Nama sudah disamarkan
Awal Maret tahun 2019, aku mengajak teman-temanku untuk mendaki gunung Arjuno via Purwosari.
Entah kenapa aku memilih jalur tersebut, padahal banyak sekali artikel-artikel yang membahas tentang ke-mistis-an jalur Purwosari ini.
Yang jelas aku suka saja dengan suasana yang ada disana, apalagi disana terdapat peninggalan-peninggalan sejarah yang membuatku semakin penasaran dan ingin melihat secara langsung seperti apa peninggalan-peninggalan tersebut.Aku lalu menghubungi beberapa teman-temanku dan mengutarakan maksudku pada mereka. Syukurlah, ternyata mereka pun mau menemaniku.
Total ada 7 orang yang akan melakukan pendakian ini. 5 orang cowok dan 2 orang cewek, yaitu aku dan Yanti.Singkat cerita akhirnya hari yang dinantikan pun tiba, setelah berdoa terlebih dahulu akhirnya pukul 11 malam aku bersama ke-6 teman-temanku mulai melakukan pendakian itu.
Diawal perjalanan semuanya masih normal-normal saja, bahkan dalam kepalaku pun tidak terpikirkan sama sekali tentang hal-hal yang berbau mistis. Tapi saat kami tiba di Pos pemeriksaan sebelum Pos 1, disaat suasana sedang hening-heningnya tiba-tiba aku mendengar seperti ada suara tertawa dari seorang perempuan.
Aku yakin kalau suara itu bukan berasal dari kami, karena pada saat itu diantara kami tidak ada yang tertawa sama sekali. Aku mencoba untuk berpikir positif, mungkin saja ada yang salah dengan pendengaranku saat itu.Akhirnya kami pun sampai di Pos 1, istirahat sebentar kemudian lanjut lagi berjalan menuju Pos 2.
Tapi baru saja beberapa menit kami berjalan meninggalkan Pos 1, entah kenapa tiba-tiba aku merasa capek sekali, badanku lemas seperti yang sudah berjalan berjam-jam lamanya.
Padahal saat itu aku pun hanya membawa daypack saja bukan tas keril.Belum habis rasa heranku itu, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh suara gamelan yang kini terdengar jelas di telingaku.
Aku mulai ketakutan, tapi lagi-lagi aku mencoba untuk berpikir positif.
Mungkin saja itu suara dari warga yang sedang memutar musik, karena dari posisi kami sekarang ini memang jaraknya masih lumayan dekat ke pemukiman warga. Meskipun sebenarnya memang agak-agak aneh, karena saat aku memperhatikan ekspresi dari teman-temanku ternyata mereka semua bersikap biasa-biasa saja, seolah mereka memang tidak mendengar suara gamelan itu."Jack, aku udah gak kuat deh kayaknya." Ucapku pelan.
"Terus gimana dong?" Jack balik bertanya.
"Ngecamp aja ya...?" Pintaku memelas.
"Yaudah, nanti di Pos 2 aja ya?" Jawab Jack seperti menunggu persetujuan dariku.
Aku hanya mengangguk pelan. Rasa capek yang sedari tadi aku rasakan semakin lama semakin menjadi, ditambah rasa takut oleh suara gamelan itu membuat aku ingin cepat-cepat untuk tidur saja.
Kami pun lanjut berjalan lagi, dengan sekuat tenaga kupaksakan kaki ini untuk terus melangkah dan berharap se-segera mungkin sampai di Pos 2, meskipun aku sendiri tidak tahu seberapa jauh lagi jarak untuk menuju kesana.
Setelah lumayan lama kami berjalan, akhirnya kami pun sampai di Pos 2.
Namun kami tidak menemukan adanya shelter ditempat itu. Kami lanjut lagi berjalan mencari-cari shelter itu tapi kami malah sampai di Sendang Dewi Kunti.
Akhirnya kami putar balik dan tidak lama kemudian barulah kami menemukan satu pondokan yang terdapat maqom di dalamnya. Pondokan ini biasa dipakai orang-orang untuk bertapa atau berziarah.
Tanpa kompromi lagi kami pun langsung mendirikan tenda di area itu dan segera beristirahat.***
Keesokan harinya pukul 9 pagi kami kembali melanjutkan lagi perjalanan.
Ternyata jarak dari Pos 2 menuju Pos 3 lumayan dekat, tanpa beristirahat kami pun langsung tancap gas menuju Pos 4.
Jalur menuju Pos 4 ini lumayan menanjak, membuat jantungku harus bekerja lebih ekstra dari biasanya.
Sebelum menuju Pos 4 kami harus melewati sebuah hutan yang bernama Alas Tengah. Aku merasa aura mistis di Alas Tengah ini benar-benar kental sekali, membuat bulu kudukku langsung berdiri saat itu.
Setelah melewati tanjakan demi tanjakan akhirnya sekitar pukul 12 siang kami pun sampai di Pos 4."Ca, masak yuk ? Laper nih gue." Ajak Aldi yang merasakan cacing di perutnya sudah mulai demo.
"Iya lah kita makan dulu, selow aja kali." Timpal teman-teman yang lain.
Kami pun memasak agak banyak, sekalian buat bekel juga sampai Pos 7 nanti. Dan rencananya kami akan lanjut jalan lagi nanti jam 2 siang, setelah makan.
Di Pos 4 ini juga si Jack sembahyangan,
(maksud sembahyangan disini adalah bakar dupa dan doa-doa)
sekalian minta izin sama penghuni yang ada di gunung ini.
Kebetulan memang si Jack ini bisa dibilang mengerti tentang supranatural.Namun tidak berselang lama setelah si Jack masuk ke pondokan untuk sembahyangan, tiba-tiba saja hujan turun dengan sangat deras.
"Kita gak di izinin dulu nih sama Eyang. Tunggu dulu aja ya..." ucap Jack memberitahu kami semua.
Aku dan teman-teman yang lainnya hanya bisa mengangguk saja sembari meneruskan masak.
Dan setelah itu keanehan demi keanehan mulai datang lagi menghampiri kami.
Sepertinya memang benar kalau kami semua tidak diizinkan untuk mendaki gunung ini, karena saat itu hujan tak kunjung reda. Dan bayangkan saja, kami memasak nasi dan lauk pauk dari jam 1 siang baru bisa matang jam 5 sore.
Lama sekali. Padahal secara logika mungkin paling lama juga 2 jam harusnya bisa selesai.Bersambung...
*Untuk menyimak cerita versi video-nya bisa langsung klik link dibawah ini.
https://youtu.be/LJYQbwjOGPU
Buat yang mau aja ya, yang gamau jangan ngambek 🤘
by. erwin Chandrawinata
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horor Nyata
HorrorBerisi kisah-kisah nyata para pendaki dan kisah horor lainnya