Perang Bantal

76 11 6
                                    

"Ya tuhan, Harry. Kau mengagetkanku!"

"Kau juga mengagetkanku, sialan!"

Aku mengusap pelan kepalaku yang terbentur tadi, lumayan keras juga rupanya. "Kepalamu tidak berdarah kan?" Tanya Louis cemas, "Tidak, tapi jantungku hampir loncat karena kau mengagetkanku," Balasku.

"Lagi pula, kenapa kau bersembunyi disana? Aneh sekali," Ujarnya, aku hanya memutar bola mata.

"Sedang apa kau disini?" Tanyaku pada Louis yang pandangannya tepat menuju meja yang masih ada pekerjaanku tadi. "Apa ini? Kau membuat lirik lagu?" Yup, ia tak mendengarku. Aku hanya berdeham sebagai jawaban.

Ia melihat-lihat semua pekerjaanku, ekspresinya tidak jauh dengan Niall hanya saja ia tak berlebihan. "Sudah kuduga aku memilih orang yang tepat," Ucapnya bangga sambil masih fokus pada lembaran kertas itu. "Aku sudah mendengarnya ribuan kali, Lou. Aku tahu aku orang yang sangat berbakat," Candaku, ia pun tertawa sambil melempar bantal kecil disekitarnya, sedikit terlalu keras.

"Oh kau ingin perang bantal? Baiklah aku terima tantanganmu," Ujarku sambil beranjak ke sofa untuk mengambil bantal yang sedikit lebih besar lalu melemparkan benda itu ke wajah Louis. Louis yang tak terima langsung memukulku bertubi-tubi dengan bantal kecilnya.

Ia berlari menuju sofa dan mengambil boneka teddy disana. Oh tidak.

Ia kembali memukuli ku dengan boneka itu, sampai beberapa kapas keluar dari boneka tak bersalah itu. Peperangan kami makin kacau, bahkan kertas-kertasku sudah tidak dimeja lagi saking berserakannya.

Louis pun tumbang dan tiduran di karpet yang sudah sangat berantakan itu. Aku menaruh bantalku dan menggelitik seluruh badannya itu. Ia tertawa terbahak-bahak sampai tak sadar dipintu sudah terlihat Niall yang termangu sambil membawa kantong berisi makanan.

"MOLLY!"

Aku dan Louis berhenti dan melihat Niall memegang boneka teddynya yang malang itu. Aku dan Louis sama-sama melirik dengan tatapan cemas. "Kalian berhutang boneka yang lebih besar, aku tak mau tahu!" Serunya kesal, ia duduk disofa sambil menekuk wajahnya sampai kusut.

"Hey, kita harus bereskan ini semua," Ujar Louis, aku pun mengangguk setuju lalu segera merapikan karpet dan kertas-kertasku. Louis memungut kapas yang keluar dari boneka teddy lalu membuangnya.

Aku melihat ada kantong plastik berisi makanan, aku merasa tidak enak dengan Niall. Aku berbisik ke Louis, "Lou, merasa tidak enak dengannya. Mungkin aku akan mentraktirnya kopi dibawah," Louis mengangguk, "Ide bagus! Dan nampaknya tadi kita sudah kelewatan," Balasnya.

"Ni, aku dan Harry mau ke bawah sebentar ya," Ujar Louis, Niall hanya memandang kami sinis, kami pun buru-buru keluar dan membeli kopi untuk kami bertiga.

Setelah selesai kami pun kembali ke ruangan Niall dengan membawa satu Oreo frape, satu Americano, dan satu Caramel latte. Louis yang melihatku membawa Oreo frape itu langsung menyikutku untuk memberikannya kepada Niall. Aku pun melotot, pertanda ia juga harus ikut memberikan Frape ini karena ia juga terlibat dalam kekacauan ini.

"Eum, maaf kan kami atas kejadian tadi. Kami memang rusuh. Sebelum kami membelikan boneka baru, ini kau kami belikan Frape," Ujarku sambil menyodorkannya ke Niall.

"Iya kali ini aku juga minta maaf karena aku sedikit keterlaluan," Aku menyikut lengan Louis.

Niall pun menyambar Frapenya dan meminumnya sedikit. Nampak perubahan wajahnya yang sedikit tenang, "Baiklah, kalian aku maafkan. Sudah makan lah makanan itu sebelum jadi dingin," Ujar Niall sambil menunjuk ke kanrong plastik berisi makanan itu. Haha aku tahu itu memang untukku. Aku dan Louis pun berterimakasih kepadanya.

Aku membuka kantong tersebut, disana berisikan tiga buah burger yang ukurannya cukup besar serta masing-masing Coke dengan ukuran large. Wow, aku bisa kenyang seharian!

Louis mengambil salah satu burger itu, "Hey, kau sudah makan tadi!"

"Gara-gara perang bodoh kita tadi aku jadi lapar lagi," Sarkas Louis, aku ingin membalasnya namun aku juga malas jika harus berdebat atau bertengkar lagi. Aku pun mengambil jatahku dan makan kursi sedangkan Louis makan disofa bersama Niall.

"Anyway, thanks Niall atas burgernya," Ujarku padanya, ia hanyam mengangguk sambil berdeham. Nampaknya ia sudah tak semarah tadi.

Ruangan pun mendadak hening. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Yang terdengar hanya suara kunyahan dan beberapa kali tawa terbahak-bahak yang keluar dari mulut Niall.

Setelah aku dan Louis selesai makan, ruangan semakin hening. I hate awkward situation.

"Eum Niall, apakah kita masih harus membicarakan tentang lagu-lagu itu?" Tanyaku, yang ditanya sedikit kaget dan segera duduk normal, "Ah iya aku hampir lupa. Kita akan lanjutkan sebentar lalu kau boleh langsung pulang," Ucapnya sambil beranjak dari sofa. Louis mengikuti langkahnya menuju meja.

"Jadi, Harold, ak-"

"Harry,"

"Harold lebih baik,"

Aku memutar bola mataku.

"Jadi, aku punya beberapa lirik yang belum sempat ku selesaikan karena aku kehabisan ide. Apa kau mau mencoba untuk melanjutkannya?" Tanyanya, aku hanya mengangguk lalh ia menyodorkanku sebuah buku yang ia ambil dari raknya.

Didalam buku tersebut banyak sekali lirik lagu. Dari lirik lagu yang sudah terkenal sampai yang belum dirilis. Menarik sekali.

"Carilah lagu berjudul Walls," Perintah Louis, karena Niall tidak menolak maka kucarilah lagu berjudul Walls itu. Setelah ku temukan, dibagian pojok kanan atas terdapan inisial "L.T" yang aku tak tahu inisial siapakah itu.

"Kalau kau bisa melanjutkannya, namamu akan tertulis sebagai songwriter di lagu ini,"Aku sangat kaget, "Ohiya, kau juga boleh mengubah lirik yang sudah ada agar sesuai dengan konsepnya," Lanjutnya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Semoga aku bisa!

****

Hehe nungguin ya?

Around The World # Larry StylinsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang