No Memories

209 4 4
                                    

Hari minggu. Hari terbaik sepanjang masa. Well, setidaknya buatku. Hari yang selalu kunanti-nanti untuk melepas penat dan sekedar melupakan segala permasalahan sebelum senin kembali menjemput. Hari dimana aku tidak perlu bangun pagi dan memulai aktifitas menjemukan yang rutinitasnya itu-itu saja. Hari dimana aku bisa bermalas-malasan dan bisa kembali ke duniaku sendiri yang dipenuhi dengan dia. Dunia dimana aku bisa berlama-lama menatap foto dalam pigura di atas tv, memeluk sepuasnya boneka panda di atas kasur yang selalu menemani tidurku, melakukan semua hal yang akan mampu membangkitkan kenanganku tentang dia, semua hal tentang dia.

Hari minggu. Biasanya aku akan bangun kesiangan, mungkin tengah hari baru mataku akan terbuka. Setelahnya, tanpa menggosok gigi, kuseduh teh herbal beraroma melati andalan yang selalu mampu membuatku rileks, menyesapnya sedikit, kemudian menggoreng omelette telur dan segera memakannya terburu-buru karena kelaparan. Perutku memang terbiasa diisi pagi-pagi sekali sebelum kerja sehingga perubahan jadwal pengisiannya akan mengacaukan ritme kerja dalam tubuhku. 

Breakfast selalu bisa menyegarkan tubuhku. Setelah tadi sarapan –walaupun melihat jamnya mungkin itu namanya bukan sarapan lagi- biasanya aku akan masuk ke kamar, dan tidak akan keluar-keluar lagi hingga sore. Pada waktu itu tidak ada yang akan menggangguku. Berapa kali pun telepon apartemen atau handphone ku berdering, aku tak akan menggubrisnya. Juga jika ada yang memencet bel apartemen, tidak akan kuhiraukan sama sekali. Tidak ada yang boleh mengganggu waktuku dengan dia.

Semua tentang dia begitu spesial bagiku. Caranya tersenyum, lekukan khas bibirnya yang tertarik ke atas pada bagian ujungnya hingga menampakkan gigi gingsulnya –aku lebih suka menyebutnya gigi drakula- akan terlihat saat ia sedang senang setengah mati, cengiran usil miliknya saat sedang berbuat kejahatan padaku –oke, aku berlebihan, bukan kejahatan tapi keisengan- wajah bodoh yang ia tampilkan saat sedang melongo, ataupun wajah terkeren miliknya yang paling kusuka, wajah seriusnya saat sedang bekerja, dan tatapan dalamnya saat sedang menatapku diam-diam –aku tahu ia sedang menatapku, tapi aku pura-pura tidak sadar- semua hal tentangnya, semuanya, terekam jelas di otakku dan sangat mudah untuk memutarnya kembali saat kuinginkan, dan bahkan proyeksi film tentang dia akan terputar otomatis sepanjang hari, kalau rindu dan galau pada hatiku sedang kumat.

Batas antara cinta dan obsesi sangat tipis. Aku selalu bilang pada semua orang kalau aku mencintai dia. Tapi justru semakin sering kukatakan itu, semakin nyata keraguan dan ketakutanku, aku takut hanya terobsesi pada dia. Aku tipe orang yang sangat gengsi-an, kata terobsesi sangat buruk buat harga diriku. Begitu pula rasa gengsi yang sangat hebat itu menguasaiku, hingga saat terakhir aku bisa melihat dia di hadapanku. Dia yang terlihat terluka dan berupaya memanggilku kembali, namun kata gengsi yang sudah bertahta indah di kepalaku berhasil menarikku berbuat bodoh, mengacuhkan dia.

Jikalau mengingat bagian itu, bagian dimana aku bertindak bodoh dan tolol demi rasa harga diriku yang terlampau tinggi, satu keping sel di hatiku serasa mati. Aku tidak suka mengingat bagian itu, aku lebih ingin mengingat kenangan manis yang telah  terlewati, namun tidak bisa. Saat refleksi memori bagian itu mengemuka, seperti kaset rusak, ia akan terus terulang seterusnya. Tak ada yang mampu kulakukan. Sakit dan perih di dada hanya bisa kukurangi melalui air mata yang mengalir menganak sungai di pipiku. Pipi yang selalu dicubit oleh dia dan dikatakan pipi chubby jika aku sedang menangis. Namun nyatanya sekarang ia tak ada untuk mencubit pipi ini. Padahal aku sedang menangis.

Kupandangi foto dalam pigura di atas tv. Terlihat jelas dua orang yang tersenyum bahagia. Yang satunya, cewek, yang aku yakin adalah diriku sendiri, sedang memegang gulali di satu tangan, sedang tangan yang lain mencubit bahu cowok di sebelahnya. Cowok di sebelahku, yang memang adalah dia, sedang mencubit pipiku dengan kedua tangannya. Pandangan kedua manusia itu tersenyum ke arah kamera, padahal aku ingat sekali, kami berdua merasa kesakitan akibat cubitan yang kami terima masing-masing, namun dasar sifat kami berdua yang narsis di depan kamera, begitu mendengar aba-aba untuk take gambar, senyum langsung menghiasi wajah konyol kami.

Aku beranjak ke arah tempat tidur. Kuraih boneka panda pemberian dia. Boneka panda dengan mata bulat besar dan berwarna hitam di sekeliling matanya. Aku jadi teringat saat dia memberikan boneka ini. Waktu itu aku baru pindah di apartemen ini. Suasana apartemen yang sunyi membuatku takut. Aku tak bisa tidur, aku pun menelepon dia. Besoknya, ia menjengukku dan melihat mataku yang mengerikan, dengan kantung mata dan lingkaran hitam di seputar mataku. Tiba-tiba ia keluar dan setengah jam kemudian datang dan memperkenalkan saudara kembarku, si boneka panda bermata sama sepertiku. Tentu saja aku marah, masa aku dikatakan kembar dengan hewan gendut irit warna dari negeri tirai bambu ini, namun ia hanya tertawa menanggapi kemarahanku. Ia menyuruhku memeluk boneka itu dan menganggap boneka itu adalah dia, jadi aku bisa tidur dengan tenang. Hasilnya, memang dia berhasil membuatku merasa tenang. Setiap akan tidur, aku pasti memeluk boneka itu, bulunya yang lembut dan tubuhnya yang gemuk dan empuk membuatku dengan mudahnya tertidur.

Rutinitas minggu yang selalu kujalani akhir-akhir ini mulai berubah. Seiring perubahan itu, makin besar pula rasa bersalahku pada dia. Kusadari, aku mulai lelah menjalani rutinitas itu. Rasa sakit itu terlalu besar, aku tidak mampu menampungnya lagi. Mungkin memang benar kata mas Pras, lelaki yang akhir-akhir ini mampir menyaingi dia di kepalaku. Aku harus melupakan dia. Hal yang seharusnya kulakukan sejak dulu, move on dari dia. Mas Pras yang selalu berada di sampingku, tidak seperti dia yang malah pergi meninggalkanku. Walaupun aku tahu akulah yang salah, tapi aku harus berhenti menyiksa diri, yah, seperti kata mas Pras lagi.

Maka, seperti nyala kembang api yang meledak-ledak di langit, perasaanku juga ikut meledak-ledak. Setiap bersama mas Pras, rasanya kembang api itu meledak di perutku, menimbulkan sensasi mulas. Namun saat sampai kembali di apartemen, nyala kembang api yang tadinya meriah, panas dan bergelora tiba-tiba seperti disiram air hujan. Dingin dan mati. Melihat betapa setiap inci ruangan apartemen selalu berkaitan dengan dia. Menimbulkan kerinduan teramat dalam yang berujung sakit di dada dan menyeruak nyata. Bagai palu godam yang memukul hatiku kuat-kuat, merontokkannya menjadi berkeping-keping.

Sungguh, aku tak tahan lagi.

Mungkin sudah saatnya.

Minggu kembali datang. Di luar kebiasaan, aku bangun pagi-pagi sekali di hari minggu ini. Saat kedua bola mataku terbuka lebar, aku sadar harus melakukan sesuatu.

Kukumpulkan semua benda tentang dia. Dengan penuh kesadaran, aku membakarnya. Aku melakukannya di atas atap apartemen, melihat foto dan boneka itu berubah menjadi abu beserta barang-barang kecil lain pemberiannya. Seketika itu pula hatiku kembali sakit. Dingin.

Kutelpon mas Pras. Mendengar suaranya, hatiku sedikit tenang. Hatiku kembali hangat.

Aku kembali teringat kata-kata bijaknya kemarin, yang berhasil membuka kedua mataku yang rasanya sudah buta karena dia.

Cinta memang seperti itu Seruni, ada saatnya ia datang, namun ada saatnya pula ia pergi. Jika saatnya ia pergi, bersabarlah, karena akan datang lagi saat dimana cinta baru datang. Berbeda memang, namun sadarlah semua cinta adalah anugerah dari yang kuasa. Tidak semua orang diberi anugerah seindah itu.

Aku sungguh bersyukur pada sang pencipta. Mengirimkan mas Pras untuk membantuku melupakan dia.

The End

Comment, kritik, vote pasti bisa buat author lebih semangat nulis…;)

Terima kasih buat semua yang sudah membaca cerita pendek tidak jelas karangan author ini.

Maaf kalau terkesan lebai, jelek dan banyak kekurangan, author lagi stress soalnya, menjelang nyusun skripsi#curcol, perasaan ga ada yang nanya deh sama author, hehe, makanya cerita yang keluar jadi aneh begini... padahal masih ada proyek Cat Possession yang mesti author lanjutin, ckckck…fokus dong author fokus!!

Oh iya met tahun baru 2013 semuanya ;)

No MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang