Sore itu matahari sedang bersemangat memancarkan sinarnya. Para siswa sudah tak sabar ingin segera pulang ke rumah dan berbaring di atas kasur empuk mereka.
"Kak Dion pulang duluan aja, aku mau main ke rumah Gita."
Dion memicingkan matanya, sedikit curiga. "Oke."
Anya mengangguk lalu kembali masuk ke dalam kelas, ia butuh waktu setelah kemarin dibuat hancur oleh Rafael-- ralat, dibuat hancur oleh harapannya sendiri.
Pemuda itu mulai menyalakan motornya saat melihat Gita berjalan santai.
"Anya udah ada janji sama kak Reynand, gak usah ditungguin," kata Gita kala melihat Dion di atas motor.
Dion mengepalkan tangannya, diam-diam ia mengumpat. Pemuda itu mengangguk pada Gita lalu memacu motornya perlahan menuju gerbang sekolah. Ia tak benar-benar pulang, mengikuti gadis bermata coklat itu adalah misinya hari ini.
Di sana, terlihat Anya yang bersandar nyaman di pundak kokoh milik Reynand. Motor cowok berahang kotak itu melaju perlahan seolah menikmati setiap detik bersama Anya.
Sesekali mereka tertawa, Reynand juga mengelus punggung tangan Anya yang berada di perutnya. Keduanya terlihat seperti sepasang kekasih.
Taman adalah tujuan kedua setelah toko buku. Dion memarkirkan motornya sedikit lebih jauh agar tak ketahuan. Pemuda itu terus mengawasi pergerakan Anya dan Reynand.
Di hamparan rumput hijau, Anya kembali menempatkan kepalanya di bahu cowok itu. Tubuhnya bergetar menandakan adanya air mata yang keluar dari netra indahnya.
Reynand merangkul pundak gadis di sampingnya, berniat menenangkan. Keduanya berbincang cukup lama, Dion masih setia di tempatnya --mengawasi kalau-kalau pemuda bermata sipit itu menyakiti Anya.
"Makasih, udah mau dengerin cerita Anya."
Reynand tersenyum manis. "Sama-sama."
"Makasih juga udah beliin Anya buku. Kak Rey baik banget."
"Iy--"
Sial! Ponsel Dion berdering, tertera nama Abam di sana. Dasar, pengacau! Mau tak mau pemuda itu keluar dari persembunyiannya.
Anya membatu, ia bahkan tak berani menatap mata tajam itu. Cowok dingin itu tersenyum, bukan senyum ramah, tapi senyuman miring yang terkesan menyeramkan.
Ia menarik Anya menjauh dari Reynand, setelahnya Dion menghunuskan lirikan tajam penuh amarah pada musuhnya.
"Pergi," usirnya
Reynand menyempatkan diri untuk mengusap pucuk kepala Anya. "Kak Rey balik, ya." Lalu ia berbalik menuju motornya.
Anya sudah seperti menghadapi malaikat maut. Tangannya bergetar, keringat dingin mulai membanjiri wajahnya, kepala menunduk, dan bibir yang terkunci rapat. Gadis itu terdiam pasrah.
"Gak ada pembelaan?"
Anya mengangkat kepalanya perlahan. "A-aku butuh teman cerita. Gita nangis seharian, aku nggak mau ganggu dia."
Senyum penuh kengerian tergambar jelas di wajah pemuda tujuh belas tahun itu. "Gita nangis?"
Anya mengangguk membenarkan.
"Dasar, pembohong."
Peringatan; jangan pernah mengelabui Dion. Itu ide yang sangat buruk.
"Kenapa Kakak selalu marah?"
Dion naik pitam. "Lo gak tau dia siapa!"
"Aku tau! Tadi kak Rey cerita tentang kehidupannya. Kak Rey bukan orang jahat!"
"Shut your mouth!" Pemuda berwajah oval itu mencengkram bahu Anya kuat. "You think you know him, but you have no idea who he really is! You need to stay away from him!"
Gadis berambut panjang itu menangis, bahunya sakit karena ulah Dion. "Urus aja urusan Kakak!" Ia memberontak hingga cengkraman itu terlepas. "aku benci kak Dion!"
Anya berlari pergi, hari ini benar-benar menyakitkan. Pertama Rafael, lalu Dion. Gadis itu berharap semoga Reynand tak ikut-ikutan membuatnya menangis.
Di tempatnya Dion membatu. "Dia itu manipulatif, lo gak akan sadar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...