Cuaca di pagi hari ini sedikit berbeda dari biasanya. Awan hitam nampak menggumpal di angkasa serta hembusan angin yang cukup kencang menerbangkan dedaunan kuning. Jehan mengerang lirih sembari merenggangkan tubuhnya yang kaku hingga terdengar gemelutuk dari persendiannya.
Ia meriyip ketika menatap kearah luar jendela yang napak sedikit gelap. Cahaya matahari hanya menyorot kecil dari celah langit yang mendung. Jehan memutuskan untuk bangun dengan kepala menunduk berusaha mengumpulkan nyawanya kembali.
Diliriknya jam dinding yang tengah menunjukkan pukul setengah tujuh. "Ah, aku kesiangan" gumamnya santai.
Dia memang tidak memasang jam weker dengan alasan ingin bangun siang lantaran malam tadi tubuhnya benar-benar lelah. Ia juga bersyukur karena hari ini adalah hari minggu sehingga ia tidak akan tergesa-gesa untuk pergi ke sekolah.
Sampai disaat dia tengah mengerjapkan maniknya kembali, sebuah decakan menarik atensinya menatap kearah ambang pintu yang tanpa ia sadari telah terbuka lebar dengan seorang perempuan bersedekap di sana.
"Bagus. Apakah kau mimpi indah tuan putri?"
Jehan melirik jengah tanpa membalas ia bangkit dan pergi melenggang menuju kamar mandi. Lagi suara perempuan itu terdengar tengah mengumpat di sana.
Kurang lebih lima belas menit Jehan berkutat didalam kamar mandi kini akhirnya ia keluar dengan setelan celana training hitam dengan kaos putih dan rambut sebahunya yang nampak sedikit basah.
Niatan ingin mendudukkan tubuhnya di kursi namun terhenti saat maniknya menangkap sosok perempuan yang sedang berdiri di dekat meja belajarnya dengan sebuah buku ditangannya. "Apa kau tidak tau arti dari privasi seseorang?"
Perempuan itu menoleh "Oh, kau memiliki privasi ternyata" Remehnya lantas meletakkan buku yang baru saja ia baca. Mendekati Jehan dengan santai "Tapi kau anakku sudah sepatutnya privasimu tidak berlaku untukku"
Jehan tersenyum miring "Tepatnya aku anak tirimu dan kau bukanlah orang tua yang benar bagiku bahkan untuk anak-anak diluar sana. Karena semua orang tua perlu tau cara menghargai privasi anak jika mereka ingin dihormati"
"Tau apa tentang dunia orang tua? Kau ini masih bau kencur tidak perlu memberi pelajaran untuk orang yang sudah hidup lebih lama darimu jika tidak ingin disebut anak kurang ajar"
Jehan mendecak "Ck, justru aku ingin bertanya padamu sekalian bisa kau jadikan introveksi diri" ia menjeda sejenak seraya meletakkan handuknya digantungan dan menatap kembali manik ibu tirinya "Coba pikirkan apakah kau sudah pantas disebut orang tua jika kelakuanmu saja masih sama-sama labil seperti remaja nakal?"
"Sialan. Aku lebih tua dan dewasa darimu"
"Benarkah? Dewasa atau tidaknya seseorang bukan dilihat dari berapa banyak umurmu dan seberapa banyaknya uban di kepala. Tapi bagaimana tindakan dan pola pikirnya yang dijadikan patokan." Balas Jehan dengan santai menatap Yuna yang terlihat sangat marah.
"Kau berusaha sok bijak dan berpengetahuan luas di depanku, eoh? Cih, kau dengan ibumu tidak beda jauh. Sama-sama sok keren" ia mengejek sehingga berhasil membangkitkan amarah dalam diri Jehan.
Dia tidak suka jika sosok sang ibu diungkit bahkan dijadikan bahan ejekan dihadapannya. Ia menatap tajam Yuna yang sedang memandang remeh.
"Aku peringatkan untuk pertama dan terakhir kali jika kau mengusik kehidupanku dan membuat ayahku menderita tidak segan nyawamu akan jatuh di tanganku" Ancamnya yang malah membuat Yuna tertawa.
"Hei, nak kau masih kecil tapi pandai mengancam rupanya?" Yuna mendekat seraya mencondongkan tubuhnya dan berbisik lirih disisi telinga Jehan "Ancamanmu tidak akan pernah membuatku berhenti untuk menghancurkanmu apalagi ayah kesayanganmu itu seperti aku menghancurkan ibumu"
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
Hayran KurguRyu Jimin dipertemukan dengan seorang gadis yang berhasil menghentikan aksi bunuh dirinya. Pertemuan yang tak disengaja tersebut membuat mereka saling mengetahui problematik kehidupan satu sama lain. Dari hal terkecil hingga menguak kebenaran yang s...