Aku kembali duduk termenung menatap guyuran air yg turun dengan sangat deras, seperti malam yang susah-sudah, untuk dua tahun kebelakang kegiatan ini menjadi rutinitasku.
Seolah kembali ke waktu dua tahun silam, hari dimana semuanya hancur dalam sekejap mata. Selalu begini aku seolah dihantui bayang masalalu, tidak ada satu haripun berlalu tanpa mereka.
"Berat banget kayak nya hidup neng"
Aku menghelas nafas mendengar suara itu, dia Rena sahabatku satu-satunya.
"Kamu gak bosen, kamu tu kayak gini udah dua tahun lebih tau gak"
"Aku mesti gimana Ren, aku sudah cukup berusaha, tapi gak bisa"
"Kamu gak berusaha Tiara sayang, selama ini kamu lari, menjauh dari mereka, ninggalin keluarga kamu, ninggalin pekerjaan kamu, ninggalin semuanya"
Aku makin terisak, apa yang Rena ucapkan memang benar, aku selama ini lari dari masalah, ini yang membuatku tidak bisa lepas dari masa lalu, aku sadar akan hal itu, tapi aku tidak bisa, bahkan ketika menjauh dari mereka sekalipun aku tidak bisa apalagi sampai harus kembali berada dalam satu lingkungan. Aku berbalik kemudian memeluk Rena erat, menumpahkan tangis yang pasti nya terdengar sangat memilukan.
"Maaf Ren, aku gak bisa"
Kudengar Rena ikut terisak kecil, sambil tanpa henti mengusap lembut punggungku.
"Aku belum sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan mereka Ren, aku masih perlu waktu"
"Iya, iyaa, aku ngerti, aku bakal bantuin kamu, jangan nangis lagi dong Tiara, aku bosen liat kamu tiap hari gini"
"Makasih ya Ren, aku gak tau harus ngebalas semua ini gimana, kamu baik banget sama aku"
"Kamu hanya perlu traktir aku seumur hidupku"
Aku sedikit tertawa mendengarnya, Rena anaknya humble, ceria, mudah bergaul, berbanding terbalik dengan ku.
"Huus sana balik habitat mu sendiri"
"Ck ck ck, temen ngga ada akhlak gini nih, habis manis sepah dibuang"
"Hahaaha, sana buruan keluar, aku mau tidur"
"Iya iyaa, ratu melankolis, hati-hati tidur nya keterusan, takut besok gak bangun lagi"
"Astaghfirullah, mulut mu harimau mu"
Ku lihat Rena tertawa sangat keras sambil berlari menuju pintu kamar ku, ku ambil bantal kemudian ku lempar ke arahnya, sayang bantal itu hanya mendarat di permukaan pintu bukan di tempat yang ku unginkan.
Aku beruntung memiliki Rena, dia tidak hanya menjadi sahabat, dia bisa memposisikan diri menjadi siapa saja bagiku.Aku beranjak menuju nakas, membuka laci paling bawah dan mengambil sebuah kotak lusuh yang mana didalamnya terdapat sebuah buku bersampul langit malam berhias bintang.
Yang mana disetiap lembarnya terselip sebuah Potret beserta untaian kata.
Sudah satu tahun ini aku membiarkan nya tak tersentuh, terlalu menyakitkan, setiap membukanya rasa nya semua yang tertuang disana baru saja ku alami.
*****
Selalu sama, aku mengawali hari dengan segala kesakitan, entah bagaimana menghentikan ini, sudah dua tahun ini tidak ada pagi yang benar-benar cerah bagi ku, semuanya terasa suram, tidak ada beban yang terangkat di kepala ku setelah malam panjang.
Aku bergegas beranjak dari kasur menuju kamar mandi, mempersiapkan diri memasang topeng bahagia didepan semua orang.
*****
"Tiara sini sarapan dulu, aku bikinin nasi goreng nih"Aku melihat Rena sudah duduk didepan meja makan dengan 2 piring Nasi Goreng di atas nya. Rena tidak pernah membiarkan ku menyiapkan sarapan setelah wajan kesayangannya ku buat berlubang, setelah Tupperware tercintanya ku buat meleleh, Dan yang lebih parah setelah dapurnya hampir terbakar, aku hanya mendapat tugas membuat makan malam itupun jika kami tidak makan diluar, entah lah kenapa dia melarang ku berada didapur ketika pagi hari tetapi mengizinkan nya ketika malam hari.
"Eemmh Ren masakan kamu memang selalu terbaik"
"Ooh tentu saja, chef Rena gituloh"
Aku memutar bola mataku mendengar jawaban narsis Rena, tapi bukan narsis si memang enak masakannnya.
"Ra nanti kerja nya dijemput Ardi lagi? "
"Iya Ren, kekeh banget dia, takut ngerepotin padahal kita kan gk searah"
"Beeh mana ada yang ngerasa direpotin sama cemcemannya Ra, mau beda pulau pun ya diusahain"
"Ngaco lo, aku sama Ardi itu gk ada apa-apa"
"Itu mah dari sudut pandang kamu, coba tanya sama temen-temen yang lain, gk ada yang gk tau kalo si Ardi suka sama kamu"
"Ardi gk pernah bilang suka tuh"
"Yeee maemunah, gk dilisanin bukan berarti gk yaa, coba bayangin cowok mana yang mau antar jemput cewek yang rumahnya gk searah, mesti muter jauh banget, yang rela pasang badan disetiap kamu punya masalah, semua yang dia lakuin ke kamu itu karena dia suka sama kamu"
"Ya bisa jadi kan karena dia memang orang nya baik"
"Mana ada orang baik yang baik nya cuma ke satu orang Ra, Ardi itu terlalu fokus ke kamu"
Tin tin Tin
"Noh panjang umur orang nya"
"Kamu berangkat nya ikut kita ya Ren"
"Big No, gk mau ganggu rencana pdkt nya Ardi"
"Apaan si, udah lah aku berangkat, hati-hati kamu kerja nya"
*****
Kulihat Ardi menyender di kap Mobil nya, tersunyum manis menatapku, selalu tampil menawan dengan gaya casual nya, terlihat santai tapi begitu menarik, aku bingung kenapa dia masih betah sendirian, tidak sulit bagi lelaki seperti dia untuk mendapat kan wanita, tetapi kenapa kekeh sekali mendekati ku.
Aku bukan tidak tau bahwa Ardi memiliki ketertarikan lebih terhadap ku, aku tau dari bagaimana cara dia memperlakukan ku, dari cara menatapku, tapi saat ini aku kesulitan membedakan mana yang benar tulus, mana yang hanya modus, dan mana yang hanya sebatas penasaran. Aku takut jika harus kembali berlumur darah di dalam luka yang sama.
"Pagi cantik, silahkan masuk"
"Ar nanti mampir ke toko buku sebentar yaa"
"Memangnya buku yang minggu lalu sudah selesai kamu bacanya"
"Iyaa Ar, kemaren ada launching buku baru"
Aku tidak mendengar Ardi bersuara menyahut, Dan ketika aku berpaling ternyata dia juga sedang menatapku sambil tersenyum jahil. Dia menjulurkan tangan nya lalu menyapu seauatu yang menempel diujung bibirku dengan jari nya.
"Habis makan apa si cantik, belepotan banget"
Aku terdiam, tapi bukan karena terpesona atau salah tingkah, aku terdiam menyimak rasa yang ditimbulkan atas situasi ini, dan masih sama tidak ada perasaan berbunga yang membuncah dihati ku, aku tidak merasakan apa-apa seperti yang wanita rasakan pada umumnya, sebegitu mati rasa kah hati ku, aku menghela nafas kapan semuanya kembali seperti semula, kapan aku bisa keluar dari jerat masa lalu ini, aku tidak hanya menyakiti diriku sendiri tapi juga orang-orang yang ada didekatku.
Setelah kejadian tadi, sepanjang perjalanan aku sibuk dengan pikiran ku sendiri, sedang Ardi, dia akan selalu memberiku waktu dan tidak akan pernah mengusik ketenanganku. Ardi selalu peka terhadap situasi hati ku, dia sampai hapal perubahan mood ku yang bisa begitu drastis tanpa protes sedikitpun, aku sendiri pun sanksi kenapa hatiku bisa tidak tersentuh sedikitpun terhadap lelaki seperti Ardi.
Satu pelukan hangat kudapat dari Ardi. Yaa, dia akan selalu melakukan ini ketika aku sudah turun dari mobilnya kemudian dia akan berkata,
"it's okay, semuanya akan baik dan hari ini akan jauh lebih baik"
Aku balas memeluknya singkat sambil mengucap terimakasih dengan tulus,
dan ajaibnya setelah itu aku seperti benar-benar merasa jauh lebih baik.Next Part selanjutnya yah
Semoga suka cerita nyaSalam manis😘
KAMU SEDANG MEMBACA
KABUT DI LANGIT MALAM
RomantizmTentang sesorang wanita yang berjuang keluar dari trauma akan pengkhiatan cinta yang dia alami, berjuang untuk sembuh, berusaha kembali menata hati dan kehidupannya. Note : diusahakan update 2 kali seminggu Malam minggu dan malam kamis