Chapter DCXCVIII

2K 432 8
                                    

“Nii-chan, aku permisi!” tukasku seraya berbalik lalu berjalan keluar menyusul Zeki.

Langkah bergerak lebih cepat, menyusulnya yang telah melangkah masuk melewati sebuah pintu yang ia buka. “Zeki!” Aku memanggilnya yang telah membaringkan tubuh di ranjang kayu.

Kututup kembali pintu yang sebelumnya dibiarkan terbuka olehnya, dengan langkahku yang terus berlanjut mendekatinya yang masih berbaring di atas ranjang yang ada di dalam ruangan itu. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan?” tanyaku, sambil terus menatapi dirinya beranjak dari ranjang.

“Apa perkataanku sebelumnya masih belum jelas?” Dia balik bertanya dengan menoleh ke arahku.

“Aku,” ungkapku terhenti sambil membalas tatapannya, “tidak akan mempermasalahkannya, jika saja kalian memintaku memerintah mereka agar menyerang para Kesatria dari Kerajaan musuh. Tapi aku, tidak akan menerimanya jika saja, kalian juga memintaku untuk menyerang mereka yang tidak berhubungan sama sekali dengan Kaisar-”

“Sampai kapan kau akan mempertahankan kenaifanmu itu?!”

Tubuhku sedikit terperanjat tatkala bentakan darinya dengan cepat memotong perkataanku, “aku akui kalau aku ingin sekali mengalahkan Kaisar, tapi tidak dengan cara seperti ini!” Zeki beranjak berdiri dengan kedua matanya yang melebar saat aku membalas bentakannya dengan bentakan pula.

“Jadi, kau ingin membantah perintahku?” tukasnya dengan nada mengancam yang mengikuti.

“Selama ini, selama Kakakku mengajakku berpergian … Aku telah melihat banyak sekali bermacam-macam kehidupan. Bukan kita saja yang menderita oleh perlakuan Kaisar, mereka yang hidup di luar pun sama tapi dengan cara yang berbeda.”

“Aku tidak bisa mengambil kehidupan mereka yang tak bersalah, yang tidak tahu apa pun itu begitu saja! Aku akan mempertimbangkan pendapat kalian tapi tidak dengan hal tersebut … Aku akui, aku lemah dalam hal ini, tapi tetap saja … Nuraniku menolak untuk melakukannya.”

“Aku hanya beruntung terlahir sebagai Sachi. Memiliki banyak orang yang ingin melindunginya … Jika saja, aku terlahir menjadi salah satu di antara mereka. Aku mungkin sudah berakhir menyedihkan sejak lama, karena tidak ada satu pun orang yang bisa aku jadikan sebagai pelindung. Jiwaku hanya beruntung terlahir di tubuh Sachi, jika tidak … Apa mungkin, Miyuki Sakura yang bukanlah siapa-siapa, dapat berdiri di hadapanmu seperti sekarang?”

Aku membuang tatapan darinya yang mengangkat wajah menatapku. Helaan napas lemah aku keluarkan, sebelum kedua kakiku berjalan meninggalkan kamar tersebut. “Haru-nii?” tukasku, setelah menemukan sosok Haruki yang berdiri tak terlalu jauh dari kamar yang baru saja aku tinggalkan.

Haruki yang sebelumnya berdiri dengan menyandarkan tubuhnya di dinding, melangkah maju sambil menurunkan kedua lengannya yang saling bersilang di dada. “Aku tahu hal ini akan terjadi. Jadi, ikuti aku, Sa-chan!” pintanya seraya melangkahkan kakinya pergi menjauh.

Kedua kakiku berjalan mengikutinya yang membawaku keluar dari dalam Kapal. Aku turut menghentikan langkah, saat Haruki sendiri juga turut berhenti dengan kedua tangannya bersandar di badan kapal. “Jadi, apa yang kau inginkan?” tanyanya, seraya tetap melemparkan pandangan ke arah hamparan air di depannya.

“Aku akan melakukannya, tapi mereka hanya aku perbolehkan untuk menyerang Kesatria atau mereka yang memang terlibat langsung dengan Kekaisaran. Aku, tidak ingin membabi-buta menyerang mereka-mereka yang tidak bersalah,” sahutku yang telah berdiri tepat di sampingnya.

“Seperti Sachi yang biasanya,” ungkapnya pelan terdengar di telinga, “Sa-chan!” Aku kembali menoleh ke arahnya ketika suaranya itu memanggil namaku.

“Apa kau masih belum menerima kami sebagai keluargamu?”

Aku sedikit terkejut mendengar perkataannya, “apa yang kau maksudkan itu, nii-chan?” Aku balas bertanya kepadanya.

“Kau memang dulu pernah terlahir sebagai Miyuki Sakura, tapi kau juga tidak bisa menghilangkan kenyataan … Bahwa kau sekarang Sachi, bukan?” tukasnya membalas tatapanku, “Ryu, menceritakan semuanya kepadaku, bagaimana Zeki membawa jiwa yang salah, bukan jiwa milik adik kami yang sebenarnya,” ucapannya berhenti dengan wajah yang ia buang kembali ke depan.

“Mendengar perkataanmu sebelumnya saat kalian berdebat, bukan hanya menyakiti perasaan seseorang saja. Tidak apa-apa jika kau masih mengingat kehidupanmu di masa lalu, tapi saat kau masih menjadi Miyuki Sakura atau saat kau menjadi Takaoka Sachi … Apa kehidupan yang kalian jalani sama?”

“Aku tidak menyangka, akan bersikap seperti ini,” ungkapnya yang kembali melanjutkan kata-katanya yang sebelumnya sempat terhenti, “baiklah, lakukan seperti yang kau inginkan, karena jika dipikirkan kembali … Membunuh mereka yang tak bersalah, akan semakin mempercepat kegelapan itu muncul. Aku sudah mencoba merundingkan hal ini dengan Lux, dan aku pun tidak ingin keegoisan yang kita miliki justru membahayakan keluarga kita sendiri terlebih untuk nyawa Ryu, Hikaru dan juga Huri,” sambungnya lagi, kali ini dengan lirikan matanya yang bergerak menatapiku.

“Tapi yang dikatakan Zeki sebelumnya juga benar, jika ingin memusnahkan musuh kita harus mengikis pertahanan mereka dimulai dari sekarang. Lakukan semua pergerakan itu, setelah aku mengirim kabar kepada sekutu-sekutu kita agar memakai simbol yang aku buat untuk keselamatan mereka. Aku juga akan memberikanmu catatan, Kerajaan-kerajaan mana yang sudah bernaung di bawah kekuasaan kita, setelah itu … Aku menyerahkan semuanya kepadamu.”

Haruki menyelesaikan perkataannya, saat matanya melirik ke belakang, “kita akan menyelesaikan pembicaraan ini nanti. Pembicaraan di antara kalian, lebih penting untuk diselesaikan saat ini,” ungkapnya dengan berjalan berlalu, setelah sebelumnya menepuk pelan pundakku.

Mataku terjatuh kepada Zeki yang berjalan mendekatiku, sesaat dia berpapasan dengan Haruki yang berjalan melewatinya. Aku masih mengatup rapat bibirku, mengikuti langkahnya yang telah berhenti di samping dengan kedua tangan bersandar di badan kapal. “Kau tahu aku melakukan semua  ini untuk kita juga, bukan?” ungkapnya membuka pembicaran di antara kami berdua.

“Aku, hanya tidak ingin, kehidupanku berakhir menyedihkan seperti kehidupan-kehidupanku sebelumnya,” tukasnya yang kembali berhenti dengan lirikan mata yang bergerak ke arahku.

“Maafkan aku,” kata-katanya kembali bersambung diikuti tubuhnya yang berbelok dengan tangannya meraih tanganku, “aku memaksamu menjadi orang lain, dengan melupakan … Siapa dia yang telah aku bawa ke dunia ini,” sambungnya sambil mempererat genggaman tangannya.

“Seharusnya aku yang meminta maaf,” sahutku seraya menjatuhi pandangan ke arah permukaan air sungai, “aku akui, kenaifanku ini selalu merepotkan kalian semua. Tapi tetap saja, jika nanti kita memenangkan ini semua … Aku tidak akan bahagia, jika saja aku menyerang mereka yang tidak bersalah hanya untuk mencapai ini semua.”

“Semua orang ingin hidup yang layak. Mereka semua yang tidak beruntung juga pasti tidak ingin hidup di dunia yang kacau seperti ini. Niatku melawan Kaisar, hanya karena aku ingin menghapus ketidakadilan yang Kaisar buat-”

“Aku berharap, dapat menolong dan memberikan harapan untuk keluargaku, pasanganku dan rakyat-rakyatku … Itu sebuah untaian do’a yang aku ucapkan, sebagai syarat untukku mendapatkan Kou ketika itu. Dia tidak memakan daging manusia untuk menghormatiku, sudah sepantasnya aku pun menghormati ucapanku tatkala aku menginginkan sosoknya untuk menolong kita semua, “ lanjutku dengan sedikit membuang lirikan ke arahnya yang masih menatap.

Tatapanku kembali bergerak ke arah sungai, “maaf Zeki, selama ini aku selalu dan selalu menyusahkanmu. Tapi untuk hal ini, biarkan aku memilih keputusan ini,” ungkapku dengan membalas erat genggaman tangannya.

Kepalaku menoleh ke arahnya yang bergerak semakin merapat ke badan kapal, “baiklah, tapi untuk yang lainnya … Dengarkan perintahku,” sahutnya yang langsung kubalas cepat dengan anggukan kepala.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang