Laurena’s POV
Tamparan Raquel tidak sesakit apa yang aku rasakan di dalam. Karena alasan itulah aku menerima tamparannya dengan suka rela. Bahkan kalau perlu, Olivia harusnya menghabisiku juga. Akan lebih baik seperti itu. Mungkin dengan mereka yang menghabisiku, aku dapat kembali menjadi diriku yang semula, dapat berpikir jernih dan rasional. Dengan mereka yang memukulku akan membawa kembali kesadaran ketika aku pertama kali datang ke sini.
Kiara dan yang lain terlihat lebih bebas sekarang setelah banyak anak yang membicarakan tentang Rachelle tanpa henti. Mungkin sekarang dia merasa kalau Rachlle tidak akan bisa mengalahkannya, menganggap kalau dia lebih tinggi kedudukannya daripada Rachelle. Orang-orang pasti mulai membenci Rachelle yang bersikap sok suci kepada yang lain. Semua itu adalah salahku. Karena aku bersikap bodoh, banyak orang yang harus menerima ganjarannya. Sedangkan aku sendiri justru berada di kenyamanan tanpa ada yang menyadari perbuatanku. Persaan ini lebih sesak dari saat Raquel menamparku.
“Sayang, makan malam sudah siap!” Panggilan ibu membuatku terlonjak kaget.
“Ah! I-iya! Aku akan segera turun.”
Langkahku terhenti ketika melihat ayah di meja makan. “Apa kau tidak mau menyambut ayahmu ini? Hm?”
“Aku hanya tidak sangka kalo ….” Aneh bagiku, setiap kata yang ingin kuucapkan tidak ada yang keluar. Tenggorokanku terasa tercekat, hingga aku menyerah untuk berbicara. Rasanya sungguh sulit untuk berhadapan dengan ayahku sendiri belakangan ini.
“Papa cuma bercanda, jangan diambil ke hati.”
Atas tawa ayah, dia menarik tanganku agar bergabung dengannya di meja makan. Setiap ayah tersenyum atau tertawa, aku pasti selalu membalasnya. Meski aku membalas setiap senyuman, tidak ada satupun yang terasa tulus bagiku. Meski aku berusaha untuk memberikan semampuku, rasanya aku hanya ingin menyerah dan tidak menunjukkan senyum itu. Sayangnya, bila aku melakukan hal tersebut, kedua orangtuaku hanya akan khawatir. Memberikan senyuman palsu adalah satu-satunya jalan meski itu mengiris hatiku. Ibu tidak menyadarinya, hal yang sama juga berlaku pada ayah, mereka menganggap senyumanku begitu tulus.
Mereka, kedua orangtuaku yang dulu bisa menebak kalau aku sedang ada masalah, kali ini hanya diam tidak menyadari apapun yang berbeda dariku. Pemikiran negatif perlahan-lahan mulai muncul ketika melihat mereka saling berinteraksi tanpa ada memandang ke arahku sekalipun. Meski aku menatap mereka, mereka tidak menatapku balik. Apa sebenarnya mereka menyayangiku? Apa mereka peduli kepadaku? Apa aku berharga di mata mereka? Apa aku bahkan berharga untuk mereka? Semua pertanyaan itu mulai berputar-putar di kepalaku.
“Terima kasih atas makan malamnya,” ucapku datar. “Apa Mama mau dibantu?”
“Nggak usah, kamu istirahat aja. Sebentar lagi kan ada ujian, kan? Belajar yang bener atau semua novelmu bakal disita!”
Ancaman ibu hanya membuatku tersenyum kecil. “Aku mengerti. Selamat malam, Ma, Pa.”
“Ah … Rena tumbuh dengan baik.” Suara ayah yang berat dapat terdengar sampai tangga. “Tapi, tidakkah sedikit aneh ….”
Lanjutan ucapan ayah membuatku merasa panik. Langkahku menuju kamar kupercepat. Begitu aku ada di dalam kamar, pintu langsung kukunci dan tubuhku dibaringkan di atas kasur yang empuk. Membayangkan ayah yang sadar dengan perubahanku lebih mengerikan daripada saat mereka tidak menyadarinya sama sekali. Aku tidak tau harus merespons apa bila suatu saat mereka menanyakanku. Anehnya, meski aku berharap mereka menyadarinya, aku lebih ingin mereka bersikap biasa saja seperti tidak ada masalah.
“Ugh! Menyebalkan!”
Untuk mengalihkan perhatianku, aku mengambil buku pelajaran yang ada di dalam tas dan mulai membacanya. Di saat tidak bisa tidur, membaca buku sekolah sangat membantu. Setiap kata yang tertulis di sana terlihat lebih menenangkan dari buku cerita pengantar tidur. Dalam waktu singkat, kau akan terlelap dengan pulas. Itulah yang sedang aku cari, ketenangan. Karena terlalu banyak berpikir, aku sering kali sulit tidur atau bahkan mengalami mimpi buruk. Dengan begitu aku benar-benar terganggu saat bersekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars To Your Beautiful {END}
Teen FictionEveryone has a story that they never tell others, even the closest person Tidak semua orang akan bertahan hidup dengan penuh tekanan, tidak terkecuali mereka. Tuntutan yang dimiliki oleh setiap manusia akan mengubah sikap setiap orang. Keinginan unt...