⟨09⟩ 'Unpredictable

387 67 15
                                    

Bel istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu. Suasana kantin yang mulanya sepi kini telah dipenuhi oleh beberapa murid serta karyawan sekolahan. Jehan dengan tangan membawa nampan berisi makanan siang itu tengah menyusuri deretan bangku.

Dia putuskan untuk menempati bangku pojok belakang dimana tempat yang jarang dilirik oleh semua orang. Mulai membuka bungkusan snack ringan serta mengaduk ramen yang ia pesan tadi. Menikmati makan siangnya dengan tenang tanpa gangguan.

Hingga disaat suapan kedua itu gendang telinganya menangkap bisikan dari bangku sebelah. Jehan melirik tepat dimana sekelompok gadis tengah curi pandang padanya.

Hah, mereka mulai lagi. Dasar penggosip...

Jehan hanya diam, memang sudah terbiasa dia menjadi bahan gosipan saat di kantin. Tak jarang telinganya mendengar bagaimana mereka mengatakan jika ia sosok penutup, sombong atau bahkan tidak memiliki hati serta perasaan. Siapapun boleh berspekulasi demikian jika yang mereka lihat hanya dari luarnya.

Mereka tidak tau bagaimana rasa kesepian yang Jehan alami tapi lepas dari itu semua dirinya juga merasa takut jika memiliki teman. Takut jika bukannya menghibur malah membebani. Maka dari itu selama hampir tiga tahun duduk di bangku SMA ini tak ada seorangpun yang ia dekati atau orang mendekati dan berteman dengannya.

Toh, itu bukan masalah besar juga. Setidaknya Jehan tidak akan repot mendengar ocehan seseorang. Jehan itu senang dengan kesendirian namun juga merasa kesepian tapi tidak ingin memiliki teman atau mungkin belum. Aneh tapi itulah dia.

"Apa kau tidak risih dengan mereka Bahkan aku saja muak mendengar gosip murahannya"

Suara itu berhasil menghentikan pergerakan Jehan. Diliriknya sosok yang tengah berdiri dengan Cup berisikan Jus ditangannya.

"Ah, aku lupa mana ada orang sedingin beruang kutub sepertimu memperdulikan mereka?" Ujarnya kembali lantas tanpa meminta ijin dia mendudukkan tubuhnya di bangku hadapan Jehan.

Gadis itu memejamkan matanya sebal. Sungguh sehari saja ia ingin lepas dari lelaki ini kenapa susah sekali? Jehan memilih untuk tidak peduli dari pada emosi tidak jelas ia putuskan untuk melahap makan siangnya tanpa memperdulikan sosok di hadapannya.

Jimin. Lelaki tersebut diam dengan manik memandang setiap pergerakan yang Jehan lakukan. Mulai dari menyumpit hingga meneguk minumannya. Ia menghela sedih. Jehan benar-benar mengabaikan keberadaannya.

"Apa kau memang tidak punya teman?" Tanpa sadar pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.

Entahlah Jimin hanya memastikan saja karena jarang sekali ia menemukan orang seperti Jehan. Menjalani sekolahnya sendiri tanpa terlibat dengan seorangpun yang mungkin bisa menemaninya. Gadis itu benar-benar seperti hidup individual tetapi tidak ada salahnya juga mengingat zaman saat ini sulit menemukan orang tulus untuk dijadikan teman.

Jehan mendesah muak "Bukankah aku sudah katakan tempo hari lalu jika, aku tidak butuh teman? Apa kau mudah pikun, hah?!"

"Ck, santai. Akukan hanya memastikan kembali lagipula kata siapa kau tidak butuh teman jelas-jelas kita sudah berteman"

"Aku tidak menganggapmu teman"

"Hey!! Bukankah kau sudah setuju dan menerimanya kemarin?"

"Iya, karena terpaksa"

"Jadi kau berbohong?"

"Aku tidak memiliki niatan untuk berbohong. Lagi pula mana ada pertemanan dilandasi dengan keterpaksaan? Jika awalnya saja kurang tepat pasti akan hanya ada masalah didalamnya. Begitupun dengan hubungan yang lain"

ETHEREAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang