10 - Menjadi Dekat

210 70 111
                                    

🌹بسم الله الرحمن الرحيم🌹

•~~اللهمّ صلّی وسلم وبارك علی سيّدنا محمّد~~•

"Mimpi itu hanya bunga tidur, dan akan menghilang saat kau terbangun. Namun, jika mimpi itu benar-benar terjadi, sungguh Tuhan sedang memberikan salah satu anugerahnya untukmu."
(Note: mimpi baik lo ya 😅)
.
.

Hai guys, gimana kabarnya? Semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan ya! Diberikan kelancaran juga bagi yang menjalankan ibadah puasa♡
Have a nice day :)

.
.
.

🎡

Alhamdulillah bisa lanjut bagian ke-10 ♡
Happy Reading! \(^.^)/

Sesuai perkiraanku, kami sampai di rumah ayah setelah lima belas menit perjalanan. Dengan cepat mobil hitam yang kunaiki ini melewati gerbang, bersamaan dengan bunyi klakson dari pak Joko untuk menyapa rekannya di post jaga. Lajunya semakin melambat, kemudian perlahan merapatkan diri ke depan pintu masuk.

Kubuang napas berat dengan cepat, ya semoga secepat itu pula beban-beban dalam pikiran bisa terhempas. Pak Joko turun lebih dulu, lalu dengan cepat menurunkan barang-barangku yang ada di bagasi. Sementara aku masih duduk di dalam mobil, aku benar-benar kembali ke rumah ini, batinku.

Bukankah memang tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang? Aku hanya mengikuti alur yang diizinkan oleh-Nya untuk terjadi. Kubuka perlahan gagang pintu, dan dengan malas keluar untuk membantu lelaki sepuh yang nampak sigap mengangkati rongsokan berharga milikku.

"Sini Pak, biar Mee yang bawa," ucapku begitu turun dari mobil.

Pak Joko menolehkan kepalanya ke arah bagasi, "Udah bawa aja yang ada di sana," titahnya.

Aku berjalan ke belakang, mengangkat paper bag berisi anak-anakku yang masih terbungkus rapi seperti sedia kala.

Aku berjalan ke belakang, mengangkat paper bag berisi anak-anakku yang masih terbungkus rapi seperti sedia kala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kudengar decitan pintu yang dibuka dari dalam. Pintu jati yang megah itu terbelah menjadi dua, dengan anggun dan senyuman yang berseri bu Lisa keluar dari rumah.

"Sini dek, mama bantu bawa barang-barangnya." Ia berjalan cepat ke arahku, lalu mengulurkan tangannya. Kedua sudut bibirku terangkat tanpa aba-aba, kucium tangan lembut yang pasti telah ia gunakan untuk merawat ayahku. Aku tidak bisa menerma hati ayah yang berpaling untuk orang lain, tapi aku juga tidak bisa menafikkan fakta bahwa perempuan inilah yang kini menemani ayahku. Sungguh, aku tidak suka perasaan seperti ini.

WA'ALAIKA KOOKIE-SSI! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang