Jehan mengendap-endap ketika memasuki halaman rumahnya. Ya, dirinya terpaksa harus kabur sejenak tanpa sepengetahuan orang rumah untuk bekerja demi mengganjal perutnya yang sejak sore tadi belum ia isi. Maniknya melirik dari sela pagar dan mendapati sebuah mobil Fortuner hitam terparkir dihalaman. Mengawasi sekitar lantas mulai berlari masuk saat keadaan sudah ia pastikan aman. Sebisa mungkin dirinya tidak membuat kegaduhan yang dapat mengundang kecurigaan dari dalam.
Menarik sebuah tangga lipat yang ia sembunyikan di balik tembok rumah dan mulai memposisikan pada lubang jendela kamarnya. Menarik nafas sejenak lantas mulai menaiki satu persatu pijakan tangga. Sejujurnya Jehan sedikit takut, dirinya takut dengan ketinggian namun apa boleh buat jika keadaan memaksanya.
"Ayo Jehan lawan takutmu! Kau bisa" semangatnya dalam hati.
Hingga tak terasa Jehan berhasil sampai di jendela kamarnya. Ia mulai masuk dan menjatuhkan tangga itu agar tak seorangpun curiga jika dirinya keluar dari kamar. Jika kalian berfikir bukankah tangga itu akan berbunyi jika terjatuh? Maka Jehan akan menjawab bahwa semuanya sudah ia perhitungkan. Dan tepat sesuai dengan perkiraannya jika tangga itu jatuh di atas rerumputan sehingga meminimalisir bunyi keras
Jehan kemudian langsung menutup jendela dan menarik nafas lega. Ia memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya yang cukup lengket walaupun tadi sudah mandi. Tanpa berniat menyalakan lampu utama di kamar ia hanya menyalakan lampu tidur membuat ruangan yang cukup luas ini disinari cahaya temaram. Masuk kedalam kamar mandi seraya menyalakan lampu disana dan mulai membersihkan dirinya ditemani senandung yang dia gumamkan.
Ditempat lain, Jimin memasuki kawasan rumahnya. Memarkirkan mobil miliknya disebelah mobil sang ayah. Ia menghela sejenak sebelum meraih kenop pintu sebelum masuk ke dalam rumah. Tidak disangkanya ketika pintu mulai terbuka terdapat sepasang mata yang sudah menantinya lama yang tak kunjung datang. Tatapan penuh intimidasi itu menyambut kedatangannya.
Jimin hanya mampu mendesah sebal tanpa berniat menyapa dirinya berlalu begitu saja meninggalkan sang ayah diruang tamu. Namun suara bariton itu terdengar dan berhasil menghentikan langkahnya yang hendak menaiki anak tangga.
"Jimin dari mana kamu?"
Tanpa berniat menoleh ia menjawab seruan sang ayah "Mencari makan"
Terdengar suara helaan nafas dari belakang "Ibumu sudah menyiapkan makanan untukmu lalu ken---"
"Dia bukan ibuku! Ibuku hanya satu dan tidak ada seorangpun yang bisa menggantikannya" Sela Jimin berniat ingin melanjutkan langkahnya namun kembali urung ketika sang ayah membentaknya.
"Kapan kau akan menerima dia sebagai ibumu Jimin!!! Appa tau kau begitu menyayangi Eomma. Tapi bukan berarti harus membenci siapapun yang akan mengemban perannya sekarang. Kamu boleh menyayangi Eomma tapi setidaknya terimalah seseorang yang sudah dititipkan kepadamu sebagai perantara kasih sayangnya dari surga nak" Jelas Tuan Ryu dengan nada sendu di akhir kalimatnya.
Sedangkan Jimin menatap kosong ke depan kemudian membalik tubuh menghadap sang ayah "Sampai kapanpun aku tidak akan menerima wanita itu sebagai Ibuku. Jika Appa memaksaku maka rasa benciku akan semakin besar" Tukasnya lalu pergi menaiki anak tangga satu persatu.
"Eomma-mu akan sedih jika kau seperti ini Jimin" Tuan Ryu terduduk sembari memegang kepalanya yang berdenyut nyeri hingga sebuah suara bantingan pintu terdengar dari arah kamar sang putra.
Beberapa detik kemudian sosok wanita paruh baya mendekat "Sudah berhentilah jangan memaksa Jimin untuk menerimaku. Aku percaya suatu hari nanti waktulah yang akan merubahnya. Aku hanya akan berusaha sebisaku untuk mencoba dekat dengannya" Tuturnya begitu tulus membuat Tuan Ryu menatapnya iba dan bersalah secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
FanficRyu Jimin dipertemukan dengan seorang gadis yang berhasil menghentikan aksi bunuh dirinya. Pertemuan yang tak disengaja tersebut membuat mereka saling mengetahui problematik kehidupan satu sama lain. Dari hal terkecil hingga menguak kebenaran yang s...