Epilog (1)

1.1K 106 104
                                    

7 tahun kemudian...

"Baik, sekian rapat hari ini. Kalian bisa kembali bekerja. Untuk Sena temui saya di ruangan saya," ungkap Pak Jaka kepada karyawannya setelah acara rapat rutinan itu selesai digelar.

Seperti yang pria itu sampaikan, ruang rapat itu langsung kosong ditinggal penghuninya. Mereka semua langsung bubar menuju ruangan divisi masing-masing serta melanjutkan pekerjaannya masing-masing.

"Nggak biasanya Pak Jaka minta lo nemuin dia, Sen. Ada apa ya?" tanya Naura kepada Sena membuat gadis itu mengernyit bingung.

Benar kata Naura, tak biasanya memang atasannya itu meminta bertemu karyawannya secara pribadi jika tidak dalam keadaan yang darurat. Apakah Sena membuat kesalahan? Ataukah ada hal buruk yang terjadi? Entahlah Sena sendiri sudah begidik ngeri membayangkannya.

Sena dan Naura sudah berada di depan pintu ruangan Pak Jaka. Pintunya tertutup rapat dan entah mengapa atmosfirnya begitu dingin, padahal ruangan itu sangat rapi, nyaman, dan tentu saja aestetik. Tak heran memang karena Pak Jaka adalah seorang seniman sejati.

"Semangat Sen! Gue tunggu di ruang kerja!" kata Naura mengepalkan tangannya ke udara berusaha menyemangati Sena yang sudah lemas.

Gadis itu menghirup udaranya dalam-dalam lalu mulai mengetuk pintu. Ketika seseorang di dalam mengatakan 'masuk' barulah Sena berani memasuki ruangan atasannya itu.

"Permisi Pak... ada yang bisa saya bantu?" Tanya Sena berusaha tenang padahal ia sudah gugup setengah mati.

Pak Jaka nampak melihat-lihat berkas di raknya. Ia mengambil sebuah dokumen bermap biru lalu menyuruh Sena untuk duduk.

"Jadi gini, teman saya ada yang menawarkan untuk membuka galeri seni di luar negeri. Menurut saya ini bagus untuk perkembangan perusahaan kita dan saya mau kamu yang mewakili perusahaan ini ke sana. Bagaimana?" tanya Pak Jaka sembari menatap Sena penuh harap. Ia tahu bahwa masih banyak karyawan senior di sana. Apalagi Sena masih bekerja di sini sekitar dua tahunan. Tetapi, Pak Jaka dapat melihat potensi besar dari dalam diri Sena. Gadis itu begitu terampil dan tekun. Ia juga jujur dan cekatan. Dalam segi seni pun, gambaran Sena tak dapat diragukan lagi. Dengan beberapa pertimbangan itulah yang membuat Pak Jaka yakin bahwa Sena mampu membawa nama perusahaan ke kancah internasional.

Mendengar pernyataan Pak Jaka membuat Sena sangat antusias. Go internasional? Itulah yang ia tunggu sejak lama. Apalagi beberapa karyanya akan dipajang dan diperlihatkan oleh orang banyak. Itu pasti adalah sebuah pengharagaan bagi Sena.

"Kalau boleh tahu, negara mana ya Pak?"

"Negara romantis, Jerman."

Senyuman di bibir Sena langsung pudar. Dari beratus-ratus negara, kenapa harus Jerman Ya Tuhan? Kenapa bukan Korea? Jepang? Prancis? Belanda? Atau Amerika? Kenapa harus Jerman?

"Harus Jerman ya Pak?"

Pak Jaka mengangguk. "Jerman adalah pilihan tepat sebagai langkah awal perusahaan Sen..."

"Kalau saya menolak bagaimana Pak?"

Pak Jaka sempat terkejut dengan pertanyaan Sena. Ia kira anak buahnya itu akan langsung menyetujui tawarannya. Tetapi tanpa disangka, gadis itu ragu dengan hal itu dan ia akan meyakinkannya apapun yang terjadi. Tiba-tiba Pak Jaka menyunggingkan senyumannya. "Silahkan angkat kaki dari perusahaan saya."

What the hell! Kalau sudah begini, ini namanya bukan meminta persetujuan tetapi pemaksaan!

***

"Gila! Gila! Gila! Kenapa di saat gue dapat kesempatan besar, ada aja cobaannya Ya Tuhan?" Teriak Sena frustrasi kepada ketiga sahabatnya, Jihan, Shilla, dan Zahra yang kini sudah berada di kamar Sena untuk mendengarkan keluh kesahnya.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang