Vian terkejut saat menyadari Quen yang menangis di sudut tempat tidur nya, dia tidak bisa mengingat apapun, yang paling terkejut nya dia melihat bercak darah diatas tempat tidur nya.
"Pergi! Jauh! Jangan dekati gw!" Teriaknya kepada Vian, dia melempar bantal yang ada di dekatnya.
"Kenapa? Memang semalam kenapa?" Tanya Vian kepada Quen. Quen langsung menangis deras.
"Lo - lo jahat! Lo ambil semuanya!" Teriak Quen sambil menangis deras.
"Quen, gw benar benar ga sadar," jelas nya kepada Quen. Quen semakin menangis deras di buatnya.
"Kalo gw hamil gimana?! Kalo orang orang tau?! Kalo keluarga gw tau?!" Ucap Quen lagi. Vian langsung merasa bersalah dibuat nya.
Cklek.
Pintu apartemen Vian terbuka memperlihatkan seorang wanita yang membawa plastik berisi makanan.
"Vian, kakak bawa sara - " ucapan nya terhenti ketika melihat Vian dan Quen yang sedang menangis. "Vian?! Kamu apain dia?!"
Dia adalah kakak nya Vian, namanya adalah Elmeira Violetta, wajahnya sangat mirip dengan Vian. Dia langsung menghampiri Quen yang menangis sesenggukan.
"Kamu kenapa? Kamu diapain?" Tanya Meira kepada Quen, dia langsung memeluk tubuh Quen yang menangis itu.
Dia langsung menoleh kearah Vian dan menatap kecewa adiknya itu, matanya langsung melihat kearah noda darah itu dan terkejut saat melihat nya.
"Vian! Kakak gak pernah ngajarin kamu begini! Kenapa kamu lakuin itu?!" Gertak Meira kepada Vian yang duduk di pinggir kasur.
"Tapi itu di luar kesadaran Vian, kak," jelas nya kepada kakak nya.
"Kamu mabuk?! Kakak juga gak pernah ngajarin begitu!" Gertak Meira lagi.
"Bukan kak. Semalam ...... Abis minum itu, Vian ga tau apa apa lagi " Vian menjelaskan semua kejadian yang terjadi semalam, Meira langsung terkejut mendengar nya.
"Ya, tapi kamu harus tanggung jawab kalau sewaktu-waktu dia kenapa-kenapa," ucap Meira kepada Vian. Dia tak pernah menyangka hal seberat ini akan terjadi.
Meira langsung menatap Quen yang masih menangis itu, dia langsung mengelus surai rambut Quen. Dia merasa kasihan kepada Quen, diusia semuda ini ia harus kehilangan mahkota nya.
"Yaudah, kamu mandi ya. Terus kita sarapan," ucap Meira kepada Quen.
Quen menggeleng. "Sakit," lirihnya.
"Apa nya yang sakit?" Tanya Meira dengan suara lembut.
Quen menunjukkan kearah selangkangan nya. "Ini, gak bisa berdiri."
"Yaudah kamu disini aja ya, biar kakak ambilin baju. Vian pergi mandi," perintah Meira kepada Vian.
Vian langsung berjalan menuju lemarinya dan mengambil baju nya kemudian pergi bergegas menuju kamar mandi.
Meira langsung mengambil baju yang menurut nya pas di tubuh Quen. Tak lama setelah mendapatkan baju itu, dia langsung memasang kan nya kepada Quen.
"Quen, orang tua kamu gak nyariin?" Tanya Meira kepada Quen. Dia langsung menggelengkan kepalanya.
"Orang tua Quen tinggal di L.A, mereka kerja disana, pulang nya jarang, kadang dua tahun gak pulang. Tapi tiap hari mereka telpon Quen buat nanya keadaan Quen," jelas nya kepada Meira. Meira langsung mengelus rambut Quen.
"Kamu sarapan dulu. Disini aja sampe gak sakit lagi, kakak bakal disini jagain kamu, suami kakak juga kerja, jadi gak ada teman di rumah," ucap Meira, dia langsung berjalan menuju dapur dan mengambil sarapan itu.
Dia langsung menghampiri Quen yang sedang duduk bersandar di sudut kasur. Dia langsung memberikan sarapan itu kepada Quen.
"Kak, kakak memang belum punya anak?" Tanya Quen kepada Meira. Meira menggeleng.
"Kakak baru nikah, ini lagi hamil seminggu," jawab Meira sambil mengelus perutnya.
"Kak ... Quen takut kalo Quen hamil gimana?" Lirih Quen dengan suara sedih.
"Kamu harus terima, karena gak ada manusia yang diberikan cobaan melewati kemampuan nya, kalo kamu merasa berat karena cobaan itu, berarti kamu adalah orang yang terkuat. Jangan pernah mikirin untuk gugurin, kasian dia gak tau apa apa," ucap Meira sambil mengelus rambut Quen.
"Kalo Vian gak mau tanggung jawab?" Tanya Quen lagi.
"Gw bukan cowok kek gitu," ucap Vian yang baru keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambut nya.
"Kalo dia gak tanggung jawab, kakak bakal pukul dia. Oke," ucap Meira menyemangati Quen.
Quen sudah memakan habis sarapannya. Dia langsung memberikan nya kepada Meira, Meira langsung mengambil nya dan pergi ke dapur untuk menaruhnya.
Setelah menaruh piring kotor itu di wastafel, Meira kembali sambil membawakan salep, dia melihat banyak bekas kemerahan di leher Quen.
Meira langsung menghampiri Vian dan memberikan salep itu kepada nya. Vian mengernyitkan dahinya tak paham.
"Kamu obati lehernya, biar dia gak terlalu takut sama kamu," ucap Meira kepada Vian.
Vian langsung mengambil nya dan duduk di sebelah Quen. Quen langsung terkejut dan menjauhkan dirinya dari Vian.
"Sini gw obati," ucap Vian kepada Quen. Dia langsung mengeluarkan isi salep itu dan menunjukkan nya kepada Quen. "Gw gak bakal ngapa ngapain lo lagi."
Quen memberanikan dirinya, dia langsung menyamping kan rambutnya dan Vian terkejut saat melihat banyak bekas kemerahan di leher Quen, ia merasa semakin bersalah.
Vian langsung mengoleskan salep itu ke leher Quen. Quen memejamkan matanya, dia masih merasa trauma dengan kejadian semalam, tetapi dia tak boleh terlalu trauma karena bisa berdampak pada kesehatannya.
"Udah," ucap Vian. Dia langsung menutup kembali salep itu dan menaruh nya di meja.
Quen langsung menggerai kembali rambutnya, dia kemudian menyandarkan tubuhnya di tempat tidur.
"Nama kamu siapa?" Tanya Meira kepada Quen.
"Queensy Arbelette, panggil aja Quen, kak," ucap Quen memperkenalkan dirinya.
"Yaudah, Quen, kamu bisa di sofa dulu, kakak mau ganti seprainya," ucap Meira kepada Quen, Quen langsung mencoba berdiri tetapi ia merasa sangat sakit.
Vian langsung mengangkat tubuh Quen kesofa, Meira yang melihat itu langsung tersenyum. Dia kemudian melepas seprei nya dan mengganti nya dengan yang baru.
Tak lama, seprei nya sudah diganti. Meira langsung membawa sprei itu ketempat kotor untuk di laundry kan.
"Quen mau di tempat tidur aja?" Tanya Meira kepada Quen, Quen mengangguk kan kepalanya.
Vian kembali mengangkat tubuh Quen ke tempat tidur. Dia langsung menaruh Quen di tempat tidur kemudian dia berjalan ke sofa dan duduk disana.
Tring!
Suara ponsel Quen berbunyi, dia langsung mengambil handphone nya, ternyata itu adalah panggilan telepon dari Zoya. Quen langsung mengangkat nya dan terdengar suara Zoya dari ujung sana.
"Halo, Joy. Kenapa?" Tanya Quen kepada Zoya yang menelepon nya.
"Lo dimana sih?! Kok gak datang?! Si Vian juga ga datang. Lo kemana?! Tugas kelompok kita kan si Vian yang bawa?!" Teriak Zoya dari ujung sana, Quen langsung menepuk jidatnya, ia lupa bahwa hari ini tugas kelompok harus dikumpulkan.
"Ya - ya, gw ga tau, gw sakit," ucap Quen dengan suara terbata bata.
"Untung dikasi kesempatan sampe Minggu depan! Tapi nilai kita dikurangi lima!" Ucap Zoya lagi.
"Kan, bukan salah gw," ucap Quen tak mau disalahkan.
"Tau ah!" Zoya langsung memutuskan panggilan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG Z MOM ✓ [END] (GHS GEN 1) SUDAH TERBIT
Teen FictionSEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT! Menerima kenyataan dan bertanggung jawab adalah jalan keluar nya. ..................... Queensy Arbelette, dia tak pernah menyangka kerja kelompok nya hari itu berakh...