❊ 03 ❊

2K 213 15
                                    

Matanya mengerjap berkali-kali, menjernihkan pandangan yang buram karena baru terbangun setelah entah alarm yang ke berapa kali berdering nyaring. Saat melirik jam, ternyata sudah hampir jam sembilan. Seketika itu pula perutnya terasa lapar. Ya karena semalam tidur dengan keadaan perut kosong, mandi saja tidak. Begitu sampai langsung ke kamar dan tidur.

Kakinya lebih dulu melenggang ke kamar mandi untuk bebersih diri, mandi dan segala macamnya. Menunda sarapan yang telat meski perut sudah sangat keroncongan. Hana hanya mengenakan pakaian seadanya, ia lihat pakaian Hinata disana ya ia pakai. Terlalu lapar untuk kembali ke kamar mengambil pakaiannya di lemari.

Selesai dari kamar mandi, ternyata di meja suda terhidang beberapa menu makanan, wanginya sedap, buat perut Hana makin terasa melilit protes minta segera diisi. Ternyata pemilik rumah juga sudah kembali, padahal tadi saat keluar kamar keadaan rumah sangat sepi. Selain ada makanan, kehadiran Hinata yang justru buat Hana lebih senang.

“Atelir hari ini tidak buka kan?”

“Hm. Kau makan dulu.”

Hana sekadar mengembang cengiran, ia lempar asal handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya tadi, lalu berlari kecil ke dapur. Tidak lekas mengindahkan perintah kekasihnya, Hana malah mendekati Hinata, lekas memeluk gemas banyak rindunya.

“Hana.”

“Aku rindu sekali wangi ini.” katanya senang, mendusel manja, tidak berhenti mengendusi aroma pheromone dari Hinata yang tingginya hanya sebatas dagu Hana. Hana memang tinggi, rasanya perempuan Alpha memang punya postur tubuh yang tinggi, ideal. Dan Hinata, untuk ukuran Omega, Hinata cukup tinggi, diturunkan dari Ayah Alphanya. Tapi tetap tidak melebihi tinggi Hana, bahkan Hinata yakin kalau Hana masih bisa lebih tinggi lagi. “Kak, hari ini kau senggang kan?”

“Aku senggang, tidak ada kegiatan apa-apa, tapi kalau kau mengajak pergi tentu dengan terpaksa harus aku tolak.”

“Eeeh?”

“Kau juga baru bisa libur kan? Sebaiknya istirahat.”

Hana diam, ekspresinya berubah malas. Pun Hana juga sudah melepas pelukannya, berhenti mengendusi Hinata dan kembali ke meja makan

Di dapur, Hinata menarik senyuman lebar, paham benar ia dengan Hana. Tolakannya tadi jelas buat Hana seketika hilang minat akan segalanya. Hinata hanya tinggal menunggu Hana mendumal, atau mungkin nanti akhirnya malah tetap memaksa untuk pergi. Jalan-jalan. Karena kapan lagi mereka bisa pergi kencan? Jarang ada waktu untuk bisa pergi bersama.

Namun, Hinata juga selalu menegaskan pada Hana, “Kalau kencan kan tidak harus pergi ke luar Hana, di rumah berdua juga bisa dibilang kencan.” tiap mendengarnya, Hana langsung diam, tidak membantah dan berhenti memaksa. Patuh juga Hana dengan apa kata Hinata.

Akhirnya hari libur mereka ini hanya untuk di rumah saja, tidur-tiduran di sofa, bersantai, mengobrol banyak hal yang tidak sempat mereka lakukan karena belakang ini mereka berdua sibuk masing-masing.

Hinata merelakan pahanya jadi bantal Hana, sambil mendengarkan Hana yang tidak berhenti bercerita tentang video lama yang baru saja dikirim Renji. Video saat Hana masih kecil dulu, sedang kesal karena lagu kesukaannya dinyanyikan sambil berteriak oleh Renji. Melihatnya Hinata ikut tertawa-tawa, sambil tidak berhenti mengelusi rambut panjang Hana yang mulai mengering. Kadang sampai Hana meliriknya sinis.

“Ku kira ya, lagu itu dan lagu Crimson Daisy lainnya memang dinyanyikan dengan lembut. Karena waktu itu, waktu aku baru mendengarkan lagu-lagu Ayah semuanya lembut, aku dikenalkan oleh pegawai Ibu di toko dulu. Aku langsung suka, terutama yang satu itu, habis kupikir lagunya romantis.”

When The Sun Rises (Omegaverse) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang