#RealStory
PART 5 (Ending 1/2) --- Pergi Secara Diam-Diam°°°
Ini adalah hari dimana Mina bunuh diri.
Setelah membaca dua pesan tadi, aku memutuskan untuk keluar dari sana dan kembali ke meja makan. Bukan untuk makan, tapi untuk memperhatikan Mina. Apakah aku akan membawanya pulang untuk tetap kuajak bersamaku? Kata hatiku setelah mengingat ada Mina Palsu, ayahnya dan Bang Okto ditangkap, aku merasa Mina akan aman.
Mina sudah menatapku dari posisinya. "Aku gak mau pulang.." katanya dengan nada sekilas manja yang lirih.
"Iya, Min. Kamu pulang ke rumah aku aja." kataku.
Bu. Eulis menjawab. "Kalian singgah di sini dulu aja atuh."
Kang Dana sontak menyahut. "Iya, bener, Teh. Ngga baik dua perempuan tinggal di rumah tanpa ada lelaki atau orang tua. Apalagi orang tua Teteh pulangnya besok, kan?" lembutnya dibalas anggukan bapaknya.
Aku menghela napas, berusaha menyiapkan jawaban. "Terima kasih banyak, Pak, Bu, Kang. Bukannya menolak. Cuma ... Mama udah titip rumah ke saya. Dan kebetulan Mina diminta tinggal sama saya dan mereka pulang besok. Jadi saya bakal baik-baik aja sama Mina."
Kang Dana menghela napas lembut.
Pak. RT menjawab. "Ya udah kalo maunya gitu, kita gak bisa maksa juga.. Sebagai gantinya, karena saya juga was-was sama kondisi kalian. Dana bakal sering datang ke sana hanya sekedar untuk mengecek."
Aku hanya tersenyum karena merasa tak enak. "Kalau begitu, saya sama Mina pamit pulang, ya, Bu, Pak, Kang?"
Mina bangkit dari duduknya, dibuntuti Mina Palsu yang kini menempel di punggungnya. Kami mencium tangan orang tua di sana dan hanya mengatupkan tangan kepada Kang Dana. Lalu kami pergi.
Sampailah di rumahku.
Kubilang. "Sebaiknya kamu mandi dulu." Kataku. "Terus lanjut istirahat. Sampai kamu lebih tenang.."
Aku bukan tak ingin membicarakan hal ini. Tapi aku tahu betul Mina bukan orang yang ingin dikasihani dan tak suka jika hal yang baru terjadi kembali dibahas. Pertanyaanku pasti menyangkut, mengapa ia tak bicara soal ini. Mengapa ia rela menjual dirinya pada Adnan. Dan lain sebagainya, yang pasti ia akan menjawabnya dengan kesal dan mengecapku tak paham apa-apa.
Alhasil aku kembali tak membahasnya.
Satu ganjalan dalam dadaku. Rasanya besar, berat dan panas. Batu ini terbuat dari beberapa hari yang berisi ketakutan yang tak terjelaskan, kebingungan yang bisa membuatku gila dan rasa ingin menangis yang selalu kutahan. Semua itu menyatu dan menggumpal dalam hatiku dan menjadi sangat sesak. Apalagi masalahku bertambah soal Adnan. Aku masih bingung mengapa ia tahu nomorku. Mengapa Mina sempat mengajakku ke acara yang ia bilang Reuni itu. Apa jika aku ikut dengannya, ia akan mengajakku ke rumah Adnan?
Mina pergi mandi tanpa bicara apapun.
Tring!
Tring!
Tring!Karena kesal dan sedang tak ingin mendengar berisik, kusetel hapeku ke dalam mode Jangan Ganggu. Namun mataku terpaku pada sebuah grup pesan. Yang bertuliskan kapital 'CHILDHOOD FRIENDS', yang bisa diartikan sebagai teman dikala masih anak-anak. Aku bingung. Sebab sejak kecil aku sering pindah-pindahan karena urusan orang tua. Setiap daerah, aku punya teman kecil. Nah, yang membuat grup ini, teman kecilku dari daerah mana?
Kubuka, kusimak tanpa membalas.
Ternyata mereka adalah teman kecilku dari Indramayu. Nomor mereka semua tak pernah kusimpan, namun dalam grup tersebut, nama mereka tertera, lebih tepatnya nama panggilan/julukan kami semasa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horor Nyata
HorrorBerisi kisah-kisah nyata para pendaki dan kisah horor lainnya