Chapter 3 ▪▪▪ Prajurit Festival
Sore itu, semua penghuni Kota Yadgara tengah bersiap siap untuk festival lampion. Kedai kedai sampai rumah makan mewah pun sudah menutup pintu. Para siswa dipulangkan lebih awal, begitu juga para buruh yang mengusaikan pekerjaan mereka hanya untuk bersiap siap.
Festival lampion ini adalah acara tahunan yang termasuk dalam list tradisi pokok Kota Yadgara. Acara ini sangat dinanti nanti, dimana akan ada pagelaran yang berlangsung selama dua malam. Malam pertama akan diisi dengan berbagai pementasan seni, bahkan ada banyak hiburan, salah satunya pacuan kuda terbang, dan keluarga Yandasa selalu menjadi penyalur kuda terbanyak. Tak sampai disitu, malam pertama akan diakhiri dengan kembang api yang beraneka macam, ada yang membentuk tulisan, membentuk gambar, bahkan ada pula yang menyalurkan bakat seni sihirnya dengan membuat cerita kembang api, dimana saat meletus, percikan percikannya akan bergerak kesana kemari menyuguhkan sebuah animasi bergerak.
Di malam kedua, para pengunjung akan disuguhi berbagai macam hiburan, kuil pemujaan, dan pameran seni. Tidak jarang juga beberapa instansi berpengaruh mengadakan kompetisi seni untuk andil memeriahkan festival lampion. Hingga malam terakhir dituntaskan dengan hening doa dan pelayangan lampion.
Dalam sejarah, festival ini diadakan sebagai pencerminan emosi semua makhluk dunia. Mereka mempunyai berbagai emosi yang dapat disalurkan dalam acara Festival Lampion. Penyelenggaranya sendiri adalah para sesepuh Kota Yadgara dan dibantu beberapa petinggi. Tidak ada yang mau melewatkan festival megah ini.
Istran terlihat memakai baju adat yang sepasang dengan istrinya-Maya. Sang kepala keluarga itu menggulirkan netra kelabu cerahnya ke arah pintu kamar anak perjakanya.
"Avizo, ayah tidak mau kau menjadi alasan kita terlambat datang membawa kuda terbang ke hiburan pacuan," ujarnya dengan santai sambil membenarkan bilah Forgo-nya di sisi kiri. Belati bernama Forgo yang mempunyai bilah tajam dan bercorak fauna pada bilahnya itu adalah senjata khas Kota Yadgara.
"Iya, ayah. Anakmu yang tampan dan menawan ini akan segera mengusaikan acara menghias dirinya," sahut Avizo dari dalam kamar.
"Sayang, bisa ambilkan jepitku di rak meja rias?" Maya berteriak dari dalam kamar mandi. Istran pun menghela napas, membenarkan krahnya selagi menyahut,
"Ya, tunggu sekejap." Pria itu melangkah menuju kamar dan memenuhi apa yang diinginkan sang istri. Ia terkadang bingung, mengapa para wanita selalu susah dan bimbang dalam penampilannya. Tidak seperti kaum lelaki yang tidak serumit itu dalam memoles diri, terkecuali anak semata wayangnya yang mempunyai spesies langka itu. Padahal, dilihat dari mana saja, seorang Avizo Yandasa tetaplah menawan, dengan netra biru kelam yang menenangkan, wajah bersahabat, rahang tegas, juga sifatnya yang ceria. Namun, jika sudah berkaitan dengan penampilan, pemuda itu sama saja dengan ibunya.
Pintu kamar terbuka perlahan, menampilkan Avizo yang sudah siap memakai baju adat pasangan lelaki yang dinamakan Hedo. Istran yang melihatnya sontak tergelak dan terbahak. Bagaimana tidak? Hedo adalah pakaian adat yang dipakai oleh suami, sedangkan Fuda-pakaian adat-akan dipakai istrinya sebagai tanda bahwa mereka adalah pasangan.
"Avizo... untuk apa kau memakai Hedo?? Bukankah lebih formal jika kau memakai Gura, pakaian adat remaja laki laki??" Istran tidak bisa menghentikan tawanya.
"Ayah, aku memakai ini bukan tanpa alasan, aku ingin belajar sejenak," timpal pemuda itu.
"Lantas, siapa pasanganmu? Hedo tidak akan bermakna jika tidak ada pasangannya, perjakaku." Ya, perjakaku, Istran sering memanggil Avizo dengan panggilan itu.
"Ada, ayah. Nanti akan aku kenalkan pada ayah dan ibu." Istran menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya.
0oo0
Festival Lampion selalu meriah. Semua penduduk ikut andil dalam menyorakkannya. Istran yang baru saja menaruh kuda kuda ternaknya di kandang pacuan merasa sedikit malu saat kawan kawannya menertawai Avizo yang memakai Hedo. Bahkan sempat menyangkal dengan candaan bahwa Avizo adalah anaknya.
Netra biru kelam itu menangkap sesosok gadis manis yang terbalut Hazhi, pakaian adat gadis remaja. Warna Hazhi itu adalah merah muda dengan corak abstrak. Sangat mencerminkan sosok gadis remaja yang mempunyai watak plin plan dan ceria.
"Ayah, ibu, aku mau menjemput calon menantu keluarga Yandasa dulu," ujarnya sebelum melngkah lebar ke arah gadis pujaan hatinya, Altharliya Svena Tarpen.
Saat melangkah, Avizo melihat seorang prajurit lewat di depannya. Entah mengapa, pemuda itu berhenti. Sekejap, pikirannya kosong, ada sesuatu yang mengganjal saat prajurit tadi lewat. Avizo mengerjapkan kelopak matanya, seolah ada sesuatu yang terlewatkan. Sesuatu yang seharusnya ia kerjakan.
0oo0
KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Yadgara
FantasyBlurb Avizo Yandasa, pemuda biasa yang masih duduk di bangku akademi. Sosok yang sangat ceria, bersahabat, dan konyol. Hari harinya dipenuhi dengan kebahagiaan dengan orang tua beserta teman temannya. Namun, semua seolah musnah setelah adanya kasus...