duduk. "Pergi sana."
Aku yang mendengar Mina akan keluar langsung mengambil langkah seribu tanpa suara sedikitpun. Berlari cukup jauh, kemudian kembali berjalan santai agar tak dicurigai orang komplek ini. Mataku kembali berkaca-kaca. Dadaku sesak, tenggorokanku pegal dan nafasku perih karena menahan tangis sejak awal menguntitnya. Apalagi setelah ini aku akan melewati rumah duka Kak Rian. Makin ingin menangis pula aku saat mengingat wajah dan kebaikan lelaki itu.
Langkahku reflek terhenti di depan rumah duka Kak Rian yang ramai. Suara tangis terdengar jelas bahkan dari yang duduk di teras. Air mataku menetes deras seolah aku begitu mengenalnya. Padahal pertolongan dan perkenalan singkat itu belum ada apa-apanya. Tapi setelah ia mendekapku dari belakang dan melindungiku dari kejaran Adnan, aku tak tahu betapa baiknya ia lebih dari orang yang kukenal. Dan saat tahu ia telah tiada, hatiku ambyar bukan main. Hancur berantakan. Apalagi aku tahu bagaimana orang mati yang belum sadar mereka mati, sebelum masuk hari kematiannya yang kedua. Sehingga ia masih menolong orang seolah ia masih hidup. *nangis lagi aku.
Bayangkan saja bagaimana rasanya menahan tangis karena habis dikejar enam orang laki-laki, lalu ditolong Kakak baik yang ternyata baru saja meninggal dunia dan juga mendengar sahabat kita rela di-enam-kan oleh anak orang kaya dan dibayar dengan mudahnya. Rasa sakitnya membayangkannya meresap ke seluruh tubuhku hingga membuatku lemas. Rasanya seperti aku ingin mematahkan tenggorokanku sendiri dan memutus pita suaraku agar bisa menjerit dan menangis sekuat tenaga tanpa bisa didengar oleh siapapun.
Kebetulan, aku Mina kembali bertemu di angkot yang sama, padahal naik di waktu yang berbeda. Tadinya aku ingin sampai belakangan agar bisa mengikutinya dari belakang. Firasatku terus mengatakan, bahwa ia tak akan langsung ke rumahku karena harus mengantarkan uang itu dulu ke sebuah keluarga yang tak pantas kusebut keluarga.
Mina tinggal bersama Ayah dan seorang kakak laki-laki yang bernama Okto. Ayahnya tukang selingkuh yang sering membawa (maaf) jablay desa, ke rumahnya. Kakaknya itu tukang judi dan suka menyabung ayam dengan kampung sebelah. Suka mabuk dan menyakiti Mina kala pulang ke rumah. Segala sesuatunya, Mina yang cari. Uang, makanan, kebersihan rumah. Mereka hanya menganggur, tidur, makan dan minta uang saja. Mina sendiri yang bilang padaku baru beberapa tahun lalu setelah lama kami kenal. Pun, ibunya meninggal karena dipukuli ayahnya sewaktu membela Mina kecil untuk tidak meminta-minta pada juragan sawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horor Nyata
TerrorBerisi kisah-kisah nyata para pendaki dan kisah horor lainnya