25 Puding dan Cerita Azwar

1.2K 145 24
                                    

Bismillah,

"Al, mau ke mana sih buru-buru?" Danil mempercepat langkahnya untuk menyusul Alfi.

"Ada perlu lah," jawab Alfi.

"Perlu apaan? Tumben amat sih, ini belum jam 5 juga. Biasanya kamu pulang abis magriban di sini," kata Danil belum menyerah.

"Kamu kepo, ya, Nil," jawab Alfi.

"Ini kepo yang baik, kepo seorang sahabat itu positif tau. Giliran minta saran percintaan aja ribut kamu, Al."

"Aku mau jemput Mbak Sarah, Nil. Dia keluar dari klinik jam setengah 6 biasanya." Akhirnya Alfi menjawab. Dia sedikit cemas Danil tidak akan memberinya saran percintaan jika tidak menjawab.

"Bentar, bentar, kamu mau jemput Mbak Sarah tapi auranya gemes gitu. Jangan bilang Ifa juga lagi di sana," tebak Danil. Tawanya siap meledak. Alfi sangat mudah ditebak dalam hal ini.

"Kemampuan paranormal kamu emang luar biasa ya, Nil. Mestinya kamu nggak jadi dokter, tapi pawang hujan atau pawang ular sekalian."

Danil cekikikan. Tebakannya benar. Dia sudah bisa menduga melihat wajah Alfi yang seharian tadi cerah. Belum lagi pekerjaan Alfi yang lebih cepat beres, di rapat dengan sesama konsulen pediatri tadi Alfi juga kelihatan bersemangat. Danil sudah curiga kalau kisah cinta Alfi mengalami kemajuan dari pertanda yang ditangkapnya.

Mereka berdua berdiri berhadapan di lorong rumah sakit yang sudah sepi. Danil masih terbahak cukup keras, sedangkan Alfi memasang tampang sebal. Sore ini cuaca cukup cerah, angin yang sejuk bertiup menyapa dedaunan dan beberapa bunga yang ditanam di taman rumah sakit. Sepertinya cuaca mendukung Alfi.

"Jadi ada kemajuan? Tuh kan, apa aku bilang. Kalo kamu langsung tancep gas sesuai saranku pasti lancar, Bro," kata Danil lagi, tangannya meninju pundak Alfi.

"Tapi belum semaju itu juga, Nil," ucap Alfi. Dia mulai sedikit gelisah, satu tangannya dimasukkan ke dalam kantong celana.

"Apa lagi sih, masalahnya? Abi? Ck, cemen kamu. Abi is totally not a problem, masalahnya tuh kamu. Ragu-ragu itu masalah besar. Kalo kamu emang udah yakin langsung aja tembak Ifa, lamar, Al, lamar," kata Danil berapi-api.

Alfi mengangguk setuju. Memang masalahnya adalah dia masih diliputi ragu. Rasanya tidak siap menerima penolakan setelah kecewa dan gagal dengan pernikahan pertamanya. Alfi membisikkan semangat dalam hati, dia tidak akan mundur lagi. Secepatnya, Ifa harus dilamar!

"Udah aku cabut ya, keburu ditunggu Mbak Sarah," pamit Alfi.

"Cie, cie, Mbak Sarah apa If-"

Kalimat Danil terpotong karena Alfi melemparkan pulpen padanya. Lelaki berkulit cokelat itu terbahak melihat ekspresi malu-malu Alfi. Sedangkan Alfi sudah berjalan pergi, membiarkan Danil berbahagia karena berhasil menggodanya.

@@@

Alfi langsung memasuki klinik 5 menit setelah di sampai. Sudah jam 17.15, Sarah pasti sudah kelelahan menunggunya. Kehamilan ketiga ini lumayan melelahkan karena usia Sarah sudah hampir 40 tahun.

Tangan Alfi meraih pegangan pintu, jantungnya sedikit ribut. Bukan karena dia menderita aritmia atau kelainan jantung lain, tapi dari celah pintu dia bisa melihat Ifa duduk dan bercanda dengan Fatih. Alfi memutar otak, memikirkan bahan pembicaraan yang tidak mencolok.

"Papa Al," sapa Fatih riang. Bocah itu langsung berlari ke dalam pelukan Alfi.

"Hey, jagoan. Hari ini mau main lagi?" tanya Alfi. Fatih sudah di dalam gendongannya.

"Iya." Fatih mengangguk, sepasang mata kecilnya menatap Alfi dengan cerah. "Papa Al mau main sama Fatih?" tanyanya.

Alfi bingung harus menjawab apa. Dia khawatir Fatih kecewa karena ini kedua kalinya mereka bertemu di klinik dan Alfi tidak bisa mengajak Fatih bermain atau menunggu bocah itu selama terapi. "Hm, jumat aja ya saya anter."

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang