PROLOG

12K 963 67
                                    

"Ketuk tiga kali maka aku akan datang.”

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Napas Lingka menderu. Peluh hampir membasahi seluruh keningnya. Berlari dari parkiran depan berputar lewat jalan samping kantin lalu berbelok melewati lorong kelas bahasa, bukan pilihan yang tepat. Kalau saja hari ini Lingka tidak terlambat masuk ke barisan dihari pertama masuk SMA.

Wajahnya memerah seketika. Kontras dengan kulit putih pucat miliknya. Rambut menjuntai ke bawah sebatas punggung tak tertata. Begitu mendekat ke barisan langkah Lingka memelan, ia menunduk mengabaikan lirikan beberapa siswa baru yang berada di barisan samping gedung bahasa—bersikap tak pernah menganggap mereka ada.

Lingka kira semuanya akan baik-baik saja, sampai suara teriakan keras tak pernah ia inginkan muncul.

“Heh! Lo berhenti!”

Lingka tersentak. Namun, berusaha tak peduli. Masih terus berjalan lalu berdiri biasa. Merasa diacuhkan dengan apa yang dilakukan. Senior yang tadi berdiri di samping panggung berjalan santai mendekati Lingka. 

“Keluar dari barisan!” perintahnya namun, Lingka bergeming.

“Lo bisu? Gue bilang keluar barisan.”

Kepala Lingka menggeleng pelan. Ia tak mau melakukan hal yang membuat dirinya harus ditatap ratusan mata.

Decakan lolos dari bibir senior perempuan itu. “Lo tahu kesalahan lo?"

Lingka mengangguk pelan. Ya, iya sangat tahu letak kesalahannya. Terlambat lima belas menit karena bus yang Lingka naiki mendadak mogok.

Perempuan berambut kucir kuda itu bersedekap dada menatap remeh adik kelasnya. "Dan lo tahu kan apa konsekuensinya? Berdiri di depan sekarang juga!"

Suara bentakan itu membuat nyali Lingka menciut sejenak, tapi sama sekali tak membuat gadis itu bergerak menuruti perintah.

"Lo budeg?" tanya senior perempuan itu. Sejenak tatapan matanya menelisik penampilan Lingka, lantas berdecak.

"Kenapa pake deker segala? Lepas.”

Masih sama, Lingka tetap tak bergeming.

“Lepas deker yang lo pakai!” Suara keras penuh ancaman itu berhasil memecah atensi seluruh siswa yang kini berada di lapangan. Saling berjuang melawan terik sinar matahari. Beberapa menggerutu dan bergumam. Mungkin, bertanya-tanya atau menyalahkan keberadaan Lingka. Tak pernah menganggap segala perintah seniornya untuk melepaskan deker yang dikenakan. “Lo bisu? Ha!”

Hei, Lingka! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang