Rambut lurus nan panjang sepinggang tersebut disisir dengan mudah tanpa kendala. Jemari kurus yang tampak pucat dan nyaris memperlihatkan struktur tulangnya, masih tetap asyik memainkan helai demi helai. Pandangannya kosong. Senyumnya begitu lebar seolah akan menyentuh telinga.
"Selesai," bisik wanita itu lantas mengalihkan perhatiannya pada pantulan cermin seraya membungkuk. Menyejajarkan kepalanya dengan sosok yang teramat ia sayangi. "Cantik. Selalu cantik. Anak Mama, cantik."
Senyumnya sontak memudar saat tidak ada jawaban. Layaknya kepala boneka yang sudah usang, kepalanya menoleh kaku. Menatap profil wajah yang kini memucat, persis seperti dirinya.
"Kenapa, Sayang?"
Deru napas beraroma kurang sedap menerpa pipi gadis yang kini terduduk mematung di depan meja rias usang. Sosok jelita itu tampak tidak berani sedikit pun melirik sang ibu yang telah belasan tahun merawatnya.
"Kok nggak dijawab? Kamu udah nggak suka Mama puji ya?"
Takut-takut, gadis itu melirik. Sedetik kemudian, ia menyesal telah membalas tatapan tersebut karena sedetik kemudian, tidak hanya rupanya yang menyeramkan, sifatnya pun menjadi buas seperti hewan liar.
Gadis itu meringis kesakitan. Ia hanya bisa menangis dan menangis saat ibunya menarik rambut panjangnya ke ranjang seperti peliharaan. Sebelum ibunya, ia berucap seperti biasa. Sebuah kalimat yang selalu terulang akhir-akhir ini. Terlebih, saat gadis itu menyadari bahwa ada yang salah dalam kehidupannya.
"Jadilah anak baik! Jadilah anak baik!"
Hingga pintu kamarnya tertutup keras, gadis itu hanya bisa meratapi semua ini dalam nelangsa.
***
"Yuhuuu, Naga darling! Mami mau pergi dulu ya."
Nagara Kusuma, yang pada saat itu sedang tengkurap di atas tempat tidur sambil bertelanjang dada dan membiarkan selimut tersibak hingga pinggulnya, hanya bergumam samar untuk merespons seruan Maminya.
Naga pikir, maminya yang paling berisik tapi juga paling disayangnya itu telah berlalu dari kamarnya, tapi ternyata tidak. Beberapa menit kemudian, Naga justru merasakan lengannya ditarik-tarik.
"Aduh, Mamiii. Naga masih ngantuk," erangnya dengan suara sangat serak. Keira—sang mami—bahkan yakin jika beberapa burung betina yang terbang melintas di luar sana pasti akan langsung jatuh hati mendengarnya.
"Oh boy! Ini udah siang, Naga. Kuliah nggak kamu?!" pekik Keira, gemas. Wanita itu sempat berpikir jika Naga akan mewarisi sifat dari papinya, Raka. Rajin, telaten, dan selalu bisa diandalkan. Tapi nahas, Naga justru sangat mirip dengan Keira yang paling senang sibuk nggak ngapa-ngapain.
"Naga mau bolos aja ya, Mi?" Dengan sebelah mata—karena salah satunya masih terlalu lengket untuk terbuka—Naga menoleh menatap maminya, memohon agar permintaan absurd tersebut dikabulkan. "Hari ini mata kuliahnya cuma Motivasi Usaha. Dosennya baik."
"Astaga, Naga!" Keira menggeleng-geleng tidak percaya. "Nama mata kuliahnya aja udah Motivasi, masa kamu nggak ada termotivasinya sedikit buat jadi pengusaha?! Contoh dong Papi kamu, Om Ben, Opa Eddy!"
Alis tebal Naga yang tidak sempurna bertaut. "Katanya Mami janji mau ngebebasin Naga jadi apa aja kelak?" protesnya, mengungkit janji mami akan masa depannya.
Sesungguhnya, Naga bukan tidak berbakat dalam dunia tersebut, pemuda itu bahkan telah melihat peluang bisnis sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Melihat teman-temannya menyukai cokelat, diam-diam Naga menjual cokelat yang diberikan Opa Eddy dari luar negeri dengan harga lebih mahal. Ia bahkan senang mengutak-atik website dan menghasilkan dollar dari Google sebagai uang jajan tambahan ketika usianya masih 13 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess and the Beast
RomanceNagara Kusuma tidak suka posisinya sebagai anak semata wayang digeser karena kehadiran Kinara Angelina. Segala upaya dilakukan Nagara untuk menyingkirkan adik angkatnya. Anehnya saat dia berhasil, Nagara justru tak merasa senang sama sekali. *** Nag...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi