t w e n t y f i v e

13.5K 1.6K 273
                                    

Kepalaku terus berdengung mengeluarkan bunyi nyaring pertanda bahaya telah datang kala kulihat sosok Aldian yang makin mendekat ke arahku—lebih tepat ke arah kami. Berulang kali kusesali keputusanku menerima undangan Om Arlangga. Bahkan, sebenarnya, pagi tadi aku kembali bimbang, berniat untuk mengeluarkan kebohongan kecil dengan alasan ada urusan keluarga. Namun, di luar dugaanku, Adrian menghubungiku dan bertanya apa aku jadi datang atau tidak?

Semua yang mengenal Adrian pasti tahu betapa sulitnya menolak cowok itu. Bukan karena ia ganteng—akan tetapi, mengecewakan Adrian itu seperti baru saja melakukan dosa. Pernah nggak sih ketemu orang yang saking baiknya sampai bikin nggak bisa ngomong kasar di depan orang itu? Tari bilang, kalau di depan Adrian, ia mendadak anggun. Berasa berhadapan sama malaikat katanya.

Bertemu dengan keluarga Adrian ternyata tidak semanakutkan yang kukira. Mereka sangat baik dan welcome padaku. Ditambah dengan adanya Jiara yang membuatku nggak begitu ngerasa canggung. Saat aku tiba, aku di sambut oleh seorang gadis cantik yang punya lesung di bawah matanya. Bisa kusimpulkan itu adiknya Adrian. Ia ramah sekali dan memang agak sedikit...bawel. Aku sempat meringis kala ia menarik tanganku dan mengenalkanku sebagai pacar Adrian padahal aku sudah mengenalkan diri sebagai teman Adrian padanya.

"Pa, Mi, ada pacarnya Mas Adrian nih."

Untungnya, Adrian segera menyelamatkanku dari dari kesalahpahaman itu dengan mengenalkanku pada Maminya. Ia sempat berbisik dan berkata dalam ringisan. "Sorry about that," yang kubalas dengan senyum maklum.

Terlalu larut dalam kehangatan keluarga Adrian—aku melupakan fakta kalau ada satu anggota keluarga lagi yang sedang kuhindari. Makanya, saat suara Manda berseru, memberitahukan kalau Aldian sudah tiba, aku langsung pucat dan meraih minumanku. Berbagai cara kulakukan guna menghindari kontak mata dengan Aldian.

Awalnya, aku berniat merahasiakan soal kedekatanku dengan Aldian pada keluarganya. Akan tetapi, ucapan Aldian yang tidak mau aku menganggapnya stranger kembali terngiang di kepalaku. Jadilah, saat Om Arlangga menceritakan soal Aldian di tengah obrolan, aku pun mengaku kalau sudah pernah bertemu Aldian sebelumnya. Jiara ikutan kaget karena aku memang belum cerita soal ini padanya. Aku sempat kikuk sebab Om Arlangga dan Jiara sepertinya penasaran sudah sekenal apa aku sama Aldian, namun lagi-lagi, Adrian menyelamatkanku dengan mengalihkan pembicaraan.

"Actually, Al pernah pernah nanya kamu sama aku," Adrian mengaku. Aku yang memang lagi menghindar Aldian, nggak keberatan saat Adrian mengajakku ngobrol di sebuah sofa dekat kolam renang. Sampai tiba-tiba aja ia mulai membahas Aldian. Dira meminta Adrian untuk memperingati Aldian supaya nggak main-main denganku. Sebab itu, Adrian berusaha menjauhkanku dari Aldian sejak tadi. "I thought, dia nggak akan senekat ini. I'm sorry, Is he bothering you?"

Mulutku terbuka, hendak menjawab. Namun kata-kata itu tersangkut di tenggorakkan oleh keraguan...Is he? Sebelum kejadian ia menciumku, aku akan menjawab tegas kalau he's not bothering me. But, Is he bothering me now?

"Look, I'm so sorry, seharusnya aku lebih tegas lagi sama Al untuk nggak gangguin kamu." Sambung Adrian dengan nada menyesal. "I'm sorry, Irene."

"No, kamu nggak harus minta maaf," gelengku. "Honestly, he's not bothering me. Hubunganku dengan Al nggak kayak gitu, we are just friends." Serius, Irene? Apa kamu masih menganggapnya teman setelah ia menciumi dengan cara begitu?

Adrian agak kaget, "terus, kenapa kamu dari tadi ngehindar dari Al?"

Aku membasahi bibir. Nggak tahu harus menjawab apa, sampai suara Manda disusul wajahnya yang menyembul di balik pintu kaca mengintrupsi obrolan kami. "Mbak cantik, kita foto bareng, yuk."

You Think I'm PrettyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang