Tiga tahun lalu,
adalah tahun pertama bagi Sojung dan Seokjin, setelah perpisahan yang lalu nyaris terjadi. Keduanya yang makin membaik, sepakat untuk mengajak anak-anak berlibur, piknik saat musim panas tiba.
Sojung menggelar tikar, dibantu Seokjin. Dia meletakkan keranjang yang berisi banyak bekal di atas tikar itu. Sementara Seokjin lanjut membantu membawa beberapa botol air dan minuman lain yang sekiranya aman diminum oleh kedua anaknya.
Mereka memberikan kebebasan untuk Fany mengajak adiknya bermain di area taman rumput, tempat mereka berpijak saat ini. Saat kedua mata Ayah dan Ibu itu bertemu, senyuman perlahan terukir, merasa bahagia sekaligus malu setelah melakukan kontak mata.
"Cuacanya bagus ya, Jung?" Seokjin berbicara, sambil mengambil posisi duduk di atas tikar.
"Bagus," jawab Sojung. Wanita itu merapihkan alas kaki yang digunakan Seokjin, menyusun pada tempat di mana yang seharusnya. "Lebih bagus lagi ... ngeliat anak-anak main, ceria banget mereka."
Seokjin mengangguk setuju. "Hani masih belum bisa lari-lari. Coba kalau udah bisa, pasti mereka berdua lari-lari, main kucing-tikus."
"Fany keliatan sayang banget sama adiknya," ujar Sojung tiba-tiba. Mata wanita itu rupanya memerhatikan Fany yang bermain dengan Hani di depan sana. "Dia tau kalau Hani nggak bisa lari-lari, tapi dia juga tau ... gimana caranya main sama adiknya, seneng-seneng sama adiknya, walau mereka berdua nggak bawa mainan apapun, cuma duduk di atas tanah."
"Fany itu mirip ayahnya, ayahnya Fany juga sayang banget sama keluarganya," balas Seokjin.
Sojung menoleh, menatap ke arah Seokjin. "Maksud kamu ayahnya itu ... kamu?"
Seokjin balik menatap Sojung. Tatapannya sempat terkunci karena dirinya membeku di tempat, tapi sesegera mungkin Seokjin melunakkan hal itu dengan kekehan kecil yang keluar dari mulutnya. "Kakakku, Sayang. Kakakku dulu juga sayang sama adiknya, dia sayang sama aku. Kalau dia masih hidup, kamu pasti juga akan tau gimana rasanya disayang sama dia."
Sojung menghela napas lega. Dia memundurkan posisinya, mendekat pada Seokjin. Kepalanya perlahan ia jatuhkan di punggung Seokjin, tangannya melingkar di pinggang suaminya itu. "Maaf ... dulu aku sempet ngira kalau Fany beneran anak kamu. Aku malah nuduh kamu―"
"Ssttt ...," Seokjin mendesis, mengganggu Sojung untuk menyelesaikan kalimatnya. "Aku nggak mau denger itu. Jangan bahas itu lagi ya, Sayang? Jangan minta maaf lagi, karena emang udah nggak ada yang perlu dimaafin lagi. Semuanya udah berakhir, seiring gagalnya perpisahan kita tahun lalu."
Sojung mengerucutkan mulutnya tak suka. Dia mengeratkan pelukannya pada tubuh Seokjin. "Kamu malah bikin aku ngerasa ... makin bersalah sekarang."
Seokjin akan membuka mulutnya. Pria itu sudah dipastikan akan mengeluarkan pertanyaannya. Maka dari itu Sojung dengan segera menyahut, "Jangan tanya aku, aku sendiri bingung. Kenapa orang kayak aku ... mantan mahasiswi yang hampir putus asa, takdirnya bisa seberuntung ini? Aku ketemu kamu, dosen pembimbing pribadiku. Kamu bantu aku, bimbing aku buat keluar dari keputusasaan itu. Sampai akhirnya kita punya keluarga―walau hampir hancur, tapi lagi-lagi karena kamu ... rumah tangga kita masih bahagia sampai hari ini."
Seokjin menarik kedua sudut bibirnya. Tiba-tiba rasa bangga dan percaya diri menyelimutinya. "Kamu itu, mahasiswiku yang paling beruntung ... yang akhirnya aku pilih jadi Ibu dari anak-anakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Emotions; Sowjin
Fanfiction#1 ― Sojung #1 ― Sowjin [Sowjin ― Semi Baku] [Sequel of Pak Seokjin] [Slice of Life] Seokjin dan Sojung akhirnya menikah. Setelah menikah tentu saja mereka harus siap menghadapi setiap lika-liku dan hiruk-pikuk rumah tangga. Seokjin yang memang leb...