bagian 7 : semua tergantung kamu

99 21 10
                                    

"Mau berangkat bareng?"

Icha yang telah selesai mencuci piring kotor, cukup terkejut dengan pertanyaan yang barusaja dilontarkan Iqbaal.

"Boleh. Tapi, bisa tunggu aku sebentar," kata Icha cepat.

"Buruan!" Iqbaal melirik singkat pada Icha yang buru-buru mengikat rambut, lalu berlari masuk ke dalam kamarnya.

Sekitar sepuluh menit menunggu. Icha selesai bersiap, wanita cantik itu terlihat lebih rapi dan bersih dengan pakaian longgar dan juga jilbab yang melilit di kepala.

"Sorry lama, Kak."

Melihat tatapan dingin Iqbaal, Icha buru-buru menyusul pria yang keluar lebih dulu tanpa menunggunya.

"Yaudah, cepat!" perintah Iqbaal dengan raut wajah tidak terbaca.

Tidak berkeinginan membukakan pintu mobil pada sang istri. Iqbaal memilih masuk terlebih dahulu ke dalam mobilnya.

Sepanjang perjalanan, suami istri itu nampak serasi untuk enggan buka suara. Hanya ada keheningan sebagai orang ketiga yang memisahkan keduanya.

"Kak Iqbaal," panggil Icha memberanikan diri.

Sebenarnya, ada yang harus ia bicarakan pada sang suami. Mungkin, lebih tepatnya ... Icha ingin meminta izin Iqbaal untuk memperbolehkannya tetap bekerja.

"Hm?" Pria itu berdehem singkat, pandangannya fokus pada jalan yang tidak macet sama sekali.

"Aku mau minta izin buat tetap kerja sebagai guru les private, Kak." Meski gugup dan takut, toh Icha sudah berbicara serta menyampaikan keinginannya.

"Itu terserah kamu. Aku nggak melarang kamu untuk melakukan apa yang kamu mau. Kecuali, jika hal itu mempermalukan aku."

Seyum di bibir Icha terbit. Ia sedikit demi sedikit bisa memahami sosok Iqbaal, suaminya. Meskipun, tidak sepenuhnya.

Tapi, Icha yakin bahwa Iqbaal adalah pria yang baik dan bertanggung jawab.

Iqbaal mungkin hanya butuh waktu untuk menerima Icha sebagai istri. Iqbaal memang terkesan cuek dan dingin. Tapi, bukan berarti pria itu jahat pada Icha.

"Makasih banyak, Kak." Icha memegangi kedua pipinya.

Mungkin Icha tipekal wanita yang mudah jatuh cinta. Yah, terlihat jelas... bisa-bisanya, ia baper hanya karena hal seperti itu.

***

"Hey, Bro! Gimana rasanya menikah?" tanya Setya yang barusaja muncul. Pria bertubuh agak gempal itu bahkan terlambat 30 menit lamanya.

"Ngaret amat!" cerca Alvaro dengan wajah kesal.

"Sorry, jalanan macet." Setya mengelak cepat. Ia menarik kursi kosong di sebelah kanan Iqbaal.

"Ngeles aja lo, Set!" Agam menatap Setya maklum.

Iqbaal menuliskan pesanan menu pada selembar kertas khusus, lalu mengopernya bergilir ke arah Vidi.

"Jadi, apa nih tujuan pertemuan kita hari ini?" tanya Iqbaal. Ia hanya mendapat pesan bahwa pasukan 'buaya darat' harus berkumpul di tempat yang sudah dijanjikan.

Seluruh mata melirik ke arah Vidi. Pria yang telah merencanakan pertemuan hari ini. Entah, apa yang ingin disampaikan pria berkumis tipis tersebut.

"Finally, her said yes." Senyum Vidi terbit, menatap keempat temannya dengan perasaan bahagia.

"Lolita?" tanya Iqbaal paham.

Vidi mengangguk membenarkan pertanyaan singkat Iqbaal.

"What the fuck? Seriously, Lolita?" tanya Agam masih tidak percaya. "Sejak kapan lo pacaran sama dia? Kok, gue nggak tahu!"

KAMU! ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang