Ini cerita selingan ya woy. Karena cerita yang sebelumnya gue buntu, jadi gue buat cerita yang gue gak buntu 😂
Seperti judulnya. Gue gak tahu mau kasih judul apaan. Jadi.. gua kasih kalian kesempatan untuk berkreativitas memberi judul cerita ini di akhir cerita nanti.
Ini terdiri dari 2 Part. Dan part selanjutnya udah jadi dan akan di publish saat saya mood atau jika saya mendapatkan komentar yang membuat hati berbunga-bunga 😂
Oke selamat membaca... 😘
*
*
*"Apa kau sedang sibuk?"
"Iya, memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa. Maaf sudah mengganggu.."
Jessica menghela nafas panjangnya, menatap sup ikan buatannya yang kelihatan begitu lezat. Sayang sekali, seseorang yang begitu menyukai makanan yang satu ini tidak bisa hadir dan menikmati makanan itu bersama. Padahal, menurutnya ini adalah sup ikan terenak yang pernah ia buat.
Dengan langkah malas, Jessica memilih pergi menuju tempat tidurnya. Alih-alih ingin makan, Jessica lebih memilih menjatuhkan tubuhnya di sana. Memeluk bantal berwarna putih miliknya dengan kuat. Entah kenapa, hatinya terasa memanas. Begitupun dengan kedua matanya yang perlahan mulai berair. Dan sedetik kemudian, iapun benar-benar menangis.
Jessica tidak tahu kenapa akhir-akhir ini ia begitu cengeng. Padahal, dulu ia selalu kuat menghadapi sikap kekasihnya yang begitu dingin itu. Tapi sekarang, entah kenapa rasanya malah berbeda. Mungkin, ini adalah saatnya ia merasakan lelah. Lelah menghadapi sikap kekasihnya. Ia mulai berpikir, apakah.. ini saatnya ia mengakhiri hubungan ini?*
*
*
"Aku menyukaimu. Aku Ingin jadi pacarmu. Tapi aku tahu kau tidak menyukaiku, apalagi mau jadi pacarku."
"Siapa bilang? Mulai sekarang, aku adalah pacarmu."
"Hah?"
Jessica masih ingat betul betapa malunya ia ketika menyatakan perasaannya pada Donghae yang saat itu merupakan kakak kelasnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa Donghae akan menerima pernyataan cintanya. Itu semua sungguh di luar dugaan. Padahal, Jessica sudah sangat pesimis saat itu. Takut jika ternyata Donghae akan menolaknya.
Dulu, Donghae adalah siswa yang sangat tampan di sekolah. Tak hanya itu, berkat otaknya yang super pintar, ia beberapa kali berhasil mengharumkan nama sekolah. Selain itu, Donghae juga ditunjuk sebagai kapten tim sepakbola di sekolah karena bakatnya di bidang yang satu ini memang patut untuk diacungi jempol. Tak heran jika hal itu membuat para gadis menggilainya.
Sementara itu, Jessica hanyalah gadis biasa. Ia tidak pintar, juga tidak bodoh. Ia cukup cantik, tapi masih banyak yang lebih cantik darinya. Namun, Jessica cukup terkenal karena keberanian dan sikap sok akrabnya pada Donghae yang semua orang tahu bahwa pria itu begitu dingin. Nama Jessica seketika melambung seantero sekolah setelah pernyataan cintanya diterima oleh seorang Lee Donghae, sosok yang dikenal begitu sulit untuk ditaklukkan oleh wanita.
Entah apa yang membuat Donghae memilih untuk menerima Jessica saat itu. Padahal, para primadona sekolah selalu sibuk memperebutkannya. Tapi Donghae malah memilih Jessica untuk menjadi pacarnya. Gadis cerewet dan sok akrab yang terkadang membuat darahnya naik.
Awalnya, Jessica mengira bahwa Donghae menerimanya hanya karena ingin menyingkirkan gadis-gadis yang selama ini memperebutkannya. Ia pikir, mana mungkin Donghae benar-benar menyukainya. Jessica selalu mengira bahwa Donghae menyukai Olivia Kim, gadis bule yang sangat cantik yang beberapa kali menjadi pasangan Donghae saat mengikuti olimpiade. Donghae cukup dekat dengan gadis itu, dan ia pernah beberapa kali tak sengaja melihat Donghae hangout bersama gadis itu. Jessica pernah bertanya pada Donghae, apakah ia menyukai Olivia? tapi ternyata.. pria itu menjawab tidak. Dan semua itu terbukti ketika Olivia pindah ke Amerika bersama orangtuanya, dan Donghae baik-baik saja. Tidak merasa kehilangan sama sekali. Jessica pernah bertanya pada Donghae, apakah ia merindukan Olivia? Dan pria itu menjawab, untuk apa?
Donghae memang benar-benar dingin, cuek, dan irit bicara. Pria itu tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung kepada Jessica, juga tidak pernah mengatakan apa yang dirasakan hatinya. Hal itu membuat Jessica harus ekstra peka terhadap kekasihnya itu. Meskipun begitu, Jessica yakin jika sebenarnya Donghae juga menyukainya.
Kenapa?
Meskipun kelihatannya cuek, namun sebenarnya Donghae begitu peduli pada Jessica. Semenjak keduanya berpacaran, tidak ada yang berani mengganggu Jessica. Karena mengganggu Jessica, sama dengan membuat perkara dengan Donghae. Jessica tidak pernah peduli dengan berapapun nilai yang ia dapatkan ketika ujian. Tapi Donghae, adalah orang yang paling pusing memikirkan bagaimana caranya agar Jessica mendapatkan nilai yang bagus. Donghae selalu memaksa Jessica untuk belajar. Jika Jessica tidak mau, maka ancamannya adalah putus. Oleh karena itulah Jessica akhirnya mau belajar.
Selain itu, ada hal lain yang membuat Jessica yakin bahwa Donghae juga menyukainya. Ketika Donghae sudah lulus lebih dulu dari sekolah, pria itu selalu menyempatkan waktunya untuk bertemu dengan Jessica di tengah-tengah tugas kuliahnya yang cukup membuatnya stress. Ia mengajarkan Jessica pelajaran yang tidak dipahami oleh gadis itu. Donghae juga selalu meluangkan waktunya untuk membimbing Jessica belajar ketika gadis itu akan menghadapi ujian. Dan berkat Donghae jugalah, akhirnya Jessica lolos di universitas yang sama dengannya.
Cara berpacaran mereka memang unik dan berbeda dari yang lainnya. Donghae sama sekali tidak pernah mengajak Jessica pergi berkencan seperti menonton film, makan malam romantis, ataupun yang lainnya. Tapi, Donghae selalu mengajak Jessica pergi ke perpustakaan dan belajar bersama di sana. Meski begitu, Jessica tidak pernah mempermasalahkannya. Ia paham kenapa Donghae tidak pernah mengajaknya pergi berkencan seperti pasangan kekasih yang lainnya. Pergi ke perpustakaan bersama, adalah kegiatan yang irit dan sangat bermanfaat. Lagipula, Jessica tidak ingin membebani Donghae. Ia paham. Selain berkuliah, Donghae juga harus kerja paruh waktu demi mencukupi kebutuhan hidupnya.
Jessica paham, bahwa Donghae bukanlah orang yang berada seperti dirinya. Ayahnya sudah meninggal saat ia masih kecil, dan kakak laki-lakinya hanya seorang pegawai kantor biasa. Sementara ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. Oleh karena itu, semasa kuliah, Donghae melakoni beberapa pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Donghae pernah menjadi seorang pelayan, pencuci mobil, pengantar ayam, juga menjadi seorang kasir. Meski begitu, Jessica tidak pernah malu memiliki pacar seperti Donghae. Bagi Jessica, Donghae adalah seseorang yang selalu bisa memotivasinya untuk menjadi lebih baik.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Donghae bekerja sebagai seorang analis di salah satu bank di Seoul. Ia juga mulai mengawali karirnya di dunia bisnis dengan membuka sebuah kedai kopi di sekitar sungai Han yang letaknya sangat strategis. Sebenarnya, saat itu Donghae ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi, ia mencoba untuk break sejenak dari dunia pendidikan karena ia sadar bahwa ia membutuhkan biaya yang banyak untuk menyabet gelar yang lebih tinggi. Lagipula, saat itu Jessica juga belum menyelesaikan kuliahnya.
Selama break dari dunia pendidikan, selain bekerja sebagai analis di bank dan bisnis kopi, Donghae tidak pernah lupa membantu Jessica mengerjakan tugas kuliahnya hingga menyelesaikan skripsi. Dan akhirnya, Donghae pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi bersamaan dengan Jessica. Bisnis kedai kopinya meraup banyak keuntungan karena selain letaknya yang strategis, tempatnya juga sangat nyaman hingga banyak kaum muda yang memilih tempat itu sebagai tempat favorit mereka. Keadaan ekonomi keluarga Donghae mulai membaik sejak saat itu. Ia membeli sebuah rumah baru, satu unit apartemen, dan kabar baiknya.. Donghae mulai membuka cabang kedai kopinya itu.
Setelah menyelesaikan kuliah yang kedua secara bersama, Jessica mulai ikut dalam beberapa casting untuk menjadi seorang reporter. Pekerjaan yang disarankan oleh Donghae karena pria itu bilang, menjadi reporter sangat cocok untuk Jessica yang begitu cerewet dan suka jalan-jalan. Sementara itu, Donghae memilih untuk melaksanakan kewajibannya terhadap negara dan mulai mendaftarkan diri untuk mengikuti wajib militer.
Dua tahun Donghae menjalani wajib militer, adalah dua tahun yang sangat menyebalkan bagi Jessica. Ia tidak bisa bertemu dan berkomunikasi dengan kekasihnya itu selain lewat surat yang ia kirim setiap minggunya. Selama dua tahun, Jessica kesepian. Ia sungguh merindukan Donghae hingga menangis setiap malamnya. Ia ingin bercerita banyak hal kepada Donghae, meskipun Donghae jarang merespon apa yang ia bicarakan. Ia ingin memeluk pria itu, meski pria itu selalu terlihat kaku setiap kali ia memeluknya. Pokoknya, dua tahun selama Donghae menjalani wajib militer adalah dua tahun yang paling buruk di hidup Jessica.
Setelah selesai menjalani wajib militer, Donghae dilirik oleh komandannya untuk menjadi pengawal pribadi putrinya karena cara kerjanya saat bertugas membuat sang komandan merasa terpukau. Dan Donghae menerimanya, bahkan.. sudah hampir satu tahun Donghae bekerja sebagai pengawal pribadi Putri komandannya itu.
Awalnya, semuanya memang baik-baik saja. Jessica bahkan begitu senang ketika tahu bahwa Donghae dipercaya oleh komandannya untuk menjaga putrinya. Belum lagi, karena gaji yang didapat Donghae setiap bulannya sangat besar. Tapi semakin kesini, Jessica mulai merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungannya dengan Donghae yang sudah berjalan selama dua belas tahun ini.
Jessica memang sudah biasa dengan sikap dingin Donghae. Jessica juga paham kenapa sejak Donghae bekerja sebagai seorang bodyguard, pria itu menjadi tidak punya banyak waktu luang untuk bertemu dengannya. Jessica sangat paham, bekerja sebagai seorang pengawal tentu memiliki jadwal yang sangat padat karena harus selalu mengikuti kemanapun tuannya pergi. Lagipula, Jessica sendiri juga mulai disibukkan dengan pekerjaannya sebagai seorang reporter.
Mulanya, Jessica tidak sedikitpun curiga terhadap putri komandan Donghae yang bernama Han Ye Eun itu. Seorang penulis buku ternama, yang karyanya sudah banyak diangkat ke layar lebar. Tapi semenjak Ye Eun menerbitkan novel yang bertajuk 'my lovely bodyguard', tentu membuat Jessica merasa was-was. Jessica mulai mengira bahwa novel tersebut terinspirasi dari kisah nyata penulisnya. Jessica sengaja membeli satu buah novel itu untuk ia baca sekaligus untuk ia selidiki, tapi ia tidak menyelesaikannya. Karena terlalu banyak adegan romantis di dalamnya. Setiap kali ia membacanya, ia selalu terbayang Donghae dan Ye Eun.
Yahh.. bagaimana tidak? Jessica pikir, novel itu memang benar-benar terinspirasi dari kisah nyata penulisnya. Dari tokoh 'bodyguard' yang diceritakan di novel itu memiliki ciri-ciri yang sama persis dengan Donghae. Bahkan tokoh bodyguard di dalam novel itu diberi nama Lee Dong Hun, yang menyeret persis seperti nama Lee Dong Hae. Bagaimana Jessica tidak naik pitam?
"Dia adalah Lee Dong Hun, seseorang yang papa perintahkan untuk menjagaku. Dia adalah seorang pria yang sangat tampan meski tidak terlalu tinggi. Kulitnya putih seperti orang Korea pada umumnya. Hidungnya mancung, dan tatapan matanya sungguh mempesona. Namun, dia sangat dingin dan hampir tidak pernah berbicara padaku kecuali jika ada hal yang penting saja. Meski begitu, aku pernah tak sengaja melihatnya tersenyum saat ia sedang menelpon seseorang yang ku pikir.. itu adalah ibunya. Dan astaga! Senyumannya benar-benar membuatku ingin mati."
"Di antara orang-orang yang pernah papa suruh untuk menjagaku, aku paling suka dengan Donghun. Dia menjagaku dengan sangat baik dan tidak pernah sekalipun membiarkanku terluka. Aku suka caranya melindungiku yang menurutku sangat gentleman. Selain itu, entah kenapa aku selalu merasakan hawa bahagia ketika sedang bersamanya. Apa.. karena dia tampan? Hahaha. Entahlah.. aku sendiri bingung dengan perasaanku. Aku selalu merasa aneh ketika berada di dekatnya. Apa jangan-jangan.. aku mulai menyukainya? Mungkin.."
"Aku terlalu buru-buru hingga lupa jika aku menggunakan high heels. Alhasil, kaki ku terkilir dan akupun terjatuh. Donghun dengan sigap menolongku untuk kembali berdiri. Tapi sayangnya, aku tidak bisa. Kakiku terlalu sakit untuk melakukan itu. Akhirnya, Donghun menggendongku. Aku sangat malu karena banyak orang yang melihatku. Tapi disisi lain, entah kenapa hatiku rasanya berbunga-bunga karena perlakuan manisnya itu."
"Kakiku membengkak, dan rasanya benar-benar sakit. Tapi Donghun dengan sikap gentleman-nya tidak pernah tega melihatku kesakitan. Ia membawa minyak penghangat dan mencoba mengobati kakiku dengan benda itu. Ia memijat kakiku dengan lembut meski terasa sakit. Melihat wajahnya yang serius saat memijat kakiku, membuatku tersenyum. Dia sungguh menggemaskan."
"Kita berdiri bersebelahan menghadap pantai sambil menikmati indahnya pemandangan tenggelamnya sang surya. Suasana begitu hening, hanya ada aku dan Donghun di sini. Dia tampak begitu tampan saat aku melihatnya dari samping. Dia selalu diam dan tidak banyak bicara, tapi itu justru malah membuatnya semakin mempesona menurutku."
"Aku memeluk kedua bahuku saat angin laut membelai tubuhku dengan begitu lembut. Aku terhenyak ketika tiba-tiba Donghun melepas jas yang dikenakannya dan memakaikannya di tubuhku. Aku tersenyum padanya, dan dia pun ikut tersenyum. Senyumannya mampu membuatku meleleh saat itu juga. Aku menjatuhkan tubuhku di atas hamparan pasir. Ia tampak begitu terkejut ketika tiba-tiba saja aku terduduk sambil bergetar kedinginan."
"Aku langsung memeluknya saat itu juga. Dia terkejut dan hanya diam saja tanpa membalas pelukanku. Dia selalu bersikap canggung kepadaku seolah tak mau memiliki hubungan lebih dekat denganku karena statusnya hanyalah seorang bodyguard. Dan itu sangat menggangu bagiku, karena aku ingin lebih dekat dengannya. Bahkan aku ingin menjadi orang yang paling dekat dengannya."
"Aku melepas pelukanku dan menatapnya dalam-dalam. Ia terlihat kebingungan, namun aku tidak peduli. Dan tak lama setelah itu, aku memberanikan diri untuk menciumnya. Mencium bibirnya. Awalnya dia sangat terkejut. Tapi karena suasana hening dan merdunya ombak yang sangat menenangkan, akhirnya ia terbawa suasana. Kita berciuman dengan waktu yang cukup lama. Itu adalah ciuman pertama kami, dan tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.."
Sampai di bagian itu, Jessica tak pernah lagi membaca novel karya Ye Eun itu. Karena membacanya, sama saja dengan melukai hatinya sendiri. Adegan-adegan romantis dalam novel itu selalu terngiang di kepalanya. Ia selalu bertanya-tanya, apakah novel itu hanya karangan saja? Atau merupakan kisah nyata? Apakah Ye Eun benar-benar melakukannya bersama Donghae? Jessica merasa sakit di bagian kepalanya setiap kali ia memikirkan hal yang satu itu.
Beberapa hari yang lalu, Ye Eun baru saja mempromosikan novel karyanya itu. Selain fans, awak media juga turut hadir untuk meliput dan mencari informasi tentang novel tersebut. Kebetulan, Jessica ditugaskan untuk ikut serta dalam acara tersebut bersama timnya. Itu adalah kali pertama Jessica melihat Ye Eun secara langsung meski Ye Eun sama sekali tidak melihatnya. Dalam acara tersebut, Ye Eun mengatakan bahwa novel barunya yang berjudul 'my lovely bodyguard' memang terinspirasi dari kehidupan nyatanya yang bercampur fiksi. Mendengar itu membuat mood Jessica menjadi buruk seketika. Saat itu, ia ingin sekali melempari Ye Eun dengan Mic yang dipegangnya.
Saat itu, Donghae juga hadir dalam acara tersebut untuk mendampingi Ye Eun meski sama sekali tidak menampakkan wajahnya. Jessica melihat Donghae, dan Donghae juga melihatnya. Namun pria itu hanya diam karena jarak mereka berdua cukup jauh dan suasana yang sangat ramai tidak memungkinkan bagi mereka untuk saling berinteraksi. Apalagi, banyaknya fans dan awak media yang datang membuat Donghae harus siap siaga melindungi Ye Eun.
Jessica bisa melihat bagaimana cara Donghae melindungi Ye Eun saat ada fans dan awak media yang mencoba mendekatinya dan memberikan banyak pertanyaan. Pria itu merentangkan kedua tangannya, menghalangi mereka yang mencoba mendekati Ye Eun. Bahkan, Jessica juga melihat Donghae yang langsung memeluk Ye Eun ketika ada orang yang nekat menarik tangan Ye Eun. Jessica cemburu. Tentu saja, apalagi ketika Donghae melayangkan tatapan tajamnya kearahnya orang-orang yang masih saja nekat mendekati Ye Eun saat wanita itu sudah berada di dalam mobilnya. Pria itu sungguh luar biasa ketika sedang melindungi putri komandannya itu. Pantas saja jika akhirnya Ye Eun jatuh hati padanya.
*
*
*
"Selamat ulang tahun. Semoga apa yang kau inginkan segera terwujud. Jangan lupa untuk bersyukur atas apa yang telah kau dapatkan selama ini. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Dan... tetaplah menjadi Lee Donghae yang ku kenal. Aku mencintaimu.."
"Terimakasih.."
Jessica hanya diam. Menunggu seperti apa reaksi yang diberikan oleh Donghae selanjutnya selain hanya berkata terimakasih dengan nada yang begitu dingin. Ia tidak akan memeluk pria itu, ia hanya ingin tahu apakah pria itu akan memeluknya terlebih dulu atau tidak. Karena selama ini, mereka tidak pernah berpelukan jika bukan karena Jessica yang memeluk pria itu lebih dulu.
"Maaf, jika tahun ini aku tidak bisa merayakannya seperti tahun kemarin. Aku sedikit kurang sehat akhir-akhir ini." Ujar Jessica. Ia sengaja tidak merayakan ulang tahun Donghae seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, tidak ada dekorasi yang indah, tidak ada kejutan apapun, tidak ada acara makan-makan, juga tidak ada campur tangan orang lain dalam merayakan ulang tahun Donghae seperti biasanya. Jessica juga tidak membuat kue tart sendiri seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun kali ini, ia membelinya di sebuah toko kue. Dan sengaja membeli yang ukurannya kecil. Jessica sengaja melakukan semua ini. Ia ingin bersikap tidak peduli pada pria itu sebagaimana pria itu juga tidak pernah peduli dengan ulang tahunnya.
"Tidak apa-apa, aku paham." Ucap Donghae ia menatap Jessica yang hanya menunjukkan wajah datarnya. Sangat berbeda dari biasanya.
"Aku ada hadiah kecil untukmu. Semoga kau suka.." ucap Jessica. Ia memberikan sebuah paper bag yang isinya adalah sebuah jam tangan. Ia tak tahu lagi harus membelikan hadiah apa untuk Donghae di saat ia mulai merasa tidak bersemangat hanya untuk menatap wajah pria itu.
"Terimakasih, aku akan memakainya nanti.." balas Donghae. Ia tahu, sejak dulu Jessica memang selalu memberinya barang-barang yang bisa untuk dipakai sehari-hari. Jessica bilang, ia ingin Donghae memakai barang-barang pemberiannya agar pria itu ingat bahwa dirinya memiliki pacar. Donghae memang selalu memakai barang-barang pemberian Jessica, tapi sayangnya.. entah pria itu ingat atau tidak bahwa dirinya memiliki pacar.
"Ahhh.. ya. Eumm.. sepertinya aku harus pulang sekarang." Ucap Jessica. Ia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang kini menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Kenapa buru-buru?" Tanya Donghae, sebelah alisnya terangkat. Sejujurnya, ia tidak tega membiarkan Jessica pulang sendirian malam-malam begini.
"Besok aku ada jadwal pagi-pagi sekali. Aku harus bangun lebih awal dari biasanya.." jawab Jessica. Tanpa mau berlama-lama lagi, ia pun akhirnya pergi. Meninggalkan Donghae yang masih saja diam di tempat duduknya.
Selama dua belas tahun berpacaran, Donghae tidak pernah sama sekali menawarkan diri untuk mengantarnya pulang meski telah larut malam. Donghae tidak pernah pernah bersikap romantis seperti pasangan kekasih pada umumnya. Bahkan, Donghae tidak pernah ingat kapan hari ulang tahun Jessica dan kapan hari jadi mereka. Dulu, Jessica memang tidak pernah mempermasalahkan hal ini. Ia pikir, ini hanyalah bagian dari sikap Donghae yang benar-benar cuek. Lagipula, Donghae tidak pernah absen memberinya hadiah meskipun sudah sangat terlambat. Tapi entah kenapa, kini Jessica malah merasa sakit hati ketika mengingat hal itu. Ia mulai merasa.. bahwa selama ini ia hanya berjuang sendirian.
Kedua pipi Jessica mulai basah oleh air matanya yang tiba-tiba saja turun dengan derasnya. Ia berlari menyusuri lorong yang cukup gelap, kemudian masuk ke dalam lift dan menangis di dalamnya dengan isakkan yang cukup keras. Ingatannya tentang cuplikan novel karya Ye Eun, masih terus terngiang-ngiang di kepalanya dan membuat hatinya sakit. Jessica selalu bertanya-tanya, apakah Donghae benar-benar pernah berciuman dengan Ye Eun?
Sementara itu, Donghae masih diam di tempat duduknya. Menatap pintu tempat dimana Jessica baru saja menghilang dari pandangannya dengan langkah terburu-buru dan wajah yang begitu masam. Ia menatap hadiah yang baru saja di berikan Jessica padanya dengan nanar. Raut wajah Jessica yang sungguh tidak mengenakkan, masih terbayang-bayang di jngatannya. Selama dua belas tahun, Jessica selalu menunjukkan wajah cerianya meski sebenarnya ia tahu bahwa ada yang sedang ditutupi oleh Jessica darinya. Dan kini, Jessica tidak lagi menutupi apa yang sebenarnya dirasakan hatinya.
"Maaf, aku tahu. Kau pasti mulai merasa lelah..." lirih Donghae.
*
*
*
"Duduklah sebentar. Ohh.. Hahhh... Aku benar-benar lelah..."
Dengan sigap, Donghae langsung memberikan sebotol air putih pada Ye Eun ketika keduanya menemukan tempat duduk setelah sekitar tiga puluh menit keduanya berjalan-jalan memutari mall. Donghae menatap Ye Eun yang kini memegangi dadanya yang naik turun. Nafasnya terdengar keras dan kasar. Hal itu membuat Donghae panik, apalagi ketika melihat keringat yang bercucuran dari pelipis Ye Eun.
Selain mengidap asma, Ye Eun juga menderita sindrom kelelahan yang menyebabkan wanita itu mudah merasa lelah hanya karena melakukan hal-hal ringan. Oleh sebab itulah, sejak dulu.. ayahnya selalu menggunakan jasa bodyguard untuk membantu dan menjaga Ye Eun di setiap aktivitasnya. Ye Eun adalah orang yang sangat aktif dan keras kepala. Sekeras apapun sang ayah melarangnya untuk melakukan pekerjaan yang berat, Ye Eun tetap melakukan segala kegiatan yang ia inginkan. Apalagi, naluri seorang wanita yang hobi berjalan-jalan dan berbelanja tidak lepas dari Ye Eun.
Tuan Han takut terjadi apa-apa pada Ye Eun jika saja putrinya itu pergi sendirian. Ia benar-benar khawatir bagaimana jika tiba-tiba putrinya itu pingsan dan tidak ada yang menolongnya. Atau tiba-tiba asmanya kambuh. Ia membutuhkan seseorang yang bisa memperhatikan dan menjaga Ye Eun sepenuhnya. Maka dari itu, ia sengaja meminta Donghae untuk menjaga putrinya setelah bodyguard yang sebelumnya memilih untuk berhenti karena akan berumah tangga. Lagipula, kinerja Donghae saat masih menjalani wajib militer, seringkali membuatnya terkagum-kagum.
"Ayo kita pulang!"
"Ahh.. tidak mau... aku belum puas berbelanja..."
Donghae menghela nafas panjangnya mendengar respon dari Ye Eun. Terkadang, wanita itu membuatnya kesal karena tidak pernah memikirkan kondisi dirinya yang lemah dan malah mengutamakan keinginannya untuk berbelanja. Yang akhirnya, ialah nantinya yang akan direpotkan. Bukan karena ia yang harus mengangkat semua belanjaan wanita itu. Melainkan, ia yang nantinya harus bertanggungjawab jika saja penyakitnya kambuh. Meski begitu, Donghae tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya mengiyakan keinginan wanita itu. Tuan Han selalu berkata padanya untuk tidak melukai putrinya sedikitpun.
"Donghae-ya.." panggil Ye Eun setelah ia menghabiskan sebotol air dan berhasil mengontrol nafasnya. Ia menatap Donghae yang duduk di sebelahnya dengan canggung. Lalu tersenyum karena merasa kikuk saat ia melihat pria itu ternyata sedang menatap kearahnya. Kedua alis pria itu yang terangkat sebagai respon terhadap panggilannya, membuat Ye Eun lagi-lagi tersenyum. Ia menyukai cara Donghae merespon panggilannya yang menurutnya sangat cool itu.
"Kakiku sakit..." keluh Ye Eun sambil menatap kakinya. High heels berwarna merah setinggi 10cm, tentu tidak akan membuat wanita itu nyaman ketika berjalan-jalan. Dan akhirnya, hanya akan membuat wanita itu merasa nyeri di bagian tumitnya.
"Aku kan sudah bilang, pakai sepatu yang nyaman saat jalan-jalan.." ucap Donghae, keningnya mengkerut kesal. Namun Ye Eun malah tersenyum menanggapinya. Baginya, hal itu adalah bentuk dari kepedulian Donghae terhadap dirinya.
"Lalu sekarang bagaimana?" Tanya Ye Eun dengan nada sedih yang dibuat-buat, sembari menunjukkan wajah cemberutnya. Ayahnya selalu merasa gemas setiap kali ia menunjukkan wajah cemberutnya. Dan ia pikir.. Donghae juga begitu. Yah, walaupun pria itu hanya menunjukkan wajah datarnya saja. Tapi, siapa yang tahu dengan apa yang sebenarnya dikatakan hatinya?
"Sudahlah tidak usah dipikirkan. Sekarang kita pulang dan beristirahat. Ya?" ucap Donghae yang kemudian langsung berjongkok memberikan punggungnya pada Ye Eun. Sementara itu, Ye Eun langsung tersenyum dengan perlakuan Donghae yang selalu memperlakukannya dengan semanis ini. Hal ini yang paling ia sukai dari Donghae, pria itu tidak mungkin membiarkannya berjalan kaki jika ia sudah mengeluh kesakitan di kakinya.
Dengan hati yang berbunga-bunga, dan senyuman yang kian melebar, akhirnya Ye Eun pun naik ke punggung Donghae dengan melingkarkan kedua tangannya pada leher pria itu dan menyimpan dagunya dipundaknya. Ia tidak tahu parfum apa yang digunakan bodyguard-nya itu. Yang jelas, ia bisa merasakan aroma maskulin yang segar dan menenangkan dari jarak yang sedekat ini. Ia suka sekali dengan aroma tubuh pria itu yang selalu membuatnya rindu, bahkan hingga candu.
Donghae membawa Ye Eun masuk ke dalam mobil di samping kemudi. Saat awal-awal Donghae menjadi bodyguard Ye Eun, biasanya Ye Eun duduk di kursi penumpang sendirian. Tapi semakin hari, Ye Eun malah merasa lebih nyaman jika ia duduk di samping Donghae. Entahlah, wanita itu bilang jika ia hanya ingin mengakrabkan diri dengan Donghae.
Sekitar dua puluh menit perjalanan, akhirnya keduanya sampai di rumah Ye Eun. Donghae dengan sigap langsung membukakan pintu dan kembali memberikan punggungnya pada Ye Eun. Kemudian, iapun membawa wanita itu naik ke kamarnya untuk beristirahat. Jika Ye Eun sudah masuk ke kamarnya, itu berarti.. urusannya dengan wanita itu sudah selesai. Donghae hanya perlu pintar menggunakan waktu selama Ye Eun berada di rumah. Entah itu untuk beristirahat, menemui ibunya, atau menemui Jessica. Karena selama berada di dalam rumah, banyak orang yang setidaknya bisa menjaga Ye Eun jika saja terjadi sesuatu padanya.
"Donghae-ssi!"
Donghae menolehkan kepalanya ketika ia merasa seseorang memanggil namanya. Ia melihat tuan Han tersenyum padanya sambil berjalan menghampirinya. Dan tanpa aba-aba, ia segera membungkukkan badannya memberi hormat.
"Iya komandan. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Donghae dengan sigapnya. Hal itu membuat tuan Han tertawa kecil. Karena cara Donghae memberinya hormat, tidak ada bedanya dengan saat pria itu masih menjalani wajib militer.
"Tidak. Aku hanya ingin bertanya, ada apa dengan Ye Eun? Kulihat.. kau menggendongnya ke kamar. Apa asmanya kambuh? Atau dia kelelahan?" Tanya tuan Han yang ternyata sempat melihat Donghae menggendong Ye Eun sampai ke kamarnya. Hal itu membuatnya khawatir jika sesuatu yang buruk telah terjadi pada putri semata wayangnya itu.
"Ahhh.. tidak.. dia mengeluh sakit kaki karena memakai high heels." Jawab Donghae sambil tersenyum ramah.
"Ohh begitu. Terimakasih sudah menolongnya. Kau memang yang terbaik!" ucap tuan Han sembari menepuk-nepuk pundak Donghae yang akhirnya membuat pria itu tersenyum kikuk. Ia merasa bangga dengan kinerja Donghae dalam menjaga putrinya. Cara kerjanya sungguh memuaskan. Selama Donghae bertugas menjaga Ye Eun, tidak pernah sekalipun Ye Eun mengalami hal-hal buruk seperti sebelumnya. Yang ada.. Ye Eun malah terlihat semakin ceria dan semakin bersemangat. Mungkin, karena umur Ye Eun dan Donghae yang tidak terpaut jauh sehingga Ye Eun juga lebih merasa nyaman bersama Donghae ketimbang dengan bodyguard yang sebelumnya.
"Kalau begitu.. saya mohon pamit tuan. Saya sudah berkata pada Ye Eun agar menghubungiku jika dia membutuhkanku.." ujar Donghae dengan sopannya.
"Oh begitu. Kau mau pergi kemana? Apa kau sudah makan?" tanya tuan Han yang lagi-lagi membuat Donghae tersenyum. Ia masih ingat betapa perhatiannya tuan Han padanya saat masih menjadi komandannya dulu. Pria baya itu tak pernah lupa untuk bertanya apakah ia sudah makan atau belum, dan tak jarang mengiriminya makanan. Hingga akhirnya, Donghae dijuluki sebagai 'anak emas' oleh teman-temannya karena ia sering mendapatkan perhatian khusus dari tuan Han. Maka tak jarang, para temannya pun sering menggodanya karena mengira bahwa tuan Han jatuh hati padanya. Bahkan mereka semua menduga bahwa sebenarnya, tuan Han sedang melirik Donghae agar menjadi menantunya.
"Aku hanya akan pergi ke luar sebentar tuan.." jawab Donghae masih dengan nada sopannya.
"Baiklah kalau begitu, berhati-hatilah.." ujar tuan Han, kedua matanya terus mengikuti Donghae hingga pria itu masuk ke dalam mobilnya. Ia tersenyum melihat betapa sopannya Donghae hingga pria itu tak henti membungkukkan badannya untuk memberi hormat. Donghae adalah pria yang sangat baik. Tak heran, jika Ye Eun merasa nyaman dengannya.
*
*
*
Donghae menepikan mobilnya dengan pelan di depan sebuah gedung yang tampak ramai oleh beberapa orang yang entah hendak melakukan apa. Beberapa terlihat sibuk mengatur kamera, tapi beberapa juga terlihat santai dan malah mengobrol bersama rekan-rekannya, dan ada juga yang terlihat berlalu lalang keluar masuk gedung. Namun, pandangan Donghae hanya tertuju ke arah seorang wanita yang tengah sibuk membenarkan tatanan rambutnya. Wanita itu hanya diam dan tampak tidak tertarik dengan obrolan orang-orang disekitarnya.
Hahhh...
Donghae menghela nafasnya dalam-dalam tanpa melepas pandangannya ke arah seorang wanita yang sampai detik ini belum menyadari keberadaannya. Wanita yang tampak lesu dan begitu tidak bersemangat. Ia tidak ingin tersenyum setiap kali melihat wajah murung wanita itu. Kejadian di hari ulang tahunnya kemarin lusa, masih saja membuatnya tidak nyaman hingga saat ini. Ia merasa kesal. Bukan pada wanita itu, melainkan pada dirinya sendiri. Apalagi ketika ia teringat saat wanita itu pergi dari apartemennya sembari menangis.
Pandangan Donghae terus tertuju pada wanita itu, hingga akhirnya.. wanita itupun menyadari keberadaannya. Awalnya, wanita itu memang tampak kebingungan karena tidak biasanya Donghae menemuinya pada jam seperti ini. Tapi kemudian, wanita itupun berjalan cepat menghampiri Donghae yang langsung membuka jendela mobilnya.
"Ada apa?" tanya wanita itu terdengar panik. Baginya, kedatangan Donghae ke tempat kerjanya adalah hal yang sangat aneh. Dua belas tahun berpacaran, Donghae tidak pernah peduli dengan pekerjaannya. Apalagi sampai menengoknya di tempat kerja. Maka saat Donghae tiba-tiba datang, ia pikir.. ada sesuatu yang terjadi.
"Tidak apa-apa, ku kira.. kau sedang sibuk." Balas Donghae, ia menengadahkan kepalanya demi melihat Jessica yang berdiri tegak di luar mobilnya.
"Presiden menggelar konferensi pers, kami akan ke sana sekarang." Beritahu Jessica. Wajahnya masih terlihat tegang sekaligus tak percaya. Ini adalah kali pertamanya Donghae datang ke tempat kerjanya.
"Apa terjadi sesuatu?" Tanya Jessica panik, ia memegang lengan Donghae yang bersandar pada pintu mobil. Namun dengan cepat Jessica menarik tangannya kembali ketika Donghae menatap tangannya. Ia pikir.. pria itu tidak suka jika ia menyentuhnya.
"Maaf, tapi.. kenapa tiba-tiba kau kesini?" tanya Jessica heran.
"Tidak ada apa-apa.. Sudahlah, kalau begitu.. aku akan pergi lagi. Kau hati-hati ya?" Ucap Donghae, pria itu mengeluarkan tangannya dan tiba-tiba mengusap kepala Jessica dengan lembut hingga wanita itu mematung ditempatnya dengan ekspresi wajah yang dijamin akan membuat Donghae terngiang-ngiang setelahnya. Pria itu tertawa kecil, lalu menyadarkan Jessica dengan menarik hidungnya.
"Lain kali jika akan datang kesini, hubungi aku dulu! Aku jadi tidak enak jika begini.." ucap Jessica merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa, aku hanya kebetulan lewat." Ujar Donghae berbohong. Ia tak mungkin memberitahu Jessica bahwa sebenarnya ia memang sengaja kemari. Entah untuk apa, ia pun tak tahu. Donghae hanya merasa tidak enak saja dengan hubungannya dengan Jessica yang perlahan mulai merenggang. Bahkan, cara wanita itu berbicara padanya saja kini sudah cenderung berbeda. Terkesan canggung dan aneh. Padahal, dulu Jessica sangat manja padanya meskipun ia selalu menyikapinya dengan dingin.
"Oh begitu. Aku kembali ke sana tidak apa-apakan? Kami harus briefing.." ucap Jessica, wanita itu tersenyum. Senyuman yang terlihat kaku.
"Hmm.." balas Donghae, ia menganggukkan kepalanya mengiyakan. Lalu kembali menghela nafas panjangnya ketika Jessica berjalan meninggalkannya. Ia tersenyum melihat Jessica yang akhirnya tersenyum, meski bukan padanya. Melainkan kepada teman-temannya yang sibuk bertanya-tanya mengapa Jessica menghampiri mobilnya tadi. Hati Donghae sedikit merasa tenang saat ia melihat Jessica semakin mengembangkan senyumnya ketika teman-temannya menggodanya saat tahu bahwa yang ada di dalam mobil adalah pacarnya.
Hahhh...
Dulu, Jessica kerap kali membuatnya pusing karena wanita itu sangat cerewet dan benar-benar manja. Tidak pernah ragu ataupun merasa malu untuk memeluk dan menciumnya. Meski begitu, Jessica tidak mudah tersinggung dan tetap ceria tiap kali ia menyuruhnya untuk diam. Jessica juga sangat perhatian, wanita itu tidak pernah lupa mengingatkannya makan, dan selalu mewanti-wantinya untuk tidak tidur terlalu malam. Jessica juga merupakan orang pertama yang selalu khawatir padanya hanya karena mendengarnya bersin atau batuk.
Tapi sekarang, Jessica mulai berubah. Jessica tidak lagi banyak bicara seperti dulu, tidak pernah lagi bermanja-manja padanya, apalagi mencoba untuk memeluk dan menciumnya. Kini, Jessica selalu terlihat canggung barang hanya menyentuh tangannya. Jessica juga tidak se-perhatian dulu. Mengiriminya pesan pun, sudah sangat jarang. Bahkan, seringkali Jessica tidak mengiriminya pesan seharian penuh. Mengingatkannya makan atau memperingatinya agar tidak tidur terlalu malam, sudah tidak pernah lagi. Entah kenapa dan sudah berapa lama Jessica bersikap seperti itu padanya. Yang jelas, Donghae benar-benar merasa tidak nyaman dengan sikap Jessica yang sekarang.
*
*
*
Bagi Jessica, menjadi seorang reporter adalah profesi yang sangat menantang. Dulu, ia mau menjadi reporter karena mengikuti saran dari Donghae. Pria itu bilang, menjadi reporter adalah pekerjaan yang cocok untuk Jessica karena wanita itu banyak bicara dan sangat suka jalan-jalan. Tapi pada kenyataannya, menjadi seorang reporter tidak seperti apa yang dibayangkan.
Jessica adalah seorang reporter yang bertugas di lapangan. Mungkin, ia akan merasa senang jika hal yang ia laporkan merupakan berita gembira. Tapi jika berita yang ia laporkan merupakan musibah seperti bencana alam, kebakaran, kecelakaan, atau bahkan demo massa, tak jarang membuat Jessica kewalahan. Apalagi, jika bertepatan dengan buruknya cuaca. Jessica pernah hampir terinjak-injak ketika sedang melakukan siaran langsung di tempat aksi demo massa. Pernah terkena gangguan pernapasan saat melaporkan berita terbakarnya sebuah pabrik tekstil di tempat kejadian perkara. Ia juga tak jarang jatuh demam setelah melaporkan berita perihal cuaca ekstrem yang ia beritakan langsung di luar ruangan. Karena hal itu, ayahnya berkali-kali menyuruhnya untuk berhenti menjadi seorang reporter. Karena semenjak Jessica bekerja sebagai reporter, ia lebih sering jatuh sakit karena kelelahan hingga berdampak pada berat badannya yang terus menurun.
Selain itu, menjadi seorang reporter TV juga membuat Jessica memiliki jadwal libur yang tidak pasti. Ia bekerja selama tujuh jam sehari, dan bisa lebih dari itu. Terkadang, ia juga mendapatkan job saat hari libur nasional ataupun pada saat akhir pekan.
Sepulang dari kantor, Jessica menyempatkan diri untuk pergi ke salon langganannya untuk mencuci rambut dan melakukan massage. Rasa pegal dan lelah seolah terlepas begitu saja setelah ia menikmati pijatan yang dilakukan oleh seorang beauty therapist profesional. Meski ia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, tapi itu sangat sepadan dengan apa yang ia dapatkan.
Setelah selesai, Jessica memilih untuk langsung pulang karena ia begitu merindukan kasur kesayangannya. Ia sudah tak sabar ingin segera tidur dengan pulas malam ini. Meski esok paginya, ia harus kembali ke kantor dan melakoni pekerjaannya seperti biasa.
Tiba-tiba, sesuatu menghentikan langkah Jessica ketika ia baru saja keluar dari ruangan massage. Ia melihat seorang pria sedang duduk sendirian di ruang tunggu sembari menundukkan kepalanya dan menautkan jari-jari tangannya. Meski pria itu menundukkan kepala dan tak tampak wajahnya, tapi Jessica sangat yakin bahwa ia mengenali pria itu. Dengan penuh rasa penasaran, akhirnya Jessica menghampiri pria itu dan menyapanya.
"Donghae?" ucap Jessica, ia menatap pria itu dengan memiringkan kepalanya.
Sadar bahwa namanya di panggil, pria itu segera mengangkat kepalanya. Kedua alisnya langsung bertautan ketika ia melihat Jessica berdiri dihadapannya. Wajahnya terlihat begitu cerah dan segar, aroma lulur vanilla masih tercium wangi dari tubuh wanita itu. Donghae segera berdiri dari duduknya hingga wanita itu menengadahkan kepalanya.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Jessica penasaran.
"Aku sedang menunggu Ye Eun.." balas Donghae, kedua matanya sibuk menjelajahi setiap sudut ruangan. Ia lupa pintu mana yang dimasuki Ye Eun tadi.
"Oh begitu..." Jessica menganggukkan kepalanya sambil menatap ke arah lain. Ia tidak tahu apa yang saat ini dirasakan hatinya. Selama dua belas tahun berpacaran, Donghae sama sekali tidak pernah mengantarnya pergi ke salon apalagi sampai menungguinya seperti ini. Lagipula, Jessica tidak tega jika harus membuat pria itu bosan karena menunggu terlalu lama.
"Sudah berapa lama kau disini?" tanya Jessica. Ia memperhatikan bagaimana Donghae mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jessica sedikit merasa bahagia ketika tahu bahwa jam tangan yang dipakai Donghae adalah jam tangan yang ia berikan pada pria itu saat hari ulangtahunnya beberapa waktu yang lalu.
"sudah hampir dua jam..." jawab Donghae, lalu menatap Jessica kembali. Dengan tatapan datar seperti biasanya.
"apa kau sendirian?" tanya Donghae, dan ia melihat Jessica menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Keduanya merasa begitu kaku untuk hanya saling bertegur sapa. Seolah keduanya baru saling mengenal. Padahal, hubungan mereka sudah sebesar anak yang akan segera lulus dari sekolah dasar.
"kalau begitu aku duluan..." ucap Jessica sambil menunjuk ke arah pintu keluar.
"iya.." balas Donghae singkat. Kedua matanya terus mengikuti Jessica sampai keduanya terpisah oleh pintu kaca. Ia menghela nafasnya panjang. Ia paham, mungkin.. ini sudah saatnya Jessica merasa lelah dengan hubungan mereka.
Sementara itu, Jessica masuk ke dalam mobilnya dengan perasaan yang entah kenapa rasanya begitu aneh dan tidak mengenakkan. Ia duduk di depan kemudinya, menatap lurus ke depan dengan pandangan yang entah apa artinya. Tubuhnya mendadak lesu. Padahal, ia baru saja melakukan massage yang membuat tubuhnya terasa lebih segar. Tapi setelah melihat Donghae dan tahu bersama siapa pria itu kemari, membuatnya kembali tak bersemangat.
"Dia hanya melakukan pekerjaannya dengan baik..." gumam Jessica menyemangati dirinya sendiri, dan mencoba untuk tetap berfikir positif. Jessica pikir.. ia memang berhak untuk merasa cemburu karena Donghae adalah pacarnya. Tapi disisi lain, ia juga merasa bahwa dirinya tidak berhak untuk merasa cemburu karena Donghae hanya melakukan pekerjaannya. Pria itu sedang bekerja, dan memang seperti itulah pekerjaannya.
Hahhh...
Jessica menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Ia selalu bingung dengan apa yang ada di kepalanya akhir-akhir ini. Terkadang, ia berpikir untuk mengakhiri hubungannya dengan Donghae. Tapi terkadang, ia juga berpikir untuk terus mempertahankan pria itu walau kini hubungan mereka sudah diambang batas. Jessica sendiri juga bingung, kenapa hubungannya dengan Donghae bisa jadi seperti ini. Ia hanya lelah. Lelah karena selama ini, ia hanya memperjuangkan cintanya sendirian. Sementara Donghae, sama sekali tidak pernah memperjuangkan cintanya. Apa mungkin.... selama ini pria itu tidak pernah mencintainya? Itu yang akhir-akhir ini memenuhi kepala Jessica.
Beberapa menit berlalu, Jessica masih memilih untuk diam dan belum berniat untuk menyalakan mesin mobilnya. Jessica sendiri tak tahu dengan apa yang terjadi pada dirinya. Padahal, niat awalnya setelah ini adalah tidur. Akan tetapi, ia malah diganggu dengan rasa penasarannya sendiri. Hingga akhirnya, pintu salon kecantikan yang terbuat dari kaca itu akhirnya terbuka. Jessica sudah mengira siapa yang akan muncul dari balik pintu transparan itu. Tapi ia tidak mengira bahwa orang yang muncul di balik pintu tersebut saling bergandengan tangan dengan mesra. Tidak, lebih tepatnya.. wanita dengan blouse berwarna biru laut dan celana berwarna putih itu yang mengapitkan tangannya di lengan si pria. Sementara si pria hanya diam saja, dan tampak tidak terganggu sama sekali dan malah terlihat begitu nyaman.
Nafas Jessica mulai tidak beraturan karena melihat itu. Dadanya memanas, apalagi ketika pria itu menyadari keberadaannya di dalam mobil. Namun, pria itu hanya diam saja dan tidak menarik tangannya dari wanita itu. Dengan segala kekacauan di kepalanya, akhirnya Jessica pun memilih untuk segera menancap gas dan pergi dari tempat itu. Entahlah.. mungkin niatnya untuk tertidur pulas malam ini juga akan hancur. Jessica menebak, dirinya hanya akan menangis semalam ini.
*
*
*
Selama hampir satu tahun bekerja sebagai seorang bodyguard, Donghae nyaris tidak pernah mendapatkan libur sekalipun di akhir di pekan atau pada tanggal merah. Karena tugasnya memang seperti itu, ia harus selalu berada di samping Ye Eun ketika wanita itu sedang di luar rumah. Bukan hanya untuk menjadi siap siaga menolong Ye Eun ketika asmanya sedang kambuh, akan tetapi.. ia juga harus melakukan apapun yang diperintahkan Ye Eun sekalipun hanya membukakan penutup botol. Belum lagi, ia juga harus benar-benar jeli mengamati setiap gerak-gerik orang-orang yang berada di sekitar Ye Eun. Agar jangan sampai ada yang menyakiti wanita itu.
Jika ditanya apakah ia lelah? Tentu saja. Donghae pikir.. ia lebih suka bekerja sebagai analis bank yang hanya duduk diam meski ia harus memutar otak. Ketimbang menjadi seorang bodyguard yang harus bertanggungjawab atas keselamatan seseorang. Sehari-harinya, ia berjalan-jalan ke sana kemari hanya untuk mengikuti Ye Eun. Yahh.. masih mending jika Ye Eun bepergian untuk urusan pekerjaannya. Tapi, Ye Eun terlalu sering pergi hanya untuk memuaskan keinginannya. Berbelanja, pergi ke salon, bahkan ia juga harus menemani wanita itu saat hangout bersama teman-teman wanitanya. Maka tak jarang, ia selalu di goda oleh teman-teman Ye Eun. Dan itu benar-benar membuatnya merasa tidak nyaman.
"Kakiku sakit.." keluh Ye Eun, ia menatap kakinya yang terbungkus oleh high heels berwarna hitam lalu beralih menatap Donghae yang tampak menghela nafas.
"Aku kan sudah berkali-kali berkata padamu, jika ingin berjalan-jalan pakailah sepatu yang nyaman!" ujar Donghae, nadanya terdengar lebih keras dari biasanya. Keningnya juga mengkerut, bertanda bahwa pria itu merasa kesal. Donghae sudah tahu bagaimana tak tik Ye Eun. Wanita itu akan selalu memakai high heels saat bepergian kemanapun, lalu mengeluh sakit pada kakinya. Dan ujung-ujungnya, ia akan meminta Donghae untuk menggendongnya sampai ke rumah.
"Tapi aku hanya ingin memakai high heels.." ucap Ye Eun. Ia merasa bahwa dirinya terlihat mengesankan saat memakai high heels. Selain itu, memakai high heels juga membantunya supaya tidak terlihat pendek. Maka dari itu, ia memilih memakai high heels kemanapun meski kakinya akan terasa sakit. Lagipula.. sekarang ada Donghae yang selalu siap menggendongnya jika kakinya mulai terasa sakit dan ia tak sanggup lagi untuk berjalan. Dan itu adalah sebuah keuntungan terbesar baginya.
"Iya, tapi kau juga harus mengerti dengan keadaanmu. Kakimu sudah sering kesakitan karena kau selalu memakai high heels, seharusnya kau menyayangi tubuhmu sendiri!" ujar Donghae.
"Tapi-"
"Tubuhmu berat! Aku tidak mau jika kau memintaku untuk membopong tubuhmu itu! Berhentilah bersikap manja! Kau sudah dewasa! Kasihan ayahmu.." Ujar Donghae sarkas. Hal itu tentu saja membuat Ye Eun terhenyak. Selama ini, Donghae selalu berkata dengan sopan dan ramah padanya. Dan ini adalah untuk pertama kalinya Donghae berbicara dengan nada sarkas dan tidak enak di dengar. Apalagi ketika Ye Eun mengatakan bahwa tubuhnya berat, itu cukup membuat Ye Eun sakit hati.
Ye Eun hanya diam sambil menelan ludahnya, ia menundukkan kepalanya. Menatap beberapa paper bag belanjaannya dengan perasaan sedih. Bukan karena ia baru saja kehilangan uangnya setelah berbelanja. Tapi kata-kata Donghae barusan, benar-benar membuatnya down. Dan perlahan.. ia mulai merasakan kedua matanya memanas dan dadanya mulai terasa sesak. Tidak! Siapapun tidak boleh menyakitinya!
"Donghae... Hahhhh... Hahhh... Hahhh.... Hahhh..."
Oksigen di sekitar Ye Eun mendadak menipis. Wanita itu mulai merasa sesak, dadanya naik turun dengan cepat. Ia memegangi dadanya sambil memejamkan kedua matanya mengatur nafas. Memang tidak boleh ada yang menyakitinya, atau seperti inilah jadinya.
Donghae mulai panik ketika ia melihat Ye Eun sesak nafas. Ia pikir.. asma yang diderita Ye Eun kambuh. Dan sialnya, ia tidak membawa alat bantu pernapasan ataupun obat-obatan lainnya karena tidak biasanya Ye Eun kambuh saat seperti ini. Ia segera membawa Ye Eun untuk duduk di kursi terdekat dan membantu wanita itu mengatur nafasnya. Tapi yang ia lihat, Ye Eun malah semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya.. wanita itu tidak sadarkan diri.
*
*
*
Merasa bersalah?
Tentu saja, itu yang dirasakan Donghae saat ini. Apalagi ketika ia melihat wajah panik tuan Han yang hampir menangis ketika ia membawa Ye Eun dalam kondisi tak sadarkan diri. Donghae bisa melihat betapa muramnya raut wajah tuan Han, cara pria itu berbicara padanya saja sangat berbeda dari biasanya. Nadanya keras tak mengenakkan, dan malah terkesan menolak untuk berbicara dengannya.
"Apa yang kau lakukan pada nona Ye Eun?" tanya tuan Kang, salah satu penjaga rumah komandan Han. Ia masih muda, tubuhnya tinggi kekar dan berotot. Pria itu berbicara dengan tegasnya.
"Aku hanya menasehatinya untuk tidak memakai sepatu yang melukai kakinya.." jawab Donghae. Ia tidak membela diri, tapi ia mengatakan apa yang sebenarnya walau tidak semuanya.
"Katakanlah yang sebenarnya pada tuan Han supaya beliau tidak berburuk sangka kepadamu..." ucap tuan Kang sambil menepuk keras bahu Donghae. Ia paham dengan apa yang dirasakan Donghae saat ini. Panik. Tentu saja. Ia juga pernah berada diposisi Donghae. Dulu, Ye Eun pernah pingsan hanya karena ia menasehatinya agar tidak bepergian bersama teman-temannya hingga larut malam. Ye Eun memang selalu seperti itu jika ada orang yang kontra terhadap apa yang disukainya.
*
*
*
Donghae menghela nafas berat sebelum ia memasuki sebuah ruangan berpintu baja berukuran besar itu. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum menyentuh gagang pintu tersebut. Dan dengan segala keberanian yang telah ia kumpulkan sejak tadi siang, akhirnya ia pun memberanikan diri untuk membuka pintu dan menengok keadaan di dalamnya. Suasananya begitu sunyi, namun entah kenapa malah terasa begitu menegangkan baginya.
"Silahkan masuk tuan Lee.." ucap seseorang. Namun Donghae tak tahu dimana persisnya orang itu. Kedua matanya menjelajahi ke segala arah, meneliti setiap sudut ruangan bernuansa Yunani kuno yang bisa dikatakan super luas untuk hanya digunakan sebagai ruang kerja.
Donghae melangkahkan kakinya dengan sopan. Ia menemukan sebuah meja kerja berukuran besar di ujung ruangan, lengkap dengan kursi putar beroda yang tengah membelakanginya. Ia rasa.. seseorang yang baru saja memanggil namanya sedang menduduki kursi tersebut.
"Silahkan duduk." Titahnya seraya bangkit dari duduknya dan menyambut Donghae dengan senyuman kaku. Lantas Donghae pun menuruti perintah orang itu dengan langsung mendudukkan dirinya pada sofa berwarna koral yang paling dekat dengannya.
Bersamaan dengan itu, pria baya yang rambutnya mulai beruban itu juga mendudukkan dirinya dihadapan Donghae. Dengan meja tamu besar dan berbagai jenis buah-buahan diatasnya yang menjadi pembatas antara keduanya. Donghae membungkukkan badannya untuk memberi hormat.
Helaan nafas panjang terdengar dari pria yang lebih tua itu. Suasana di ruangan ini begitu sepi dan sunyi. Ukiran tembok dan berbagai perabotan kuno, serta ekspresi tak mengenakkan dari pria itu membuat suasana lebih menyeramkan. Hal itu membuat Donghae berpikir, bagaimana jika tiba-tiba saja ia disergap oleh pasukan bersenjata? Tapi dengan cepat ia menepis pikiran bodohnya itu. Hanya Jessica yang selalu memiliki khayalan aneh seperti itu. Dan sialnya, itu malah menular padanya.
"Hahhhh.... Istriku meninggal di tahun ke tujuh pernikahan kami.." ujar pria itu tiba-tiba. Kening Donghae langsung mengkerut begitu saja ketika ia mendengar itu. Ia sungguh tak paham dengan apa yang dibicarakan oleh tuan Han. Pria itu. Ia kira.. tuan Han akan memarahinya karena ia membuat Ye Eun jatuh pingsan tadi siang.
"Saat itu... Ye Eun baru berusia lima tahun. Dia masih sangat kecil saat harus kehilangan ibunya. Dan aku yakin, dia pasti sudah tidak ingat lagi kenangan apa saja yang pernah dilakukannya bersama mendiang ibunya.." lanjut tuan Han. Pria itu menatap lurus ke jendela super besar yang menjadi perantara masuknya cahaya matahari ke dalam ruangan ini. Sementara itu, Donghae hanya diam mendengarkan cerita yang tidak pernah ia dengar sebelumnya.
"Aku sungguh hancur karena kepergian istriku. Tapi yang membuatku lebih hancur lagi, adalah ketika aku harus melihat putriku tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Hal itu sempat membuatku kehilangan arah. Tapi ketika melihatnya tersenyum, seolah menamparku sebagai seorang ayah. Aku adalah seorang pria. Aku harus kuat. Jika aku terus menerus merasa terpuruk, lalu bagaimana dengan putriku?" ujar tuan Han. Ia tersenyum kecut ketika teringat kembali akan peristiwa menyakitkan bertahun-tahun silam. Dimana, pada awalnya.. ia merasa tak sanggup untuk melihat putrinya tumbuh tanpa sosok ibu.
"Aku sangat mencintai putriku. Hanya dia yang mampu mengendalikan emosiku. Ketika aku sedang sedih, susah, marah, atau kelelahan, hanya dia yang bisa membuatku tertawa seolah aku tak memiliki masalah apapun.."
"Kini, dia bukan lagi gadis kecilku. Dia sudah dewasa meski sikapnya masih kekanak-kanakan. Tapi, itulah yang aku sukai darinya sebagai seorang ayah. Aku selalu bahagia ketika melihatnya bahagia. Begitupun saat ia sedih, disini rasanya sakit sekali.." tuan Han menunjuk ke arah dadanya. Membayangkan betapa sakitnya bagian tubuhnya yang itu ketika ia melihat putrinya terluka.
"Dia mengidap asma sejak lahir. Dulu, dia tidak mengikuti sekolah formal. Tapi saat sekolah menengah atas, dia memintaku untuk bersekolah di sekolah formal agar memiliki banyak teman. Aku senang karena saat ini ia memiliki banyak teman yang juga menyayanginya. Tapi yang membuatku sedih, saat itu.. ia terlalu sering mengalami sesak nafas. Berbagai macam tugas dan kegiatan sekolah, juga membuatnya lelah berlebihan. Hingga akhirnya, dokter mendiagnosis bahwa putriku menderita sindrom kelelahan."
"Sejak saat itulah, aku memakai jasa bodyguard untuknya. Aku tidak ingin terjadi apa dengannya. Aku takut jika tiba-tiba dia sesak nafas atau jatuh pingsan dan tidak ada orang yang menolongnya. Yah.. meski awalnya dia menolak karena alasan tidak nyaman. Tapi demi keamanannya, aku terus memaksanya hingga akhirnya dia tak lagi merasa terganggu dengan kehadiran bodyguard-nya lagi."
"Sejak dulu, aku selalu memberinya seorang bodyguard yang jauh lebih tua darinya. Bahkan, beberapa ada yang sudah menikah dan berkeluarga. Dan kau, adalah orang pertama yang seusia dengannya yang saya pilih untuk menjaganya. Karena ku pikir.. kau bisa menjaganya dengan baik sebagaimana kau bekerja dengan begitu tangguh saat masih menjalani wajib militer. Kau membuatku terkesan saat itu."
"Dan ternyata.. kau memang orang yang tepat. Aku masih ingat betapa bahagianya dia saat pertama kali melihatmu. Dia berkali-kali berkata padaku bahwa dia lebih merasa aman dan nyaman ketika bersamamu ketimbang dengan yang lainnya. Dia juga bercerita betapa sigapnya kau saat menolongnya, dan melindunginya bak pahlawan yang selama ini ia bayangkan. Aku senang mendengarnya, sekaligus merasa bangga padamu."
"Ye Eun selalu menceritakan segala hal padaku. Ia selalu bercerita tentang hari-harinya, apakah itu buruk atau menyenangkan. Ia juga selalu bercerita tiap kali ia jatuh cinta, dan selalu memelukku tiap kali dia patah hati. Dia bercerita tentang seperti apa pria yang disukainya. Aku sangat tahu seperti apa tipe pria idealnya. Dia menyukai pria yang lembut, tampan, sopan, dan selalu melindunginya."
Donghae menundukkan kepalanya ketika merasa tuan Han memfokuskan perhatian padanya. Jujur saja, ia merasa tak nyaman saat di pandangi dengan tatapan seperti itu. Ia juga merasa ada sesuatu yang aneh, namun entah apa itu. Ia hanya menebak di dalam hatinya sambil berharap semoga tebakannya tidak benar.
"Ketika pertama kali aku melihatmu, aku langsung teringat dengan putriku. Kau adalah pria yang baik saat aku menilaimu dari sudut pandangku. Hahhh... sebenarnya.. alasan aku memintamu untuk menjaga putriku, bukan hanya cara kerjamu yang sangat mengagumkan saat masih menjalani wajib militer. Tetapi.. karena ku pikir.. kau juga adalah pria yang tepat untuk putriku."
Seketika itu pula, Donghae langsung mengangkat kepalanya kembali dengan kening yang mengkerut dalam-dalam. Apa yang ia tebak sebelumnya, ternyata memang benar adanya. Ia menebak bahwa tuan Han menganggap bahwa ia dan Ye Eun cocok.
"maaf tuan-"
"Tunggu sebentar! Aku belum selesai bercerita.." Tuan Han tersenyum melihat ekspresi terkejut-yang sebenarnya adalah ekspresi cemas-yang kini terpampang di wajah Donghae.
"Dia selalu bercerita padaku tentang dirimu. Wajahnya selalu berseri tiap kali ia bercerita tentangmu. Aku tidak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya. Dia selalu bersemangat melakukan setiap kegiatan diluar rumah karena bersama mu. Dan lucunya... dia karena mu, dia juga mulai melupakanku. Hahaha.."
"Dulu, dia selalu bersemangat memasakkan makanan untukku. Selalu bertanya apakah ayahnya sudah makan atau belum, dan mengajakku berjalan-jalan setiap akhir pekan. Tapi semenjak ada kau, dia tak pernah melakukan itu lagi. Dia malah bertanya padaku makanan apa yang disukaimu saat wajib militer. Dia selalu bertanya apa yang disukai oleh pria dari seorang wanita, dan yah.. yang mendapatkan jatah berjalan-jalan di akhir pekan bersamanya juga adalah kau." Ujar tuan Han sembari memandangi Donghae yang terlihat kikuk. Memang benar apa kata tuan Han. Setiap akhir pekan, Ye Eun memang selalu mengajak Donghae pergi. Tapi Donghae pikir, ia melakukan itu hanya untuk mengawal Ye Eun. Lagipula.. ia juga tidak pernah meminta Ye Eun untuk pergi ke tempat yang ia suka.
"Dia pernah berkata, bahwa ia merasakan sesuatu yang aneh ketika bersamamu. Aku pikir.. ia memiliki perasaan lain padamu. Seperti.. perasaan seorang wanita terhadap pria. Dia selalu merasa senang berada di dekatmu, dan dia juga selalu ingin membuatmu senang. Bukankah.. dia sering memberimu hadiah?"
Donghae terdiam membenarkan perkataan tuan Han. Ye Eun memang sangat sering memberinya hadiah seperti jam tangan, dasi, sepasang sepatu, dan bahkan benda-benda yang sama dengannya. Donghae pikir, Ye Eun memberinya hadiah karena wanita itu ingin lebih dekat dengannya sebagai seorang teman ataupun sahabat. Ia tak pernah berpikir bahwa ternyata.. Ye Eun malah memiliki perasaan lebih padanya.
"Kau tahu? Seorang ayah pasti ingin melihat putrinya bahagia. Sekalipun aku harus mengorbankan nyawaku. Aku tidak ingin melihatnya terluka, seperti halnya saat kau tak sengaja membuatnya jatuh pingsan. Tolong, jangan membuatnya terluka. Dari segi fisik, apalagi perasaannya. Dia berharap banyak padamu. Dan aku ingin agar kau tidak membuatnya kecewa. Kau mengerti bukan maksudku?"
"Maaf tuan Han. Tapi-"
"Dia menyukaimu. Apa kurang jelas?" tuan Han memotong ucapan Donghae dengan cepat.
"Aku menghargai perasaan Ye Eun padaku. Tapi maaf, aku tidak bisa melakukan apa yang anda maksud." Ujar Donghae. Untuk pertama kalinya, ia menolak permintaan bekas komandannya itu. Ia memang orang yang sangat patuh. Tapi maaf, ia tak bisa mematuhi seseorang yang mengatur soal perasaannya.
"Saya memahami anda tuan Lee. Tapi dia sudah terlanjur menyukaimu. Aku tahu, kau berkata seperti itu karena terlalu kaget. Jalani saja apa yang ku katakan. Aku yakin, tak lama setelah ini perasaanmu akan sama dengannya." Ujar tuan Han. Ia jelas menutup telinga dari segala penolakan Donghae. Ia hanya ingin yang terbaik untuk putrinya, dan ia pikir.. yang terbaik untuk putrinya adalah Donghae.
Tuan Han begitu tahu dengan jelas mengapa Donghae menolak permintaannya yang satu ini. Mungkin ini terlalu cepat bagi pria itu, atau pria itu merasa tak cocok karena statusnya hanyalah seorang pengawal dan Ye Eun adalah majikannya. Tapi tuan Han tidak pernah mempermasalahkan siapa Donghae. Pria itu sudah terlanjur baik dan selalu menarik perhatiannya. Ia yakin bahwa Donghae lah pria yang tepat untuk anaknya. Dan ia juga yakin, lama-kelamaan.. Donghae akan memiliki perasaan yang sama dengan perasaan Ye Eun padanya.
"Kau tahu? Aku telah menolak banyak pria yang ingin melamar putriku. Seharusnya kau merasa beruntung. Karena kau tidak perlu meminta-minta untuk mendapatkannya." Ujar tuan Han. Ia telah menolak banyak pria yang datang untuk melamar putrinya. Namun, tidak ada yang memenuhi kriterianya. Ye Eun adalah wanita yang cantik dan pintar. Ia tidak ingin sembarang pria mendapatkan putrinya. Dan Donghae adalah pria yang memenuhi kriterianya untuk dijadikan menantu.
"Maaf tuan-"
"aku tahu betapa sopannya dirimu. Tapi aku tidak ingin banyak berkata-kata lagi. Sekarang kau boleh keluar!"
Donghae hanya bisa pasrah ketika taun Han mempersilahkannya keluar dari ruangannya. Tuan Han benar-benar menolak setiap kali ia ingin mengeluarkan pendapat. Ia tahu banyak tentang tuan Han, tapi tuan Han tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Karena ia pikir.. sesuatu yang berbau privasi tidak perlu di umbar-umbar. Ia tak pernah bercerita apapun pada tuan Han kecuali tentang pekerjaan. Apalagi bercerita tentang kehidupan pribadinya. Maka dari itu, tak heran jika tuan Han tak tahu menahu bahwa sebenarnya ia sudah memiliki seorang kekasih.
*
*
*
"Undangan pernikahan? Siapa yang akan menikah?"
"Kang Gyu. Dia akan menikahi pacarnya setelah delapan tahun berpacaran."
"benarkah?"
"Hmm.."
Jessica tersenyum, menatap sebuah undangan pernikahan yang ditujukan untuknya. Kang Gyu Won, seorang cameraman yang bekerja satu tim dengannya akhirnya melepas masa lajangnya setelah delapan tahun berpacaran. Jika dihitung-hitung, masa berpacaran Kang Gyu Won masih kalah dengan masa berpacarannya dengan Donghae yang kini sudah berjalan selama dua belas tahun. Tapi sayangnya.. meskipun sudah selama itu, ia dan Donghae sama sekali tidak pernah menyinggung tentang pernikahan. Padahal, usia keduanya sudah sangat mencukupi untuk segera naik ke pelaminan.
Jangankan membicarakan soal pernikahan, membicarakan tentang perayaan hari jadi saja tidak pernah. Donghae tidak banyak berbicara dan hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan Jessica. Pria itu seolah malas untuk hanya berbicara dengannya. Dulu, Jessica selalu menceritakan segala hal yang ia alami pada Donghae. Tapi ketika ia semakin dewasa, ia paham. Mungkin, sikapnya yang banyak bicara hanya membuat Donghae merasa tidak nyaman dan terganggu. Apalagi ketika pria itu hanya menanggapi perkataannya dengan dingin. Maka dari itu, akhirnya.. Jessica memilih untuk menjadi seorang pendiam. Sama seperti Donghae.
"Bukankah kau juga punya pacar? Lalu... kapan kau akan menikah?"
Jessica tersenyum mendengar pertanyaan dari rekan satu timnya itu.
"entahlah.. kami belum sampai situ.." jawab Jessica tanpa melepas senyumnya. Tapi selang beberapa detik setelah itu, senyumannya pun meluntur. Ia menatap kedua kakinya, menyembunyikan wajah murungnya.
Dulu, Jessica sangat yakin bahwa ia akan menikah dengan Donghae dan hidup bahagia bersama pria itu sampai akhir hayatnya. Tapi, itu hanya ia dan pikiran labilnya saat ia belum benar-benar dewasa.
Sekarang, Jessica malah tidak yakin bahwa itu semua akan terjadi. Bahkan, ia malah berpikir bahwa hubungannya dengan Donghae akan berakhir dalam waktu dekat ini. Dua belas tahun berlalu, hubungannya dan Donghae hanya akan sia-sia. Rasanya, percuma saja jika selama ini ia begitu mencintai pria itu sementara pria itu sama sekali tidak mencintainya. Jessica sadar, dua belas tahun ini ia hanya membuang-buang waktu.
Jessica sadar, selama ini ia terlalu sering berpikiran positif tentang Donghae. Ia berpikir bahwa Donghae juga mencintainya, sebagaimana ia begitu mencintai pria itu. Ia tidak pernah berpikir bahwa Donghae akan berpaling darinya, mencintai wanita lain, berselingkuh, ataupun yang semacamnya. Seharusnya, sejak dulu ia sadar bahwa sikap Donghae yang begitu dingin padanya adalah sebuah tanda bahwa bisa saja pria itu melakukan hal yang baru saja disebutkan.
Melihat Ye Eun menggandeng tangan Donghae, tentu saja membuat Jessica sakit hati. Bagaimana tidak? Ia bahkan tak tahu kapan terakhir kali ia dan Donghae bergandengan tangan. Donghae tidak pernah memperlakukannya dengan romantis. Bahkan cenderung membuat batasan dengannya. Donghae juga tidak pernah memeluknya, bahkan di hari spesial mereka. Jessica selalu bertanya-tanya, kenapa Donghae bisa bersifat hangat dan begitu friendly pada orang lain sementara pria itu tidak bisa melakukan itu padanya?
Pertemuannya dengan Donghae di salon kecantikan tempo hari, terus saja terngiang-ngiang di benak Jessica. Apalagi ketika ia melihat Donghae dan Ye Eun keluar sambil bergandengan tangan. Jessica tahu, pekerjaan Donghae memang seperti itu. Tapi.. apa harus sampai bergandengan tangan? Apa selama ini.. mereka juga seperti itu saat sedang hanya jalan berdua saja? Apa jangan-jangan.. mereka punya hubungan spesial? Apa.. novel yang ditulis Ye Eun benar-benar nyata? Kepala Jessica serasa akan pecah dan hatinya serasa di remas-remas memikirkan itu. Ia menangis semalaman bahkan hingga melupakan makan karena terus teringat akan hal yang sangat menyakitkan baginya itu.
Entahlah, Jessica sudah tidak pernah menghitung berapa lama ia dan Donghae tak lagi berbalas pesan. Apalagi sampai mengobrol lewat telepon. Sepertinya.. hal itu mustahil akan terjadi lagi. Donghae terlalu sibuk dengan Ye Eun dan tidak pernah mau meluangkan waktu untuknya lagi. Hubungan mereka yang sejak dulu sudah hambar, kini semakin hambar ditambah dugaan keterlibatan Ye Eun sebagai orang ketiga dalam hubungan mereka.
Rasanya.. Jessica ingin mengakhiri hubungan ini saja. Ia sudah tak tahan dengan sikap Donghae yang bisa dibilang, tidak pernah menghargai perasaannya sebagai seorang wanita. Jessica ingin tahu bagaimana rasanya dicintai, ia ingin sekali diperlakukan dengan spesial sebagaimana pria itu memperlakukan Ye Eun dengan sangat hati-hati seolah tak mau wanita itu terluka. Jessica ingin Donghae menghargai perasaannya. Bukan ia yang terus memperjuangkan perasaannya, mempertahankan hubungannya mati-matian, sementara pria itu hanya menanggapinya dengan dingin.
Mungkin.. ini memang sudah saatnya Jessica mengakhiri semuanya. Jessica sudah benar-benar lelah jika harus selalu berpura-pura kuat dan terus tersenyum dihadapan pria itu. Padahal, sebenarnya hatinya menjerit. Ia ingin mencoba membuka lembaran baru. Tanpa bayang-bayang Lee Donghae yang selama ini selalu ia harapkan menjadi pendamping hidupnya. Tapi Jessica sadar, ia tak bisa terus berharap pada seseorang yang bahkan terlihat tersiksa hanya karena ia begitu mencintainya.
"kau menangis?"
Jessica tersadar dari lamunannya ketika tiba-tiba salah seorang temannya menepuk pundaknya. Menatapnya heran karena tiba-tiba ia menjatuhkan air matanya tanpa alasan. Ia tersenyum kikuk, lalu berakting seolah ada sesuatu yang masuk ke dalam matanya sehingga air matanya terjatuh.
"Oh? Sepertinya ada sesuatu yang masuk ke dalam mataku.." ucap Jessica, ia mengucek kedua matanya dengan kasar. Walau sebenarnya, ia tengah menghapus sisa-sisa air matanya. Hatinya terasa memanas tiap kali nama Lee Donghae melintas di kepalanya. Ia ingin menangis, menangis karena merasa bahwa dirinya tidak yakin dengan apa yang akan menjadi keputusannya. Jessica tak yakin bahwa ia benar-benar akan melepas Donghae.
"Jessica, apa kau sudah siap?"
"Oh iya, aku sudah siap.."
Jessica segera membenahi penampilannya. Menata rambutnya, dan berkaca pada handphonenya. Menatap riasan wajahnya yang ia harap tidak luntur karena air mata sialannya barusan.
"setelah ini, kami akan pergi jalan-jalan. Apa kau ingin ikut?" tanya salah seorang teman Jessica.
"Eumm... ide yang bagus!"
"Jessica cepatlah!"
Jessica segera berlari ketika namanya di panggil. Ia menghampiri rekannya yang sudah siap dengan sebuah kamera besar yang dibawa di pundaknya. Jessica meraih sebuah mic kabel dengan logo stasiun televisi tempatnya bernaung. Membenahi penampilannya, dan ketika seseorang memberinya aba-aba, wajah cerianya pun terpampang di wajahnya.