🛡️07🛡️

1.1K 141 5
                                    

It turned out to be painful even though it was used to it

🛡️🛡️🛡️🛡️

Tok

Tok

"Permisi!" Semua pandangan dikelas tertuju pada seseorang yang kini tengah berdiri diambang pintu.

"Ya, ada apa?" tanya guru yang sedang mengajar di kelas itu.

"Yang namanya Agara Vazryeel, dipanggil kekantor kepsek," ucap seseorang itu. Sekarang semua mata teralihkan, berganti menatap Agara yang kebingungan.

"Hayo, salah apa lo? Agara mulai bandel, ya." Seisi kelas tertawa mendengar ucapan Niel. Sedangkan Agara mendengus sebal menatap Niel, orang yang ditatap hanya menampilkan wajah cengengesan.

"Agara silahkan keluar." Agara beranjak dari duduknya.

"Saya permisi ya Bu," Bu Ani, guru matematika itu menganggukkan kepalanya.

Agara berjalan menyusuri koridor. Disepanjang jalan ia memikirkan kenapa ia tiba-tiba dipanggil ke kantor kepsek. Setahunya ia ini siswa baik-baik. Ya ... Gak baik-baik sangat sih. Tapi walaupun begitu Agara bahkan belum pernah dipanggil ke BK. Paling bandel ya dirinya hanya di hukum guru mapel saja.

Sesampainya di kantor kepsek, Agara mengetuk pintu dan masuk keruangan.

"Permisi Pak," ucap Agara sedikit menyembulkan kepalanya. Pria yang tengah berbicara pada seseorang yang dihadapannya itu menoleh kearahnya.

"Agara, kemari Nak." Pria paruh baya itu tersenyum lembut padanya.

Saat Agara menginjakkan kakinya keruangan itu, ia terkejut tatkala seseorang yang tadi berbicara dengan kepala sekolah berbalik menatapnya. Itu ayahnya, Aditya. Agara semakin dibuat terkejut, tak jauh dari tempat sang ayah ada Araka yang menatapnya datar.

Ah, seharusnya ia mengerti sedari awal. Bahkan sekarang ia sudah paham, apa yang harus ia lakukan. Seperti apa tugasnya, peran apa yang harus ia mainkan, ia paham.

"Agara begini Nak—"

"Kamu sudah tahu kan tugasmu?" Aditya tiba-tiba menyela begitu saja, membuat Danu, si kepsek mendengus kesal.

"Tolong biarkan saya bicara terlebih dahulu!" sentak Danu. Danu itu teman Aditya semasa sekolah. Mereka tak terlalu dekat dulu. Dulu itu Aditya itu ketua OSIS sedangkan Danu itu wakilnya, hanya sebatas itu saja.

"Gak papa pak. Saya terima hukumannya," ucap Agara yakin.

"Dengarkan? Sudah selesai bukan? Kalau begitu cepat putuskan hukumannya, anak ini yang akan menanggungnya!" Aditya menyunggingkan senyumnya. Danu paham, satu hal yang belum berubah dari seorang Aditya itu suka seenaknya saja. Ah, dan juga Aditya itu sangat keras kepala.

"Tidak bisa seperti itu, yang melakukan kesalahan itu Araka. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Agara. Saya sengaja memanggil Agara karena Anda mengatakan anak ini salah satu penyebab pertengkaran Araka.

"Sekarang saya ragu dengan ucapan Anda. Anda meminta Agara datang hanya untuk dijadikan kambing hitam, kan?"

"Lo uda—" Danu mengangkat telapak tangannya didepan wajah Aditya. Mengisyaratkan agar Aditya diam.

"Di sini gue yang kepseknya. Lo gak ada hak membuat keputusan. Ingat, disini gue yang kepala sekolahnya, keputusan ada ditangan gue!" Aditya mendelik tak terima. Danu tak menghiraukannya, ia mengalihkan pandangannya pada Agara.

"Nak, kamu–"

"Saya gak papa Pak. Beneran deh, kasih ke saya aja hukumannya. Saya ikhlas kok. Apapun itu hukumannya saya terima kok Pak" Danu mengerang kesal. Anak, Bapak sama aja, suka seenaknya motong ucapan orang.  Danu menghela nafasnya. Kesal juga lama-lama. Ah ya ... yang mengetahui identitasnya di sekolah ini hanyalah kepseknya.

Scutum (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang