Gibran memarkirkan motornya disebuah supremarket dekat alun alun, sengaja memilih toko yang agak jauh dari rumahnya agar ia bisa mengusir rasa jenuh. Cowok yang hanya memakai hoodie putih juga celana levis selutut itu masuk dan mengambil keranjang belanjaan lalu mulai berkeliling mencari bahan makanan untuk beberapa hari kedepan. Sebenarnya ia tidak perlu melakukan semua ini jika saja kedua pembantunya itu tidak berbarengan izin untuk pulang kampung. Gibran jadi kesal sendiri, mau tidak mau ia membiarkan kedua pembantunya itu mengurus urusan nya.
Sambil bersenandung kecil Gibran mengambil beberapa camilan juga mie intans yang berjejer rapi, ada buah buahan juga bungkusan daging, padahal cowok itu tidak sama sekali berniat untuk memasaknya. Ia mengambil jika dirinya suka saja, mungkin nanti jika teman temannya datang Gibran akan menyuruh mereka memasaknya.
"Ohh.. I want a drink"
Gibran menuju tempat minuman disana yang terletak tidak jauh dari tempatnya, cowok itu tersenyum mengambil beberapa minuman kesukaannya. Maklum, Gibran ini jarang sekali berbelanja untuk kebutuhan makannya. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali berbelanja makanan sebanyak ini.
Cowok itu jadi teringat dulu ketika ia masih SD pergi bersama dengan Kakaknya ke minimarket untuk membeli cemilan juga ice cream. Sampai sampai mereka berdua harus kena marah sang Ayah karena membuat Ibunya khawatir juga membawa kartu belanja wanita yang telah melahirkannya itu tanpa izin.
Menepis kelebatan kisah masalalu nya itu Gibran menyirnyit ketika melihat seseorang yang tak asing baginya.
"Belanja apa, Jeng ?" Athaya menoleh ketika mendengar seseorang bertanya sambil mendekatinya.
Seperti biasa, Gibran dengan wajah jahilnya membuat Athaya ingin sekali melempar telur dikeranjangnya pada cowok itu.
"Rajin ya anak mami," ucap Athaya memperhatikan belanjaan Gibran.
Cowok itu hanya tersenyum manis kemudian mengambil botol minuman dihadapannya, namun sedetik kemudian ia menariknya karena nyatanya Athaya juga ingin mengambil minuman itu.
"Apaan sih, siniin"
Gibran menjauhkan minuman yang masih tersegel itu, membuat Athaya rada kesusahan untuk mengambilnya.
"Ini punya gue"
Gadis itu berdecak, "apa lo gak cukup sama belanjaan lo yang udah kaya mau buka warteg itu?!"
Sedangkan Gibran hanya mengedukkan bahunya kemudian berjalan melewati Athaya dengan santai. Astaga jika bukan tempat umum gadis itu pasti sudah menumbuk cowok itu.
Tidak mau ambil pusing Athaya kini berjalan menuju kasir dan mengantri. Athaya sendiri malas jika berlama lama satu tempat dengan cowok aneh dari kelas sebelah nya. Lihatlah, sekarang ia malah berdiri dibelakang gadis itu sambil anteng bersiul.
***
Disisi lain Arsen bedecak kesal ketika memencet bel rumah Gibran namun tak kunjung dibuka, jangan tanyakan bagaimana ia melewati pagar rumah Gibran yang menjulang tinggi, karena cowok itu nekat memanjatnya.
Ia sudah beberapa kali menghubungi Gibran bahkan menelepon rumahnya namun tak ada yang terjawab.
Cowok itu membenci ketika Gibran selalu menghilang disaat suasana genting.
Arsen merogoh sakunya ketika handphone bercassing singa itu berdering, memencet tombol hijau itu lalu mendekatkan ke telinganya.
"Gimana?"
"Gak ada, gua udah kerumah dia tapi kosong"
"Yaudah mungkin Gibran lagi keluar, lo pulang aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHAYA GIBRAN - 01
Fiksi RemajaAthaya Zevanny, gadis yang selalu membuka lebar hatinya untuk laki-laki labil yang menyebalkan. Sejauh apapun Gibran pergi, ia akan selalu pulang pada sosok yang selalu ada dalam pelukannya. Mendekapnya erat tak akan melepasnya lagi, menggenggam t...