16 GAngguan lain

15.7K 2.7K 91
                                    


Untung saja saat aku menjemput icha, Hendra tidak berulah lagi. Dia bahkan mengatakan tidak akan mengganggu Icha terlebih dahulu karena sedang menyelesaikan masalahnya dengan Lia. Aku sendiri memang tidak mau berbicara dengannya setelah umpatan dan makian dia kemarin. Meskipun Hendra sudah meminta maaf kepadaku langsung saat kemarin aku ke sana. Aku rasa memaafkannya hanya akan membuatnya tidak jera. Dia pasti akan menghinaku lagi dan lagi kalau ada kesempatan. Tapi hari-hari terakhir sepertinya lebih tenang sejak Hendra memang tidak mengganggu lagi, Abimanyu juga menjaga jarak dia menurutiku untuk tidak sering datang ke toko. Tapi masih berkomunikasi lancar denganku. Aku tidak mau terlalu memikirkan hal itu, kami hanya menjalani ini secara perlahan. 

"Bunda, ada yang cariin."
Teriakan Icha dari ruang tamu membuatku mengernyitkan kening, kumatikan kompor karena sayur sop yang aku masak sudah matang. Segera mencuci tangan dan melangkah ke depan. Ini sudah pukul 7 malam, aku dan Icha baru saja akan makan malam setelah pulang dari toko.

Icha langsung berlari ke arahku sambil menggendong bonekanya, saat aku muncul dari balik tirai. Di atas sofa sudah duduk Pak Rayan, salah satu tetangga yang memang aku kenal ramah dan sangat baik dengan Icha.

"Owh, malam Pak, ada perlu apa ya?"
Aku segera duduk di depannya dengan Icha kini meminta berada di pangkuanku.

Pak Rayan tersenyum, pria berkumis itu kini menegakkan diri dan menatapku dengan lekat. Sebenarnya aku risih ditatap seperti itu.

"Owh endak Mbak Gendhis, saya cuma sedang patroli kampung, kebetulan malam ini saya yang bertugas."

"Owh..."
Aku hanya bisa menjawab itu, pasalnya kalau berpatroli kenapa harus masuk ke dalam rumah seperti seorang tamu? Bukankah harusnya di luar saja?

"Ini, saya bawakan kue buat Icha, sini Dek Icha."
Dia mengeluarkan kantung plastik yang isinya kardus warna merah muda dan di dalamnya ada kue pukis kesukaan Icha. Tentu saja Icha antusias menerimanya.

"Bilang apa sama Pakde Rayan?"
Aku menunduk ke arah Icha yang langsung tersenyum "Makasih, Pakde."
Pak Rayan membalasnya dan tersenyum, tapi aku langsung menginterupsi 

"Pak, maaf, anda ndak perlu repot begini."
Dia malah kini tersenyum lebar, lalu menatapku lagi dengan tatapannya itu. Kenapa aku jadi merasa tidak nyaman seperti ini?

"Icha itu perlu sosok seorang bapak lho Mbak Gendhis."
Ucapannya makin membuatku gelisah. Dia sepertinya ada tujuan bertamu ke sini. Padahal seingatku dia sudah mempunyai istri yang jauh lebih cantik dariku. Tapi entak kenapa firasat buruk menghinggapiku.

"Makasih atas perhatiannya, Pak."
Akhirnya aku menjawab itu, tapi Pak Rayan kini malah bersikap seolah-olah kehadiranya diterima di sini. Dia dengan santainya menyandarkan tubuhnya di sofa. Lalu bertopang kaki. 

"Maka, saya siap jadi suami Mbak Gendhis, dan bapak dari Icha, saya akan memberikan rumah yang lebih layak dari ini, memenuhi kebutuhan rumah tangga dan menjamin kalian berdua tidak akan kelaparan."
Astaga.

Aku berbisik kepada Icha untuk masuk ke dalam, untung saja dia menurut. Aku tidak mau Icha mendengar percakapan seperti ini.  Setelah Icha berlalu aku segera menguatkan hati untuk menolak hal tersebut.

"Maaf, Pak. Tapi saya sudah mempunyai calon suami."
Jawabanku tentu saja membuat wajah Pak Rayan memerah, aku tahu dia sangat tersinggung. Tapi sebelum Pak Rayan mengucapkan sesuatu, dobrakan di pintu membuat kami terkejut. Pak Rayan bahkan sudah beranjak berdiri, aku sendiri menatap ambang pintu dan menemukan Bu Widya, istrinya Pak Rayan tengan berkacak pinggang dan menatapku dengan murka. 

"Heh, Sundal. Kamu godain suamiku terus ya? Dasar janda gatal." Dia menunjukku dengan telunjuknya, lalu beralih ke Pak Rayan lalu menaboki lengan pria itu.

"Oalah Pa, aku ki kurang opo to? Semok, bahenol aku daripada janda gatel ini. Kamu dikasih opo to sama dia?"

Dan Pak Rayan hanya bisa memohon ampun, sedangkan tetangga sebelah rumah sudah mulai berdatangan. Aku sendiri tidak bisa mengatakan apapun. Yang aku takutkan Icha mendengar semua ini. Lalu suami istri itu berlalu pergi, dan para tetangga menatapku dengan sinis. Sungguh, ini situasi yang tidak bisa aku hindari. Saat mereka semua sudah pergi, dan pintu yang tadi didobrak rusak, aku hanya bisa terduduk di lantai dan menangis. Kenapa fitnah itu hadir di saat kondisiku seperti ini?
**** 

Keesokan paginya, aku mendapati ada yang memasang tulisan tidak senonoh di depan pintu depan. Aku langsung membuangnya agar Icha tidak membacanya. Semalam saja, dia bertanya ada keributan apa, dan aku hanya menjawab ada maling. Aku tidak mau dia terkena dampak seperti ini. 

Saat siang, Abimanyu tiba-tiba datang ke toko. Kami sudah tidak bertemu selama seminggu ini. Dia membawakanku makan siang, dengan Maya juga. Bahkan menawarkan diri untuk menjemput Icha.

"Kamu kenapa? Ada masalah?"
 Kenapa dia selalu saja terlalu peka?

Kami sedang duduk di dalam mobilnya di depan sekolahan Icha sambil menunggu jam pulang Icha. Aku hanya menggelengkan kepala, tidak mau mengganggunya dengan masalahku.

"Jangan bohong."
Dia kini sudah sepenuhnya berputar menghadapku, membuat dia bisa menatapku lekat. Bahkan kini dia mengernyitkan kening.

"Kamu habis nangis semalaman?"
Aku kembali menggelengkan kepala dan hal itu membuat Abimanyu malah semakin mendekatkan wajahnya untuk menatapku. Tentu saja aku canggung mendapati sikapnya yang seperti itu.

"Mas."
Aku menjauh darinya dan membuat Abimanyu akhirnya menyerah. Untung saja Icha keluar dari dalam kelas dan mengalihkan perhatian Abimanyu. Dia segera keluar dan menyambut Icha. Anak itu senang sekali karena Om Dokternya yang menjemput. Dia berceloteh dengan riang, dan membuatku lega karena Abimanyu sedikit melupakan pembicaraan kami.

"Om, semalam Bunda dimarahin ama orang."
Aku yang baru saja menyandarkan kepalaku di jok, kini menegakkan diri lagi. Icha yang duduk di belakang membuat Abimanyu langsung menatapku.

"Dimarahin?"
Abimanyu menatap Icha dari kaca spion. Aku sendiri sudah berbalik ke arah Icha dan menggelengkan kepala.

"Iya. Ampe nangis dan pintu depan rusak."

******* 

Abimanyu marah. Dia diam saja sejak pulang mengantar Icha ke toko, tapi kemudian dia malah memaksaku untuk ke rumah kontrakan. Dan saat melihat kondisi pintu yang memang aku perbaiki seadanya, wajah Abimanyu terlihat merah padam. Dia membenarkan pintu itu dalam diam. Padahal aku sudah menjelaskan semuanya dan meminta pengertiannya.

"Mas..."
Aku memanggilnya saat dia selesai membenarkan pintu. Peluhnya bercucuran, dan kini dia duduk di sofa. Aku sudah membuatkannya teh hangat yang memang langsung diminumnya.

"Aku akan carikan rumah lagi, bukan di sini. Kalian harus pindah."
Akhirnya aku memang sudah menceritakan tentang semalam. 

"Nggak usah Mas, aku masih ada 9 bulan lagi di sini, uangnya kan sayang."
Abimanyu kini menatapku dengan matanya yang sepertinya tidak mau dibantah itu.

"Dan membiarkanmu dilecehkan dan difitnah lagi? Kamu senang dengan situasi ini?"
Sindirannya membuatku menghela nafas. Memijat pelipisku yang makin berdenyut sejak semalam.

"Bukan seperti itu. Aku cuma nggak mau merepotkan Mas."

Rahang Abimanyu terlihat mengetat, dia menahan emosi aku tahu itu. Sejak aku menceritakan sikap Pak Rayan kepadaku, dia bahkan ingin mendatangi rumah pria itu.

"Nikah sama aku Ndis, kalau kamu nggak mau merepotkanku. Kamu akan jadi tanggung jawabku."
Ucapannya yang spontan itu tentu saja membuatku menggelengkan kepala.

"Tanpa restu seorang ibu? Aku tidak mau Mas, sudah cukup, dulu mertuaku juga tidak menyukaiku. Aku tidak ingin mengulangnya lagi."
Kali ini Abimanyu menatapku dengan muram, bahkan dia meraup wajahnya dengan kedua tangan. Dia pasti juga merasakan hal ini.

"Kalau begitu, sementara kamu tinggal di apartemenku saja. Sementara ini, aku ada di rumah keluarga karena kosong ditinggal Bapak dan Ibu ke Singapura. Apartemenku kosong Ndis."

"Tapi Mas..."

"Jangan menolak lagi kali ini, atau aku akan menikahimu segera walau tanpa restu Ibu."

Bersambung

jangan bilang kok lama updatenya ya, jangan bilang kok sedikit update nya ya. Apresiasi ceritanya saja oke oke

Repihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang