'Boleh aku memanaskan sedikit air? Triss ingin mandi.'
'Silakan,' Yarpen Zigrin memberi izin. 'Xavier, redakan sedikit nyala apinya, kelinci ini sudah matang. Berikan aku wajannya, Ciri. Oh, lihat dirimu, penuh hingga ke permukaan! Kau mengangkat semuanya dari sungai sendirian?'
'Aku kuat.'
Yang tertua dari Dahlberg bersaudara tertawa terbahak-bahak.
'Jangan menilainya dari penampilannya, Paulie,' ujar Yarpen serius selagi dengan cekatan dirinya membagi kelinci panggang menjadi potongan-potongan kecil. 'Tak ada yang perlu ditertawakan di sini. Dia kurus tapi aku bisa melihat bahwa dia anak yang kuat dan tangkas. Dia seperti sabuk kulit: tipis tapi tak bisa dirobek dengan tangan. Dan jika kau ingin gantung diri menggunakannya, dia akan sanggup menahan berat badanmu.'
Tak ada yang tertawa. Ciri berjongkok di sebelah para dwarf yang mengerumuni api unggun. Kali ini Yarpen dan empat 'anak-anaknya' menyalakan sendiri api unggun mereka di perkemahan karena mereka tak ingin membagi kelinci yang dipanah Xavier Moran. Untuk mereka sendiri hanya cukup untuk satu atau dua mulut yang terpenuhi.
'Tambahkan kayu ke apinya,' ujar Yarpen, menjilati jari-jarinya. 'Air akan lebih cepat matang.'
'Air itu ide yang tolol,' tegas Regan Dahlberg, meludahkan serpihan tulang. 'Membasuh badan hanya akan menyakitimu ketika kau sedang demam. Begitu juga saat kau sehat. Kau ingat si tua Schrader? Pernah sekali istrinya menyuruhnya mandi, dan dia mati tak lama setelahnya.'
'Karena dia digigit anjing gila.'
'Jika dia tak mandi, anjing itu takkan menggigitnya.'
'Kupikir,' ujar Ciri, memeriksa suhu air di wajan dengan jarinya, 'berlebihan jika mandi setiap hari. Tapi Triss memintanya – bahkan dia pernah menangis sekali... maka Geralt dan aku –'
'Kami tahu,' Dahlberg yang paling tua mengangguk. 'Tapi seorang witcher seharusnya... aku terus menerus dibuat kagum. Hei, Zigrin, jika kau memiliki seorang wanita, maukah kau mencuci dan menyisir rambutnya? Akankah kau membopongnya ke semak-semak jika dia harus –'
'Diamlah, Paulie.' Yarpen memotong perkataanya. 'Jangan menyinggung witcher itu, karena dia orang baik.'
'Apa yang sebenarnya kukatakan? Aku hanya terkejut –'
'Triss bukanlah wanitanya.' Ciri menyela.
'Aku lebih terkejut lagi.'
'Kau lebih dungu lagi, maksudmu,' Yarpen menyimpulkan. 'Ciri, tuangkan sedikit air untuk direbus. Kita akan menambahkan sedikit kunyit dan biji bunga opium untuk sang penyihir. Hari ini dia merasa baikan, eh?'
'Mungkin saja,' gumam Yannick Brass. 'Kita hanya perlu menghentikan konvoi enam kali untuknya. Aku tahu bahwa jangan menolak bantuan di jalanan, dan yang berpikir lain adalah seorang bajingan. Dan yang menolaknya akan menjadi seorang keparat dan anak pelacur. Tapi kita sudah terlalu lama berada di dalam hutan, terlalu lama, kubilang. Kita sedang menggoda nasib, sialan, kita terlalu menggoda nasib, anak-anak. Di sini tak aman. Scoia'tael –'
'Ludahkan kata itu, Yannick.'
'Cuih, cuih. Yarpen, aku tak takut bertarung, dan sedikit darah bukanlah hal baru tapi... jika melawan bangsa sendiri... sialan! Kenapa ini terjadi pada kita? Barang-barang ini harusnya diantar oleh seratus prajurit kavaleri, bukan kita! Semoga sang iblis mengambil orang-orang sok tahu dari Ard Carraigh itu, semoga mereka –'
'Diamlah, kubilang. Dan berikan mangkuk kasha itu padaku. Kelinci itu hanyalah kudapan, dan sekarang kita harus makan sesuatu. Ciri, akankah kau makan bersama kami?'
'Tentu saja.'
Untuk beberapa lama, yang dapat terdengar hanyalah decak bibir yang mengunyah, dan derak sendok kayu yang mengenai mangkuk.
'Wabah baginya,' ketus Paulie Dahlberg lalu bersendawa panjang. 'Aku masih bisa makan lebih banyak.'
'Aku juga,' tegas Ciri dan dia ikut bersendawa, senang karena perilaku para dwarf yang bersahaja.
'Selama bukan kasha,' ujar Xavier Moran. 'Aku tak tahan menelan oat yang digiling itu. Aku juga kehabisan daging asin.'
'Maka makanlah rumput saja, jika indra pengecapmu sedemikian lembutnya.'
'Atau merobek kulit kayu dari pohon birch itu dengan gigimu. Berang-berang melakukannya dan bertahan hidup.'
'Berang-berang – itu sesuatu yang bisa kumakan.'
'Untukku, ikan.' Paulie larut dalam lamunan selagi dirinya mengunyah sekam yang tersangkut di janggutnya. 'Aku senang makan ikan, kubilang padamu.'
'Mari menangkap ikan.'
'Di mana?' raung Yannick Brass. 'Di semak-semak?'
'Di sungai.'
'Sungai itu kecil. Kau bisa kencing dan air kencingmu akan mencapai seberangnya. Ikan apa yang bisa ditangkap di sana?'
'Ada ikan di sana.' Ciri menjilat bersih sendoknya dan menyelipkannya ke dalam sepatu botnya. 'Aku melihatnya saat mengambil air. Tapi sepertinya mereka sakit, di badannya ada ruam. Titik hitam dan merah –'
'Ikan salmon!' raung Paulie, meludahkan sekam dari janggutnya. 'Baiklah, anak-anak. Cepatlah ke sungai! Regan! Lepaskan celanamu! Kita akan memakainya sebagai jaring!'
'Kenapa harus celanaku?'
'Lepaskan, cepat, atau akan kucambuk kau, anak ingusan! Tidakkah ibu bilang kau harus mendengarkanku?'
'Cepatlah jika kau ingin memancing karena malam hari akan segera tiba,' ujar Yarpen. 'Ciri, airnya sudah panas? Tinggalkan, tinggalkan saja, kau akan terkena luka bakar dan mengotori dirimu karena wajan ini. Aku tahu kau kuat tapi biarkan aku – aku akan membawanya.'
Geralt sudah menunggu mereka; mereka dapat melihat rambut putihnya dari kejauhan melalui celah kanvas yang menutupi kereta. Si dwarf menuangkan air ke dalam ember.
'Kau butuh bantuan, witcher?'
'Tidak, terima kasih. Ciri yang akan membantu.'

KAMU SEDANG MEMBACA
The Witcher Book 3 - Blood of Elves
Fantasy"Perhatikan tanda-tandanya! Pertanda-pertanda apa ini jadinya, kukabarkan padamu: pertama-tama bumi akan dibanjiri darah Aen Seidhe, Darah para Elf..." Selama lebih dari satu abad, manusia, dwarf, gnome, dan elf telah hidup bersama dalam relatif dam...