BAB 16 TINDAKAN MR.SMATHERS

63 21 1
                                    

BEGITU Mr. Smathers masuk, lolongan tadi langsung lenyap.

"Nah, nah," kata Mr. Smathers. "Aku tahu keadaannya gawat, tapi kau takkan apa-apa." Anak-anak mendengar suara geraman. "Ya, ya, aku tahu," kata Mr. Smathers lagi. "Tapi kau pasti aman, jika ada di dekatku terus." Geraman kini berubah menjadi bunyi yang lebih lembut-hampir- hampir seperti dengkuran. "Ayo ikut," kata Mr. Smathers membujuk. "Kau menyebabkan nyonya itu ketakutan. Masa tidak malu?!" Anak-anak berpandang-pandangan. Mereka merasa seperti sedang mimpi.

Mr. Smathers muncul di ambang pintu pondok. Dan tidak jauh di belakangnya, makhluk besar itu. Makhluk bersosok besar dan menyeramkan. Setengah manusia, dan setengah binatang. Makhluk itu mengikuti Smathers dengan sikap sejinak anjing yang terlatih baik. "Kami akan ke tempat yang lebih tinggi, di atas batas pepohonan," kata Smathers pada orang-orang yang masih memandang dengan heran. "Di sana kami aman. Tolong, salah seorang dari kalian melihat wanita itu.

Keadaannya payah."

Setelah itu ia pergi, diikuti makhluk aneh itu. Mereka berjalan dengan cepat di antara pepohonan, menuju tempat yang lebih tinggi. Dengan segera mereka sudah lenyap dari pandangan, ditelan asap tebal. "Anna?" Hans menyingkirkan serpihan kayu bekas pintu dengan kakinya, lalu melangkah masuk ke dalam pondok. Konrad dan anak-anak menyusul masuk, berebut-rebut.

Mereka melihat Anna Schmid meringkuk di dekat dinding belakang pondok. Ruangan sempit itu gelap. Tapi anak-anak masih bisa melihat bahwa wanita itu persis sekali wajahnya seperti wanita yang ada di losmen. Tapi Anna Schmid yang asli berambut kusut, sedang pakaiannya kumal.

"Hans?" kata wanita itu. "Konrad? Benar-benar kaliankah ini?"

"Kau harus dengan segera kami keluarkan dari sini, Anna." Hans berlutut di samping wanita itu. "Bisakah kau berdiri?"

Anna berusaha berdiri, sambil berpegangan pada Hans. Hans menolongnya. Dipegangnya pinggang wanita yang gemetar itu, sementara Konrad membimbingnya. "Kita cepat-cepat pergi dari sini, ya?" kata Konrad.

Anna mengangguk. Air matanya mulai bercucuran, menyebabkan timbulnya garis-garis pada mukanya yang dekil. "Yang itu tadi," bisiknya, "binatang apakah itu?"

"Kita cepat-cepat pergi saja sekarang, Miss Schmid," kata Jupiter mendesak. "Nanti masih ada waktu untuk bicara."

Anna Schmid melangkah ke luar dari tempat ia dikurung. Sikapnya bungkuk, sedang langkahnya tertatih-tatih, seperti wanita yang sudah uzur. Tapi beberapa langkah kemudian ia sudah mendongak, lalu memandang Hans dan Konrad berganti-ganti sambil tersenyum lemah. Ditegakkannya tubuh, lalu disalaminya kedua sepupunya.

"Ayo cepat!" kata Bob dengan suara memohon. "Ya, kita akan cepat-cepat," kata Anna.

Sesampai di tepi padang rumput, langkah Anna sudah hampir secepat Pete. Tapi ia masih tetap berpegangan pada kedua sepupunya.

Saat mereka muncul dari dalam hutan, sebuah pesawat terbang bertubuh gendut melintas dengan pelan di atas kepala. Pesawat itu menuju ke utara, ke tempat yang paling tebal asapnya, lalu menghamburkan cairan ke bawah.

"Pesawat penyembur bahan pemadam api," kata Bob. "Mudah-mudahan saja kebakaran bisa dijinakkan dengannya. Kalau tidak, kita akan terpaksa ikut lari ke atas batas pepohonan pula."

Pete berlari-lari mendului. Ia yang paling dulu sampai ke seberang padang. Ia berdiri di tepi atas lereng tempat main ski, sambil memandang ke bawah.

"Bukan main!" serunya.

"Ada apa?" tanya Jupe sambil berteriak.

"Ada bulldozer di bawah, merambah semak agar api tidak bisa menjalar. Kurasa Sky Village tidak jadi dimakan api."

"Lalu losmenku?" tanya Anna. "Masih adakah losmenku?" "Agak angus kelihatannya," jawab Pete, "tapi masih utuh."

Anna berhenti sebentar di tepi atas lereng, untuk memperhatikan adegan yang sedang berlangsung di bawah. Bulldozer bergerak mundur- maju dengan bunyi membisingkan telinga, membabat belukar untuk

melapangkan tempat antara losmen dan api. Dijalan banyak sekali orang berkerumun dan bergegas-gegas. Sebuah pesawat bertubuh gendut melintas lagi di atas kepala, lalu menghamburkan muatannya di atas api. Kemudian terasa angin sejuk mengembus. Dengan tiba-tiba hawa di padang sudah segar kembali. Angin berubah arah.

"Sky Village tidak jadi terbakar," kata Anna, lalu mulai menuruni lereng. Beberapa kali ia nyaris saja tersungkur, kalau tidak cepat-cepat ditahan oleh Hans dan Konrad. Tapi Anna tidak mau tinggal di atas, menunggu bantuan dari desa. Ketika sampai di kaki lereng, tubuhnya menggigil dan langkahnya terseok-seok. Tapi kepalanya terangkat tinggi.

Beberapa petugas pemadam kebakaran memakai topi helm bergegas lewat di depannya, sibuk dengan tugas mereka. Gabby Richardson juga ada di situ, membasahi atap dengan air yang disemburkan dengan selang. Gunanya agar percikan api jangan sampai bisa menimbulkan kebakaran.

Anna memandang Richardson sambil tersenyum.

"Anda memang sahabat sejati," kata Anna. Richardson menoleh sebentar ke arahnya.

"Nanti kalau aku sudah punya waktu," katanya, "aku ingin mendengar apa sebenarnya yang terjadi di sini. Orang yang di dalam, sedikit pun tidak mau mengatakan apa-apa." Ia mengatakannya sambil menganggukkan kepala ke arah losmen.

"Orang yang di dalam?" tanya Jupiter.

"Jensen," kata Richardson menjelaskan. "Ia ada di dalam, menunggu kalian."

Hans, Konrad, Anna, dan anak-anak naik ke beranda depan, lalu masuk ke Slalom Inn.

Mr. Jensen, orang yang mengaku juru foto kehidupan alam, ternyata menunggu di dalam. Ia duduk di sandaran lengan salah satu kursi besar yang berlapis kulit di ruang duduk. Wanita yang mengaku bahwa ia Anna duduk di atas sofa, di depan Jensen. Rambutnya yang pendek dan dipucatkan warnanya nampak acak-acakan. Matanya yang mendelik nampak merah, seperti habis menangis. Laki-laki yang bernama Joe

Havemeyer tergeletak di depan kakinya. Kelihatannya seperti sedang tidur.

"Apakah yang terjadi di sini tadi?" tanya Bob. Jensen memandang Anna dengan mata terbelalak.

"Miss Anna Schmid?" katanya, lalu memandang Anna yang palsu. "Luar biasa! Jika rambutnya tidak lain, keduanya sama sekali tidak bisa dibedakan."

"Apa yang terjadi tadi?" tanya Bob sekali lagi, sambil menuding ke arah Havemeyer yang tergeletak di lantai.

Jensen meringis. Wajahnya yang tidak tampan, saat itu nampak riang. "Aku menembaknya," katanya, "dengan senapan pembiusnya sendiri!"

(20) TRIO DETEKTIF : MISTERI GUNUNG MONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang