Asalamualaikum temen-temen. Sebelum lanjut membaca, aku mau nanya dong sama kalian.
Jawab, ya, wajib! Hehehehe.
👇
Untuk panggilan si lelaki pemeran utama yaitu Gian. Kalian lebih nyaman membaca dengan nama Gian atau Nathan?
Aku tunggu, loh, jawaban dari kalian. Jujur aja pilihnya, aku mau kalian nyaman saat membacanya. Ini juga untuk kelanjutan part berikutnya Tasbih Cinta.
Kenapa tiba-tiba aku minta pendapat mengenai hal ini. Karena nanti, setelah cerita ini tamat aku nggak perlu revisi ulang. Karena ada cerita-ceritaku yang lain sedang menunggu untuk publish.
Jadi, mohon bantuannya ya teman-teman.
Dan kalau yang jawabnya cuma satu atau dua orang, bahkan nggak ada yang jawab sama sekali, berarti aku pilih sendiri aja ya, suka gak suka, kalian harus suka. Syukron😉
****
Aku pun bersalah, karena itu aku berusaha mengikhlaskanmu.
****
Matahari begitu terik, sementara gadis kecil berusia sembilan tahun itu masih sibuk membaca buku sedang kedua telinganya di sumpal earphone. Kaki mungilnya melangkah di sepanjang jalan di sekitar perumahan. Bibir mungilnya pun masih sibuk meniup permen karet.
"Hei, mau main bareng?" tanya seseorang yang tiba-tiba menghadang langkahnya. Berdiri di depannya seraya memeluk bola basket mainan di tangan kanannya.
Gadis kecil itu menatap sinis, ia buang permen karet rasa stroberi yang telah berubah berwarna putih. Ia menepuk pelan dada lelaki di depannya.
"Sorry, aku nggak mau punya temen!" katanya ketus kemudian pergi.
"Tapi aku mau temenan sama kamu. Kamu, kan juga nggak punya temen di sekolah!" Lelaki itu masih mengejarnya di belakang.
"Nama aku Fahri, ayo kita kenalan." Lagi-lagi tidak ada respons dari gadis kecil itu.
"Araya!" Anak lelaki yang bernama Fahri itu berteriak memanggil namanya. Yang sontak saja membuat tubuh mungil Araya berbalik, rambut dikuncirnya pun ikut bergoyang.
"Kok, tahu nama aku?!"
Fahri tersenyum senang, rambutnya yang menutup kening tersibak ke belakang saat ia berlari menghampiri Araya.
"Kita, kan, satu kelas Ara, dan meskipun Araya itu judes, tapi Fahri suka sama Ara. Kita temenan, ya?" Fahri tidak menyerah, ia mengulurkan tangan. Namun, Araya mengerling sinis dan menepis tangan Fahri.
"Nggak, aku nggak suka sama lo!"
Jika saja waktu bisa diputar kembali, maka Araya ingin kembali pada saat itu. Seharusnya ia menerima uluran tangan Fahri dan mau berteman dengannya. Fahri tulus tetapi Araya selalu marah padanya. Kalau saja tidak ada kejadian yang membuat Araya sampai diperlakukan buruk di sekolah saat masa SMP dulu dan bagaimana Fahri menyelamatkannya. Maka mungkin Araya tidak akan pernah mau menganggap Fahri sebagai sahabatnya sampai sekarang.
Dulu, Araya suka sendirian karena itu dia tidak mau berteman. Hanya Fahri yang membuatnya nyaman, sampai ia sadar bahwa ternyata ia juga butuh orang lain.
Lelaki itu baik, tetapi Araya lagi-lagi selalu mengecewakannya. Tubuh Fahri masih terbaring di ruang ICU sementara Araya hanya bisa melihatnya dari luar. Kedua telapak tangannya menempel di jendela ruangan Fahri, matanya berkaca-kaca tetapi Araya tidak ingin menangis. Sungguh, rasanya sakit melihat Fahri seperti itu. Karena bagaimanapun, Araya menyayangi Fahri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Yang Dinanti √
RomanceSpin off : Cinta dari Allah Spiritual-Romance Ini tentang Araya Maharani, seorang perempuan yang terkenal memiliki tabiat cuek di sekolahnya. Membuatnya tak memiliki banyak teman. Itupun hanya bisa dihitung jari, meskipun begitu Araya memiliki sahab...