Vote before you read!
⊙︿⊙⊙︿⊙⊙︿⊙
"Kuperingatkan kembali, Park Jino. Buka pintu kamar mu sekarang, Atau nanti malam kupastikan kamar mu akan berubah tempat dirumah ini. Tepatnya.. Ruang bawah tanah maksudku."
Jimin mengancam, sembari menghela nafas dipintu besar tepat kamar Jino berada. Mungkin sudah sekitar 10 menit berlalu, hingga menguras suara pria itu dan juga kesabaran nya. Jimin terlalu gemas dengan sikap Anak sulung nya tersebut, Menolak lupa bahwa Jino benar-benar Seratus persen menuruni sifat Park Jimin. Membuatnya tidak bisa berbuat apapun selain terdiam sembari mengumpat dalam hati.
Semakin Jimin memarahi Jino, semakin dirinya merasa... tengah memarahi dirinya sendiri. Entah bagaimana cara Jimin menjelaskan, Semua diluar dugaan.
"Masih tidak ingin membukanya?, Aku masih memberimu kesempatan, Jino." ucap Jimin menegas. Sedikit menyesal, karena memang Jimin tidak tau apapun Password akses kamar Jino selain Jira sendiri. Dia bisa saja meretasnya, Tetapi Jimin mengurungkan niat itu sejenak. Masih memberikan pilihan terbaik.. Diujung kesabaran nya yang hampir tidak bisa ditoleransikan.
"Ku hitung mundur sampai angka Tiga. Jika tidak juga membukanya, itu berarti kau mencari masalah dengan orangtuamu, Park Jino..."
"Satu.."
Jimin berdecih, Melihat dengan teliti arlojinya ditangan. Sebelum bibirnya kembali berucap, "Dua.."
"Ti..."
Belum sempat kata itu terdengar. Suara akses terbuka nampak terjadi. Jimin mengulas senyuman, menyadari bahwa ancamannya berhasil dengan lancar saat ini. Membawa keluar dua bocah kecil yang seakan tengah bersembunyi hingga menolak keluar kamar.
Jimin menghela nafas panjang. Melipat kedua tangannya di dada, Menatap Jino dan juga Haru yang tengah saling menatap kegugupan. Mereka bahkan sempat menunduk, seakan tengah melakukan suatu kesalahan. Siapa yang tidak curiga?... Terlebih untuk seorang Park Jimin, Sangat menjanggal.
"Maaf... Tadi..., eoh Appa!." Jimin memotong cepat ucapan Jino. Dirinya tengah memasuki kamar itu tanpa izin. Menyingkirkan kedua bocah lelaki yang sempat menghalangi jalan, Tentu saja sangat mudah bagi Jimin. Dia segera melebarkan pandangan nya ke seluruh ruangan privasi anak sulung keluarga Park tersebut. Mencari jawaban dari kejanggalan ini.
Jino terlihat panik seketika. Menutup pintu kamar bersama Haru yang terdiam mematung. Mungkin sudah sedikit merasakan bencana akan datang pada mereka. Tidak ada lagi yang bisa ditutupi untuk seorang Park Jimin.
"Katakan Jujur, sebelum aku yang memperumit masalah ini. Siapa yang berani mengatakan nya duluan, hm?." Ucap Jimin begitu menegas. Menunduk kan kepalanya sedikit agar bisa menatap langsung kedua lelaki yang tengah ia introgasi itu.
"Appa.. Apa maksud dari pertanyaan mu?, Memangnya Aku dan Haru melakukan kesalahan apa?." Park Jino mulai membuka suara, Disaat Haru yang masih diam seperti kondisi awal. Entah akan berakhir seperti apa, Seperti nya Jino masih berusaha untuk membela diri.
"Bukan waktu yang tepat untuk Ber-alibi, Jino, Haru. Jika Eomma mu sudah datang kesini, Tidak ada yang bisa ku lakukan selain menghukum kalian. Aku hanya membutuhkan pengakuan sekarang, Masih mau menyela?."
"Kami hanya...."
"Drone yang ku belikan tempo lalu, berfungsi hari ini. Kalian mengurungkan diri dikamar, dan juga.. Kau kira, Pengharum ruangan Sweet Alyssum bisa mengatasi ini semua?, Bau makanan yang kalian sembunyikan sangat tercium. Bagaimana cara mu menjelaskan ini?."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth • Pjm
FanfictionSequel Of Mafia Pjm. [On-Going] Ini adalah tahun kesembilan, untuk keluarga kecil 'Park Jimin' setelah mendapatkan sebuah kebahagiaan nya bersama sang buah hati mereka. Jimin benar-benar menjadi Seorang Ayah untuk anak anaknya. Membahagiakan Jira s...