"KENAPA, Jupe?" tanya Hans. "Apa sebabnya kami jangan jauh-jauh dari losmen?" Ia bertanya sambil memanjat tangga, ke luar dari lubang yang akan dijadikan kolam renang. Sedang Konrad tetap berada di bawah."Lebih baik tidak kujelaskan dulu," kata Jupe. "Soalnya akan sangat memalukan bagi kalian- bagi kita semua- jika aku kemudian ternyata keliru. Tapi percaya sajalah padaku. Harap kalian tetap di sini, karena mungkin nanti aku memerlukan kalian."
"Tentu saja kami mau percaya padamu, Jupe," kata Hans. "Baiklah- bersenang-senanglah di tempat perkemahan," katanya menyambung, dengan nada ragu.
Setelah itu Jupe mendatangi Bob dan Pete yang baru saja ke luar dari rumah, setelah memberi tahu Anna bahwa mereka hendak bermain-main ke luar sampai malam. Dengan cepat ketiga remaja itu mengumpulkan semua yang diperlukan untuk makan malam, dari tempat mereka berkemah di bawah pepohonan tusam. Ketika mereka sedang sibuk, Jensen datang dengan mobilnya, sementara Smathers muncul dari hutan di seberang jalan.
Kedua orang itu naik ke beranda depan, lalu mengenyakkan diri ke kursi- kursi yang tersedia di situ.
Ketika melihat mereka, Jupiter mendengus.
"Mudah-mudahan saja mereka tetap di situ terus," katanya. "Saat ini aku belum tahu, apa peranan mereka dalam urusan ini."
"Peranan yang bagaimana, Jupe?" tanya Pete. "Ada apa sih, sebenarnya?" "Nanti, nanti," kata Jupe dengan sikap tidak sabar.
Ketika anak-anak hendak meninggalkan pekarangan losmen, Joe Havemeyer muncul di beranda depan.
"He-mau ke mana kalian, begitu terburu-buru kelihatannya?" serunya. Nada suaranya ramah. Tapi tatapan matanya memancarkan kecurigaan. "Sialan!" umpat Jupiter lirih. Ia langsung memasang tampang ketolol- tololan, lalu menghampiri beranda dengan langkah santai.
"Kami hendak masak di tempat perkemahan malam ini," katanya polos. "Kalian ini kelebihan energi rupanya," kata Havemeyer. "Sebaiknya kalian ditahan saja di sini, lalu disuruh bekerja... bekerja..." Havemeyer tidak melanjutkan kalimatnya. Air mukanya berubah warna,
nampak kekuning-kuningan. Jupe terkejap. Kemudian disadarinya bahwa bukan wajah Havemeyer yang menjadi kuning, melainkan warna langitlah yang berubah.
Ia mendongak. Dilihatnya asap mengepul tebal, menutupi matahari.
"Di sana!" seru Pete sambil menuding. Di sebelah utara losmen, di lereng yang berhutan di sebelah atas tempat perkemahan, asap yang mengepul nampak lebih tebal dan gelap. Seketika itu juga nampak nyala api yang menjilat ke atas. Segumpal abu putih melayang turun, jatuh di atas rambut Havemeyer. Jensen dan Smathers bergegas turun dari beranda, agar bisa lebih jelas melihat.
"Angin mengembus kemari," kata Havemeyer. Suaranya nyaris berbisik. Ia nampak seperti terpukau. Tangannya mencengkeram sandaran pagar beranda.
Dari arah jalan terdengar deru mobil datang. Itu mobil yang tadi diparkir di tempat perkemahan, ketika anak-anak turun dari gunung. Kendaraan itu meluncur dengan liar, menuju ke losmen. Pete lari ke jalan sambil melambai-lambai. Mobil itu berhenti dengan cepat.
"Bagaimana keadaannya?" seru Pete pada laki-laki yang memegang kemudi.
"Gawat!" balas laki-laki itu berteriak. "Kalian cepat-cepat saja menyingkir dari sini. Kayu di dalam hutan kering sekali. Aku tadi secara tidak sengaja menjatuhkan rokokku yang menyala. Tahu-tahu ada angin, lalu dengan sekejap mata seluruh lereng sudah dimakan api!"
Hans muncul sambil berlari-lari dari belakang losmen.
"Anna!" teriaknya. "Anna! Konrad! Cepat-ada kebakaran di gunung!" Wanita yang ada di dalam mobil berteriak.
"Cepat, Harold, kita harus lari dari sini!" Laki-laki yang memegang kemudi menginjak pedal gas dengan mengejut. Roda-roda mobilnya berputar kencang dijalan yang berdebu.
"Hans! Konrad!" Joe Havemeyer rupanya sudah sadar lagi. Ia lari menuruni tangga beranda, lalu menyambar selang air yang tergulung di dekat situ. "Ambil tangga panjat!" serunya pada Hans. "Kita harus membasahi atap!"
Seekor kijang muncul dari dalam belukar di seberang jalan. Ia nekat lari memasuki jalan ke losmen, lewat di depan orang-orang yang melongo, menuju ke lereng tempat main ski.
Mr. Smathers mengucap-ucap dengan suara serak karena gugup. "Aduh, orang-orang itu! Penjahat! Pembunuh!" Laki-laki bertubuh kecil yang nampak kebingungan itu lari menyusul kijang.
"Mau ke mana?" Mr. Jensen menyambar lengan Smathers.
Seekor tupai yang ketakutan lari di depan kedua orang itu, menuju lereng tempat main ski. "Lepaskan!" teriak Smathers. "Anda tidak melihat, ya? Binatang-binatang itu lari ke dataran tinggi!" "Tapi api mengarah kemari," kata Jensen mengingatkan. "Kalau Anda ke sana, bisa terjebak nanti!" Smathers melepaskan diri dari pegangan orang yang lebih muda itu. "Aku harus ke atas," katanya, lalu cepat-cepat lari ke arah lereng. Saat itu Anna bergegas muncul dari dalam rumah. "Joe!" teriaknya. "Kita harus lari, Joe!"
"Tidak!" Sementara itu Havemeyer sudah membuka keran air. Ia mundur beberapa langkah, lalu mengarahkan ujung selang ke atap rumah. "Kita harus menyelamatkan tempat ini. Aku tahu kita akan aman, jika tetap di sini!" Konrad menghampiri Anna, lalu memegang lengannya. "Kami akan membawa sepupu kami pergi dari sini," katanya pada Joe Havemeyer. "Kau kan mau ikut, Anna?" Anna berpaling, menatap ke arah api. Nampaknya kini sudah semakin dekat. Tidak sampai satu mil lagi dari losmen. Angin yang bertiup terasa panas. Abu putih menyelimuti
tanah. "Kau ikut," kata Konrad sekali lagi. Anna mengangguk. "Jupe," kata Konrad. "Pete, Bob-ayo masuk ke mobil." "Tunggu sebentar!" seru Jupiter.
"Tunggu apa lagi?!" Konrad membimbing Anna, mengajaknya ke tempat parkir. "Cepat, masuk ke mobil!"
"Tapi kita harus menemukan Anna," kata Jupiter. "Apaa?"
Konrad menatap Jupiter, lalu memandang wanita yang ada di sebelahnya. Wanita itu berdiri seperti terpaku di tanah, dengan sikap berjaga-jaga. Jupiter merasa seperti melihat air mukanya berubah menjadi pucat.
Tapi ia tidak yakin, karena asap tebal menggelapkan lingkungan. "Mana Anna?" tanya Jupiter.
Selang yang dipegang Havemeyer terlepas dari tangannya. "Jangan ngaco!" tukasnya.
Tapi Jupiter tidak mengacuhkannya.
"Anda Mrs. Havemeyer," katanya pada wanita yang selama itu mengaku bahwa ia Anna. "Mana Anna Schmid? Cepat-katakan!"
"Mana Anna Schmid?" Jensen nampak seperti orang teler. "Anda bukan Anna Schmid?" katanya pada wanita itu. Wanita itu meluruskan sikapnya. Ia kelihatannya sudah berhasil menguasai dirinya kembali. "Dulu aku bernama Anna Schmid," katanya. "Dan sekarang aku Anna Havemeyer. Itu kan Anda ketahui." Ditatapnya Jensen lurus-lurus. "Aku ini Anna Schmid, dan aku akan ikut dengan kedua sepupuku." "Tidak!" Dengan cepat Jupiter menghampirinya. Tahu-tahu wanita itu lari, menuju ke mobilnya. "He!" Jensen mengejar, berusaha memegang bahu wanita itu. "Jangan lari!"
Anna berusaha menghindar. Ia tersandung ketika tangan Jensen menggapainya. Wanita itu terjatuh. Rambut pirangnya yang dikepang melingkar di atas kepala terlepas, lalu terguling-guling sebelum akhirnya tergeletak di tanah. Seketika itu juga Anna berdiri, lalu berlari lagi menuju mobilnya. Rambutnya yang asli ternyata pendek. Warna aslinya coklat, tapi kelihatan dipucatkan.
"Kau bukan Anna!" seru Hans.
Konrad berhasil mengejar, ketika wanita itu sudah sampai di mobilnya dengan berusaha membuka pintu dengan gugup.
"Mana sepupuku?" bentaknya. "Mana Anna?" Wanita itu meringkuk, bersandar ke mobil.
"Dekat padang rumput di atas sana ada pondok, kan?" kata Jupiter. "Di sanakah Anna?" Wanita itu hanya mengangguk.
Konrad melepaskannya. Sedetik kemudian ia sudah lari mendaki lereng, diikuti oleh Hans serta anak-anak. Mereka menuju ke dataran tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
(20) TRIO DETEKTIF : MISTERI GUNUNG MONSTER
Science Fiction"Ada kasus baru lagi untuk Trio Detektif," katanya kita akan menyelidiki suami orang. itu akan aneh!!!! Alih bahasa by Agus Setiadi .Edit & Convert: inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi