Ketika hujan yang membuatmu ingin bersumpah serapah
juga yang mengharuskanmu berhenti saat sedang di jalan
atau yang juga menghalangi kau untuk meneruskan kerjamu di sore hari
tentu disana pula kau akan merasakan sedikit gelitik di ujung mata dan hidung
karena pemandangan basah yang kau benci ini justru membuatmu tenang (atau bahkan sesak)
karena bau petrikor yang merongrong ke saluran napasmu malah mengingatkan pada masa yang baik (dulu)
Mungkin sekarang,
atau nanti,
atau sudah terlambat
Tapi kenangan buruk itu juga masih belum luntur dengan hanyutnya hidupmu (sekarang)
Pun, kalau memang hanya tinggal kenangan itu satu-satunya yang tersisa,
setidaknya, kau masih punya segelas kopi hangat
yang menemani tiap pagi dan petang (seperti senandung atau ode)
juga satu buku catatan
yang mengejawantahkan tiap nanar (seperti kamus kehidupan)
Dalam tegukan terakhir kopi itu,
kau mulai sadar bahwa rasa pahit yang akan bersisa
Dalam lembar terakhir buku itu,
kau baru mengerti bahwa sebuah awal bukanlah apa-apa
YOU ARE READING
Catatan Putus Asa
PoetrySajak-sajak tentang pahitnya hidup yang selalu kau perjuangkan. Begitu pahit kau coba menelan hidup. Dan begitu juga sajak ini, terlalu pahit. Maka, berhati-hatilah