Sang mantan

30 3 1
                                    

Aku cukup lama terdiam, menimbang-nimbang keinginannya untuk bertemu denganku. Apa yang dia inginkan?.

Sebenarnya aku sudah tidak berminat untuk bertemu dia, bahkan sekedar mendengar suaranya aku nggak mau.

Tapi aku tau siapa dia, laki-laki yang akan berusaha dengan segala cara agar keinginannya bisa terwujud. Termasuk saat dia menginginkanku jadi pacarnya.

Dia akan terus memborbardirku dengan telpon, pesan atau bila perlu dia akan cari tau alamat kantorku atau alamat messku.

Dan malam ini aku sudah sangat lapar, otakku tidak bisa berpikir jernih. Baiklah, akan aku terima permintaannya untuk bertemu denganku.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Nes, jangan galak-galak dong. Aku cuma ingin ketemu"

"Baiklah, nggak usah lama-lama ya"

"Oke Nes. Eh, kamu udah makan belum?"

"Belum, kamu jemput aku di mess ya" sambil kusebutkan sebuah alamat.

Biarlah dia tau, nanti kalau tidak diberitahu dia pasti akan cari tahu. Dari dulu dia selalu punya koneksi pertemanan yang banyak, yang bisa berguna untuk mencapai tujuannya.

"Aku mandi dulu, nanti kita makan diluar aja. Pikirkan satu tempat yang tidak terlalu jauh dari mess"

"Oke Nes, santai aja" kudengar tawa kecil. Hmmm, itu tawanya kalau keinginannya sudah tercapai.

Segera aku mandi, aku nggak mau dia berlama-lama menungguku. Aku berdandan sesederhana mungkin. Riasanku cukup bedak dan lipstik. Aku memakai dress putih berpotongan sederhana dan sepatu tanpa hak.

Oh ya, sejak bekerja aku mulai belajar memakai dress. Bukan karena Mahesa pernah memintanya. Tapi karena tuntutan pekerjaaanku. Ternyata memakai dress yang berpotongan sederhana membuat penampilanku berubah dan aku menyukainya.

Kutunggu kedatangannya diteras. Dia bilang sekitar 30 menit dia akan sampai. Karena posisinya tidak jauh dari messku.

Benar saja, dia datang sekitar 30 menit.

"Hai Nes!"

"Hai!. Kita pergi sekarang?"

"..."

Dia diam memandangiku.

"Hai Ben!"

"Kamu berubah Nes. Kamu cantik"

Ya Tuhan, dia mulai mengeluarkan jurus gombalannya.

****

Namanya Benedictus. Aku lebih suka memanggil dia Benji. Walaupun dia sering protes dengan nama panggilan itu.

"Nggak nyambung nama Benedictus dipanggil Benji. Kecuali namaku Benjamin. Itu baru pas Nes"

"Anggap aja itu panggilan mesra dariku, cuma aku yang memanggil kamu dengan  nama itu. Ya kan?"

"Terserahlah. Nggak ada gunanya juga protes sama kamu"

Biasanya aku akan tertawa sambil memandang wajahnya yang cemberut.

"Nanti berkurang gantengmu Benji"

***

Malam ini dia tampil berbeda, dengan kemeja yang digulung lengannya sesiku dan celana denim. Biasanya kalau dulu kami bertemu, dia akan memakai kaos oblong atau kaos berkerah. Mungkin karena saat itu kami masih sekolah. Saat ini dia terlihat rapi.

"Kalau dulu kita ketemu, kamu selalu dengan penampilanmu yang tomboy. Sekarang lihat dirimu memakai dress. Aku suka kamu seperti ini Nes"

"Terima kasih buat pujiannya Ben. Tapi sekarang  aku sudah sangat lapar. Aku lebih butuh makan daripada pujian"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anesta dan Mahesa ( Sudah dicetak )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang