Melihat kenyataan yang ada, Lasmi selalu membawa nama baik sang bapak lewat prestasinya. Sejak SD, Lasmi selalu peringkat 1 kadang 2. Tidak pernah meleset dengan kedua angka itu. Bedanya dengan Arni selalu membawa hasil antara peringkat 6 sampai 10. Baru kemarin ia masuk 5 besar dan bapak memberikannya hadiah. Untuk mengambil nilai keadilan, bapak pun memberikan hadiah pada Lasmi apabila ia berprestasi. Bukan hal baru bagi Lasmi mendapatkan prestasi yang unggul, sehingga sudah pasti ia akan mendapatkan peringkat karena prestasinya sendiri.
Sejauh ini mereka hanya diasuh oleh sang ayah yang mana kasih sayang yang mereka rasakan tidak pernah kurang, walaupun tanpa seorang ibu. Sesekali lah mereka selalu merindukan sang ibu. Sampai kadang mereka beriming-iming ibu selalu tertawa ceria bersama mereka. Menurut sang bapak, ini bukanlah masalah. Wajarlah mereka sampai seperti ini. Di samping itu bapak selalu memberikan pengertian, bahwa sang ibu sudah melewati proses-proses yang diberikan Tuhan pada manusia. Sang bapak selalu mengatakan bahwa proses sang ibu lebih tinggi dari mereka. Sedikit lagi sang ibu akan mencapai puncaknya bertemu dengan Tuhan. Sang bapak juga memberikan pencerahan, kepergian ibu ini sebagai bentuk kasih sayang dan kerinduan Tuhan kepada Ibu. Lasmi dan Arni selalu mencerna, memahami lalu menerimanya segala nasihat bapak.
Seiring bergulirnya waktu, Lasmi dan Arni sudah semakin dewasa. Kini Lasmi kelas 1 SMA dan Arni kelas 6 SD. Sejauh ini, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan sang bapak untuk mengatasinya, yaitu sikap akur di antara mereka. Sang bapak dengan penuh kelembutan selalu saja memberikan nasihat kepada mereka berdua mengenai pentingnya menumbuhkan keakraban, kasih sayang dan hidup damai kepada sesama saudara. Akan tetapi sikap tegas bapak sangatlah kurang terhadap putri-putrinya sehingga mereka tetap mengikuti emosi diri dan mengabaikan nasihat bapak mengenai ini.
Sore yang menghangatkan, Ridho mulai bekerja. Walauoun sudah tamat SMA, Ridho memilih mengabdi pada pak Herman. Menurutnya, pak Herman sudah seperti bapak kandungnya sendiri. Ia merasa nyaman dengan segala yang ia terima selama tinggal di rumah pak Herman. Lasmi sedang membaca-baca buku langsung menghampiri Ridho yang sedang memasak sayur bening.
"Kak Ridho! Masak apa?" Tanya Lasmi menghampiri Ridho ke dapur.
"Oh, disuruh bapak masak sayung bening ini!" Ucap Ridho menunjukannya.
"Owh. Bapak di mana? Kebun?" Tanya Lasmi mengernyit.
"Tidak, kata bapak tadi, badannya agak tidak enak. Bapak mau makan sayur bening dan disuruh buat ini!"
"Yang benar saja bapak sakit?" Tanya Lasmi dan langsung ke kamar bapak.
Lasmi mencoba mengintai dan melirik dengan membuka kain pintunya perlahan. Bapak yang sedang berbaring membuat sedikit terbesit di hati Lasmi rasa ibah. Lasmi perlahan berjalan menuju bapak dan duduk di kursi di samping tempat tidur bapak dengan berhadapan.
"Lasmi!" Ucap bapak melirik ke Lasmi.
"Kenapa pak? Sakit?" Tanya Lasmi.
"Iya Lasmi. Bapak hanya menggigil. Paling sebentar sembuh." Ucap bapak dengan selimut tebal di badannya.
"Kalau gitu, saya ambil air hangat buat bapak!" Ucap Lasmi beranajak.
"Sudah, itu ada di meja,"
"Tapikan sudah dingin pak!" Ucap Lasmi sambil memegang secangkir air yang bertutup.
"Biar Lasmi ganti yang baru!" Ucap Lasmi berjalan dengan membawa secangkir air bekas minum bapak.
Lasmi kembali ke dapur dan kembali dengan membawa secangkir air hangat.
"Kak Lasmi. Kenapa?" Tanya Arni mengernyit dan menghampiri Lasmi di tengah perjalanannya menuju kamar bapaknya.
"Bapak!" Ucap datar Lasmi sambil berjalan terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang, Kembali pada Pangkuan
Teen FictionKebahagiaan tidak selamanya jadi pemenang. Jatuh bangun dalam usia belia sudah menjadi keharusan, sebab kehilangan sang pengendali; ayah dan ibu. Roda terus berputar; kadang titik roda ada di atas, kadang juga di bawa. Arni dan Lasmi adalah perempua...