Sial

144K 973 126
                                    

Aku bangun kesiangan! jam di ponsel sudah menunjukan pukul 9.35. padahal aku ada kelas pagi. Kulihat banyak panggilan tak terjawab dari Zara sahabatku-yeah bisa dibilang begitu-dan banyak sekali chat spam dari Zara, tak biasanya dia begitu berlebihan saat aku bolos kelas, padahal sudah biasa aku bolos.

Aku tak membaca satu pesanpun, ponsel ku tutup dan kembali memejamkan mata, kelas selanjutnya seharusnya pukul 13.45 aku masih punya sekitar 4 jam sebelum berpusing ria dengan angka-angka. Tapi aku merasa aneh dengan kenyamanan ini, aku terlalu lelah atau apa tapi kasur busaku terasa lebih empuk!

Dan yang membuat alisku mengkerut dalam adalah perasaan kontras antara kulit wajah dan tubuhku di dalam selimut, tidak biasanya kamarku sedingin ini, dan tidak biasanya tubuhku sehangat ini.

Hangat, seperti tubuhmu menyentuh tubuh lain. Tubuh lain, tiba tiba aku merasa gerakan pelan seperti merengkuh tubuhku lebih dalam ke dalam kenyamanan. Seketika aku membuka mata lebar dan tubuhku terasa terbakar.

Sekarang bukan terasa seperti hayalan lagi tapi sudah seperti kenyataan, dan mungkin kenyataan, hembusan nafas yang begitu tenang terdengar dari belakang tubuhku, dan sebuah tangan kekar berada di atas perutku!

Menganalisi keadaan dengan cepat, rupanya aku tidak tidur di dalam kamar kos, tapi disebuah ruangan asing berdinding putih dan ber-AC, yang jelas bukan kamar kos berkipas angin yang selama dua tahun ini aku tempati.

Aku sudah tidak bisa berfikir positif lagi, kubalikan tubuhku untuk melihat siapa yang tidur di belakangku dan terkejut saat melihat laki-laki yang ku kenal sedang memejamkan matanya.

"A-anggara!" Pekikku, serta merta menarik selimut putih itu untuk menutupi tubuh yang kupikir tidak memakai sehelai benangpun ini. Badanku kaku, panas, dan otak terasa berputar kebingungan, mencoba mengingat kejadian tadi malam tapi tak ada yang kuingat sedikitpun.

Sedetik kemudian Anggara membuka matanya menyipit. Menatapku dengan tatapan polos dari orang yang baru bangun tidur. Aku mempersiapkan diri saat bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu, aku bersiap mendengar kata apapun yang diucapkannya. Anggara, Anggara si anak orang kaya itu ternyata sebrengsek ini!

"Mainnya hebat, Kak," satu kalimat yang keluar dari mulutnya benar-benar membuatku bingung dan ingin memukulnya. Apanya yang hebat? "Ga nyesel gue buang duit buat keprawanan lo. Tapi bisa ga lo pergi sekarang? Gue harap pas gue bangun lagi, gue ga liat wajah lo, duitnya di deket tv. Ambil aja kak."

Tak lama kemudian cowok itu memejamkan mata kembali dan tak memperdulikan air mata yang mulai menuruni pipiku.

***

Oh shit! Kakiku yang tak beralaskan apapun menginjak benda tajam yang tergeletak di tempat parkir. Aku menarik benda kecil itu yang ternyata adalah sebuah paku payung berwarna merah. Hatiku sakit, selangkanganku sakit, dan kaki ku pun sakit.

Baru tadi aku menelfon Zara brengsek itu dan dia menanyakan bagiannya untuk kali ini. Baru saja kuingat, kemarin aku meminta Zara mencarikanku pekerjaan. Dan tak kusangka kerjaan seperti ini yang dia maksud.

"15% buat gue ya, Dif."

"Lo gila, lo apain gue kok bisa bisanya gue mau gituan? Dan lo jual gue ke Anggara? Lo gak mikir? Dia temen kelas kita!"

"Gue campurin obat ke minuman lo dan mana gue tau yang mesen lo ternyata anggara Dif! Gue aja kaget. Tapi kayaknya Anggara ngga kenal lo deh, soalnya lo gue dandanin sampe cantik banget, sampe ngga ada yg kenal. Dia aja ga kenal gue Dif, lo tau kan Anggara mainnya sama geng geng elite nya, mana kenal dia ama kita. Gue jamin."

Aku mengingat percapakanku tadi bersama Zara. Sumpah demi apa rasanya aku sudah tidak ada harga diri. Tapi melihat sebuntal uang di dekat tv tak pikir panjang aku mengambilnya, hitung-hitung untuk mengganti rugi kerusakan yang telah dia perbuat padaku.

Terpincang aku berjalan ke memasuki kamar kos, di depan kamarku sudah berdiri tante Sasa dengan wajah juteknya, ia menatapku dari atas ke bawah, lalu berhenti di area leherku. Aku tidak tau apa yang salah, yang jelas wajah juteknya semakin terlihat pait.

"Ehem, Difya, tante ga mau basa basi lagi ya, ini udah 3 bulan kamu nunggak uang kos." Tangannya terlipat didepan perutnya, "Kamu mau saya usir atau mau lunasin uang kos dan tetap tinggal di sini, Difya?"

Huh, aku menghembuskan nafas pelan. Ini kos paling murah di area kampus, dan paling dekat pula. Kesialanku adalah kehilangan beasiswa dan orang tuaku tak perlu tahu tentang hal ini. Beberapa bulan ini aku kerja part time tapi tetap tidak memenuhi kebutuhan hidup di zaman sekarang.

Aku menatap tidak enak ke tante Sasa, tapi perempuan keturunan tionghoa itu tetap memperlihatkan wajah pangusnya. "Besok deh, Tan, besok saya baru gajihan," mohonku.

"Kamu bulan kemarin juga bilang begitu, Dif. Bulan kemarinnya juga. Saya bukannya nggak kasihan dengan kondisi kamu ini, tapi saya juga butuh uang!" Tegasnya, sebelum dengan kaki menghentak meninggalkan pelataran kamar kosku.

"Maaf, Tan," bisiku pelan. Dengan lesu aku memasuki kamar, membanting tubuh ke atas kasur busa yang selama ini menemaniku.

Jam dinding hitam di kamar menunjukan pukul setengah satu, Zara sekali lagi mengirimkan pesan.

Dif, ada yang mau booking lo lagi!

Aku tidak pernah sepakat dengan pekerjaan ini, Zara yang notabene terlihat glamor ternyata melakukan pekerjaan seperti ini juga. Pantas dia tidak pernah kehabisan uang.

Soal uang aku jadi teringat amplop yang aku bawa pagi tadi. Aku segera merogoh tas dan mengambil amplop coklat itu dan saat kubuka dengan tangan gemetar, ku lihat beberapa lembar seratus ribuan. Lima juta! Ini sih gajiku selama dua bulan di toko retail itu!

Aku tersentak saat ponselku berdering lagi, satu pesan dari Zara membuatku berdecak kesal.

Dif, lo harus cepet-cepet ke kampus, ada hal penting yang mau gue omongin.

***

a/n
Vote ya!

SEDUCTIVE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang