“Ada orang pingsan!”
Suara gadis itu melengking. Telingaku masih dapat mendengar meski mataku memejam. Dari suara dan tarikan napasnya, kutaksir posisi gadis ini persis di samping.
Sekarang langkah kakinya terdengar bergerak. Lalu teriakan yang sama ia keluarkan lagi ke arah lain. Lebih cemas dari sebelumnya. Saat suara kaki berdatangan, kesadaranku sudah semakin lemah. Aku terlalu lelah untuk menyimak semua.
***
Julian menatapi orang-orang yang mengelilinginya. Di samping ranjang tempat pemuda berambut lurus panjang itu terbaring, ada meja kecil dengan segelas susu dan dua mangkuk. Beberapa bulir buah anggur menjuntai di salah satu mangkuk.
Aku yang telah lebih dulu sadar hanya dapat menyaksikan adegan itu dari balik lubang kecil seukuran mata. Keringat di kening Julian serupa titik-titik embun pada permukaan daun. Cuaca memang panas. Ia mengusap leher.
“Aku haus … boleh minta air? Dan di mana ini? Siapa kalian?” Julian mulai menceracau.
“Syukurlah kau sudah sadar, Anak Muda. Di samping kirimu ada susu, buah dan sup kacang. Makanlah, pulihkan tenagamu.” Suara wanita paruh baya. “Tak perlu cemas, kau ada di Candlenut.”
“Siapa namamu, Nak? Kau masih ingat?” tanya wanita lainnya yang lebih tua.
“Kepalaku tidak terbentur batu sehingga aku lupa ingatan, Nyonya. Aku hanya kehabisan perbekalan. Namaku Julian Anthony.” Jawab Julian sembari membenahi posisi duduknya, masih di atas pembaringan. ”Dan kuharap tidak ada pertanyaan lain setelah nama. Maaf, Nyonya. Dan ibu-ibu semua.” Remaja itu kemudian memberi isyarat, meminta ijin untuk menyantap hidangan. Wanita yang dipanggil nyonya terkekeh.
“Jangan nyonya. Panggil saja Bibi, Nenek atau Bu. Begitu juga pada yang lainnya.” Tukasnya, sembari mengedarkan pandang ke seluruh ruangan.
Julian turut menatapi ruangan yang semakin ramai. Wajah bocah itu menampakkan rasa terkejut, persis yang kualami dari sini. Hampir semua yang ada di sana adalah wanita, anak-anak dan sebagian kecil lelaki tua. Tak ada yang sepantaran Julian. Oh, kuralat ada satu di dekat pintu. Seorang pemuda dengan dua tongkat yang menyangga tubuhnya. Aku menangkap ada keganjilan di sini.
“Baiklah, semuanya, saatku untuk pamit, melanjutkan perjalanan. Bagaimana aku harus berterimakasih atas kebaikan kalian ini?”
Pertanyaan itu tentu hanya basa-basi Julian saja. Tapi mereka sekarang saling melempar senyum.
“Kau serius dengan pertanyaan itu? Jika demikian, kau kami tahan untuk sementara. Maaf.”
“Eh? Maksud kalian?” ekspresi Julian bingung. Lalu dia seperti menyadari satu hal. “Aku hampir terlupa! Di mana temanku?”
“Teman?” tanya wanita pertama. “Ooo, ya tentu. Temanmu sudah pulih juga, ada di samping ruangan ini,” lanjutnya.
“Aku ingin melihatnya.” Kawan seperjalananku tersebut menurunkan kaki dari ranjang. Saat tubuhnya sedikit sempoyongan, cepat-cepat dia menggetarkan kepala. “Ah, mana boleh aku lemah begini. Memalukan!” rutuknya.
Julian sedang meraba pinggang—memastikan satu hal lain—saat wanita kedua yang lebih tua, memberi isyarat pada seorang gadis. Mendapati benda berbentuk silinder yang dicari masih tersemat, Julian menghela napas lega. Walau kemudian keningnya di balik kain penutup kepala tampak berkernyit, melihat ia dikawal si gadis. Aku belum bisa menelisik apa yang tengah terjadi di sini.
***
Langit cerah menyemangatiku menikmati kudapan di lapangan rumput. Rambut Julian menari-nari dikibarkan angin. Tangannya asyik membuka-tutup lubang-lubang seruling. Berpadu dengan udara yang ia tiupkan dari mulut, membentuk satu lantunan. Selalu lagu yang sama, gubahannya sendiri. Lagu bernada panjang dan sendu. Itu adalah senandung rindu pada sosok orangtua. Ibunya wafat, usai melahirkan kawanku ini. Ia lalu dibesarkan oleh kakek-neneknya. Dan pada hari yang sama, aku yang tak bertuan bertemu mereka. Menjadi teman Julian sejak bayi hingga kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Scroll
FantasyJulian ditemukan tak sadarkan diri di depan gerbang Candlenut. Sebuah wilayah, yang penduduknya hanya kaum wanita, anak-anak, orangtua dan laki-laki tak berdaya. Baginya hanya kebetulan semata dia terdampar di sana. Termasuk, pertemuan dengan Douis...