1. Mentari Pagi

53 29 15
                                    

Buktinya sang surya pun tak bisa membuat hariku bersinar sepertinya~Arabella

[Selamat Membaca❤]

Pagi hari yang cerah, matahari tak malu menampakkan sinarnya. Sinar matahari menembus celah-celah jendela kamar seorang gadis yang masih tertidur dengan tenangnya. Bunyi alarm menggema didalam kamarnya. Membuat gadis yang tertidur pun bangun.

"Euughh.... selamat pagi dunia. Semoga hari ini ada kebahagiaan menghampiriku" ucap gadis itu.

Dia turun dari kasurnya menuju kamar mandi untuk mandi dan memulai aktivitas hari ini. Ya, aktivitas yang menurutnya sama saja dari hari-hari sebelumnya.

*****

"Selamat pagi ayah ibu kakak" sapa gadis itu dengan tulus kepada keluarganya yang sudah berada dimeja makan, yang bahkan sudah makan tanpa menunggu dirinya.

Tidak ada jawaban atas sapaan yang dilontarkan gadis itu. Hening, itulah keadaannya. Dia duduk di kursi sebelah kakaknya untuk mulai sarapan.

"Mau apa kamu? Siapa yang nyuruh kamu makan sekarang? Tunggu kami selesai dulu, cuci piringnya setelah itu kamu boleh makan," ucap sang ibu dengan nada yang sangat dingin membuat gadis itu hanya bisa menunduk pasrah dan mengangguk lemah.

Ayahnya? Dia hanya melihat tanpa ada niatan membelanya. Bagi gadis itu, ini adalah hal yang paling menyakitkan. Bagaimana bisa seorang ayah kandung melihat anaknya dicaci maki biasa saja? Tidak melindunginya, tidak membelanya hanya melihat.

"Ah sudahlah memang ini hidupku, lantas untuk apa aku meminta kebahagiaan jika ini adalah akhir dari setiap hal yang ku minta," batin gadis itu.

"Aku berangkat dulu, ayah ibu", ucap sang kakak

"Iya nak hati-hati. Kamu berangkat naik apa?," Ucap sang ayah yang sedari tadi diam.

"Naik motor yah. Ya sudah aku berangkat dulu, Assalamualaikum," pamit Pandu sang kakak.

Pandu Argantara. Kakak tiri dari seorang gadis bernama Arabella Putri Clarissa. Umurnya tak jauh beda dengan Ara, hanya selisih satu tahun. Apakah dia sayang dengan Ara? Tidak. Dia juga tidak sayang dengan Ara

"Waalaikumsalam," ucap ayah dan ibu bersamaan.

"Waalaikumsalam, hati-hati kak"

"Aku juga berangkat yah, bu. Assalamualaikum," ucap gadis itu setelah menyelesaikan kegiatan cuci piringnya. Dia tidak jadi sarapan dan hanya membawa bekal saja. Jika dia sarapan, dia akan telat karena jam sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB yang artinya 15 menit lagi gerbang akan ditutup.

Gadis itu mengulurkan tangan untuk pamitan tetapi malah ditepis kasar oleh keduanya orang tuanya. Dia menatap sendu tangannya. Tangan yang butuh genggaman untuk menguatkannya melawan kehidupan tanpa kebahagiaan. Dia melangkahkan kaki keluar rumah untuk berangkat sekolah.

"Aduhhh, bagaimana ini. Aku bisa telat. Kalau aku nunggu angkot jam segini udah ga ada. Ya udah jalan kaki aja deh," gerutu gadis itu.

Di perjalanan banyak sekali yang menyapanya. Dia hanya tersenyum. Apakah senyum itu tulus? Tidak. Senyum itu hanya topeng untuk menutupi kesedihannya.

"Pagi neng Ara, loh jalan kaki neng? Jauh loh neng sini sampai sekolahnya neng. Mau bareng sama Pak Bejo aja ga neng?," ucap Pak Bejo tukang becak tetangga samping rumahnya.

"Emang boleh pak? Tapi saya gamau ngerepotin bapak. Bapak kan juga mau bekerja nanti saya memotong waktu kerja bapak," tutur Ara sambil tersenyum dengan tulus.

"Boleh kok neng, sini naik biar nanti ga telat ke sekolahnya. Bapak malah seneng kalau neng Ara bareng sama bapak. Bapak sudah nganggep neng Ara seperti anak bapak sendiri jadi gausah merasa kalau neng Ara ngerepotin bapak ya,"

What Is My Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang