Salam Kenal Kembali, Indonesiaku

23 2 5
                                    

Salam Kenal Kembali, Indonesiaku


Dulu sekali, guru bercerita

Panjang lebar tentang negeri Indonesia tercinta

Nan dipenuhi karakter istimewa

Tentang keberagaman, kenyamanan, perjuangan, kaya

Budaya pun sumber daya


Aku lelah menjadi dewasa

Namun, tak ingin kupergi dari kenyataan yang ada


Aku kembali mengenalnya, negeri tercinta

Entah mungkin aku yang termakan ulah media

Atau memang nyatanya rakyat sudah tak peduli negara

Atau negara sudah tak lagi seperti yang kukenal dahulu kala


Lihat sila pertama

Ketuhanan Yang Maha Esa

Kacau, sekarang, banyak sekali si kocak yang sok paham soal agama

Bicara seolah tahu segala, padahal keyakinan berbeda

Dijelaskan, semakin besar kepala

Protes, dianggap tak menghargai persatuan kesatuan, apa pula


Maaf, kelewatan, emosi, maaf, maaf, ini puisi

Harus indah kaya akan diksi

Untuk apa jika tak ada yang mengerti


Sangat disayangkan Pak, atau siapa pun di sana

Ini negeri indah nan kaya akan sumber daya

Tapi seolah kita tak punya apa-apa

Ini persoalan klasik dari masa ke masa

Tapi lagi-lagi muncul di berita

Ini langka itu langka, apa coba?


Maaf Tuan, yang di sana

Aku memang bukan warga yang baik lagi teladan

Aku hanya pengamat menyedihkan, yang bermain kata

Seperti bocah yang mereka rampas masa depannya

Lihat, Pak, bagaimana bisa penjahat kelamin bebas memangsa

Sedih Pak, anak ini lihat berita


Nah, Pak, ada lagi itu media

Mengapa banyak sampah yang tersebar dibanding kebaikannya?

Berita bohong, lawakan tak guna, pun si setengah porno yang dianggap tidak apa-apa


Pak, lihat Pak, berapa banyak bocah, anak SMP, bahkan SD melakukan adegan dewasa

Pak, Bu, siapa pun kamu yang mendengar dan melihat berita

Anak-anak sekarang sudah seperti kucing liar, kawin di mana saja

Bagaimana generasi berikutnya akan maju dan bersahaja


Baik Pak, mungkin ini salah generasi sebelumnya

Terlalu congkak memamerkan degradasi yang dianggap wajar saja

Pak, maaf sekali lagi, ini opiniku saja

Bukan sang ahli ini itu, hanya rakyat biasa

Saya hanya mengatakan yang dilihat mata kepala


Lihat lagi Pak, Bu, banyak rekaman penindasan anak yang disebarkan

Itu, mau jadi apa Pak, mereka? Preman?

Waktu itu guru tegas sedikit saja dipenjara

Saya khawatir Pak, bocah ini berevolusi bak lele pemakan manusia

Orang tua ke depannya bisa saja tak ada harganya

Bukankah anak membunuh orang tuanya sudah muncul di berita?


Dilema Pak, berita menyeramkan seperti itu sejujurnya merusak pikir dan jiwa

Apalagi yang menonton bocah polos tak berdosa

Ada yang ketakutan mendengarnya

Ada pula yang terkena penyakit karenanya

Misal, termotivasi melakukan tindakan kriminal yang dilihatnya

Itu dia, tapi jika tidak ada berita

Saya pun tak tahu ada maling berdasi bermuka lima

Ancaman pembunuh di depan rumah, di siang hari tepatnya

Atau para bocah, bermotor, sungguh aku ingin berkata kasar karenanya

Yang merenggut nyawa para pengendara yang tak paham apa-apa

Itu dari apa Pak penyebabnya?

Mohon, pikirkan Pak, untuk keperluan generasi muda

Bela mereka Pak, di kursi-kursi mahal para dewan, di sana


Aku tak tahu apa yang terjadi di atas sana

Peraturan yang pandai pun bijak luar biasa

Dalam memojokkan Islam dan ulama

Menangkap mereka layaknya ikan di selokan, tanpa etika

Awas nanti kena murkaNya


Namun, aku cukup bangga, sebagai warga Indonesia

Di balik suatu momen pun kejadian, kita masih bisa bersama

Satu suara, hingga bergetar para musuh yang ada

Seolah kita berada di puncak merdeka, dengan takbir pembakar jiwa


Seandainya Pak, para pemuda diarahkan dan didukung perkembangannya

Pun orang tua mendapat edukasi yang sepantasnya

Tidak lembek, tidak pula terlalu kaku apalagi mudah murka

Kita bangun Indonesia dari cerdasnya keluarga

Lalu beranjak membangun masyarakat hebat, mandiri, damai, meski berbeda

Lalu menciptakan peraturan yang baik, untuk kepentingan rakyat bersama

Mencetak para pemimpin bangsa yang bermoral lagi beragama


Mengapa beragama diwajibkan?

Karena jika hidupnya saja tidak memiliki pedoman

Bagaimana dia dapat memegang prinsip dasar? Percaya akan Tuhan

Percaya akan tingkahnya, niatnya, disaksikan Tuhan

Percaya akan adanya balasan

Atas kebaikan dan keburukan yang diperbuatnya dalam kehidupan


Terima kasih atas kesempatan bicara yang diberikan

Berpendapat di negeri ini apalagi media, susahnya tak beralasan

Aku tidak ingin berdebat, pun guna pendapat untuk mencari solusi permasalahan

Terakhir Pak, Bu, mari bersama kita doakan

Negeri kita tercinta semakin maju pun menawan

Menarik hati negara luar, berwibawa

Bukan menjadi alat, apalagi kendaraan mereka

(Tangerang, 31 Agustus 2017)

Memaki Manusia, Menasihati DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang