Chapter 22 - Revenge

15 12 0
                                    

Laurena’s POV

Perbuatan bodohku itu membawa mala petaka. Rachelle sekarang terlihat benar-benar membenciku. Raquel sendiri terlihat lebih dingin dari biasanya dan Olivia menolak berbicara denganku. Hariku di sekolah hanya terasa semakin buruk. Seperti aku sedang berada di neraka. Semua mata yang ada selalu mengikuti pergerakanku. Aku adalah mangsa mereka yang sudah hampir matang. Jika sudah waktunya, mereka akan langsung menyerangku.

Membayangkan bagaimana ke depannya selalu berhasil membuatku merasa takut. Ibuku yang melihat luka dari Gina hampir nekat datang ke sekolah dan meminta pertanggung jawaban sekolah. Untungnya ibu mau mempercayai kebohongan yang lagi-lagi terpaksa kuucapkan. Dengan bodohnya aku juga berkata kepada ibu kalau aku akan berusaha memperbaiki segalanya. Bila ibu sampai datang ke sekolah dan memarahi guru, memaksa bertemu Gina, entah rumor apa lagi yang akan disebar oleh anak-anak itu.

“Gua sih nggak kaget pas tau Raquel punya kalung kayak gitu.”

“Ih, gua mah kaget banget! Nggak nyangka aja seseorang yang disebut Ice Queen malah … bucin!” Ucapan itu disusul dengan tawa keras dari anak-anak yang sedang berkumpul.

“Lu pada sadar nggak sih? Kayaknya genk si Rachelle isinya anak bermasalah semua.”

Belum ada yang bisa menjawab dari pernyataan itu, suara seseorang berdeham mengejutkan mereka, termasuk aku. Olivia yang terlihat lebih tinggi dari biasanya menatap mereka dengan tajam. Anak-anak itu langsung saling tatap sebelum pergi, tanpa mengucapkan kata maaf sama sekali. Olivia yang masih terpaku menatap ke arahku. Pandangan yang dia berikan kepadaku seperti ingin berkata kalau dia tau aku sudah ada di sini sedari tadi, mendengarkan percakapan mereka tanpa memberikan perlawanan apapun.

Dia mencibir dan bergumam, “Bastard.” Tidak mengucapkan apa-apa lagi, dia langsung pergi menuju kelasnya sendiri.

Mengingat bel yang sudah akan berbunyi, aku juga pergi meninggalkan lorong yang semakin sepi, semua sudah berada di kelasnya masing-masing. Tas yang kubawa terasa lebih berat dari pada biasanya, seperti ingin mengatakan kalau beban inilah yang sedang kupikul, semua beban yang begitu berat harus kubawa dan kutanggung sendiri. Begitu pintu kelas kubuka, tatapan menusuk dari Raquel—dia selalu datang pagi—dapat kurasakan. Menarik kalungnya seperti menciptakan seorang musuh. Dia seperti berubah menjadi ratu jahat dan bukan lagi seorang ratu dingin.

“Rena! Hasil ulangan sejarah udah dibagiin!” Suara teriakan teman sekelasku mengalihkan perhatianku dari tatapan Raquel yang tajam. Menyelamatkanku dari menatapnya terlalu lama.

“Oh? Apa ada perbaikan?”

“Ey … nilai sejarahmu selama ini kan bagus. Kenapa jadi pesimis gitu?”

Bukannya menjawab, justru aku terkekeh kecil, tidak tau bagaimana harus merespons pertanyaan itu. Memang benar, dulu nilai sejarahku selalu bagus, namun semenjak aku memiliki masalah dengan semua ini, untuk fokus membaca materi terasa menyesakkan. Satu-satunya yang ingin aku lakukan hanya berbaring di atas kasur.  Meski sudah begitu, aku tetap saja merasa begitu kelelahan, seperti aku sudah melakukan pekerjaan bertahun-tahun hanya dalam satu hari. Nyatanya, aku hanya berbaring di kasur dan berpikir, apa yang salah?

Mengambil kertas milikku, aku kembali ke kursi dan bersiap-siap menerima nilaiku yang belum tentu bisa aku ulangi. Dengan tangan yang gemetar, aku membalik kertas ulanganku untuk disambut dengan nilai rata-rata. Bangga? Sebenarnya tidak, namun setidaknya aku dapat berhasil tanpa harus mengulang ulangan yang terasa seperti mimpi buruk itu. Ibu akan semakin mencurigaiku kalau mendapati nilai-nilaiku turun secara drastis, karena itu aku harus berusaha dengan keras untuk membuat nilaiku sestabil mungkin.

Scars To Your Beautiful {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang