BIRU
Dua minggu terakhir ini aku merasa hidupku tidak hanya sekedar bekerja dan beristirahat. Ada jeda menyenangkan yang kuselipkan diantara jam kerja untuk bertemu dengan Gemma dan Kim hampir setiap hari. Apabila Gemma sedang mengunjungi kafe pada siang hari, biasanya Kim akan menyusul sepulang sekolah. Aku dan Kim lebih banyak menghabiskan waktu berdua apabila Gemma sedang sibuk di office. Kim dengan bersemangat mengeluarkan buku gambar dan pensilnya. Menggambar apapun yang bisa ia saksikan melalui kursinya, entah itu sekedar jendela, croissant, atau vas bunga yang diletakkan di masing-masing meja kafe. Aku mengakui bahwa bakat menggambarnya diatas rata-rata anak seusianya.
"Gambar kamu selalu sebagus ini ya?" pujiku pada suatu siang saat ia selesai menggambar kursi dan meja di depannya.
Senyum sumringah menghiasi wajahnya, "Memang sebagus itu, Om?"
"Iya, Kim. Om nggak bohong. Ini bagus banget." pujiku lagi, sambil mengamati gambarnya dari berbagai sisi, "Belajar dari mana?"
"Youtube." Sebelah matanya mengedip ke arahku.
Aku hanya bisa melongo. Sebesar itu pengaruh teknologi pada anak-anak. Untung bagi Kim, teknologi memberikan dampak yang positif baginya, "Mama kamu hobi gambar juga?"
Kim tertawa, "Mama cuma bisa gambar pemandangan."
Aku menaikkan sebelah alis, "Jangan bilang pemandangan dua gunung, matahari, jalan dan sawah di kanan kirinya?"
"Yep!"
"Separah itu?"
"Yep! Mau lihat?"
Aku dan Kim menatap jahil ke arah Gemma yang tengah berjalan mendekat ke arah kami.
"What?" tanyanya menyelidik curiga melihatku dan Kim senyam-senyum.
"Mama, ayo gambar sesuatu untuk aku."
"Mama kan nggak hobi gambar kayak kamu." Gemma menyeret kursi dan duduk di sebelah Kim.
Kim mulai mengeluarkan jurus andalannya: merengek. "Come on, Mommyyyyy."
Gemma mendesah, "Iya, iya."
Ia membalik kertas di buku gambar Kim. Aku memperhatikan tangannya mulai bergerak asal, mencorat-coret di lembaran putih. Aku dan Kim menunggu dan ketika Gemma selesai, ia menunjukkan hasil gambarnya kepada Kim. Aku melihat saat Kim membalikkan buku gambarnya ke arahku. Sontak kami berdua tertawa terbahak-bahak hingga seluruh pengunjung kafe siang itu menoleh ke arah kami. Menyadari menjadi pusat perhatian, aku dan Kim kompak menutup mulut. Mata kami sudah penuh dengan air mata karena hasil gambar Gemma persis seperti dugaan Kim beberapa menit lalu. Gemma benar-benar payah dalam hal menggambar.
***
Aku menyeruput sisa hot cappuccino yang sudah dingin dan memandang potongan chocolate pie-ku dengan tidak berselera. Sudah 2 jam aku menunggu disini dan Gemma masih belum menampakkan batang hidungnya. Aku melirik jam di tanganku yang menunjukkan pukul 16.24.
Sudah tiga hari ini aku tidak bertemu Gemma di kafe. Selama itu pula, ia tidak pernah membalas pesan-pesanku. Sama sekali. Hari pertama aku masih bisa maklum, berasumsi ia sedang sibuk. Hari kedua aku mulai khawatir dan memutuskan untuk meneleponnya namun tidak kunjung mendapat jawaban. Hari ketiga aku tidak tahan lagi dan sudah menyiapkan rencana agar aku bisa menemuinya dengan alasan yang lebih masuk akal daripada hanya sekedar khawatir akan keadaannya.
Aku memandang ke arah meja yang beberapa hari lalu kami gunakan untuk tertawa bersama. Dan hatiku perih melihatnya. Kalau tidak ada yang salah, kenapa Gemma seakan menghilang begitu saja? Apakah terjadi sesuatu padanya? Atau apakah aku masalahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Lining ✅ END ✅
RomancePerjuangan seorang Gemma Andriana dalam menjalani hidup setelah kejadian memilukan 5 tahun lalu. Kedatangan Biru mengubah hidupnya dan memberikan secercah kebahagiaan yang pantas ia dapatkan. Ketika ia mulai mengizinkan Biru untuk masuk ke dalam keh...