Empat Puluh Empat

76 20 12
                                    

DOR!!!
























AKU UPDATE LAGI WKWK

JANGAN LUPA VOTE TERLEBIH DAHULU YA. UNTUK MENDUKUNG KARYA KU. TERIMA KASIH :)

♡ ♡ ♡

Afat sedari tadi berjalan ke sana kemari sebari memegang ponsel. Berkali-kali ia menghubungi Mahera, namun tidak ada jawaban sama sekali dari cowok itu. Afat pun mengeram kesal.

"Ini bocah kemana sih?!" keluh Afat kesal. Ia mengenggam erat ponsel yang ia pegang.

"Fat!" Afat yang sedang fokus memikirkan Mahera menoleh kan kepala saat mendengar namanya dipanggil.

"Apa!"

"Weist... Santai," ujar Sambara. "Gimana, Mahera udah bisa dihubungin?" tanya Sambara penasaran.

"Belom nih. Kemana sih itu anak!" kelakar Afat. Ia pun merebahkan tubuhnya di atas sofa dengan kasar. "Gak peduli banget sama temen. Heran gua!" celetuk Afat. Cowok itu memijat pelipis kepala yang terasa pening. Sudah hampir lima puluh kali Afat menelepon Mahera dan sudah dua ratus tiga puluh pesan yang ia kirim pada Mahera. Namun, tak ada satu pun pesan yang dibaca Mahera.

"Kenapa lo gak tanya Fanessia. Mungkin dia tau di mana Mahera," cetus Rizky.

Afat memandang Rizky. Ada benarnya juga saran darinya. Mungkin, dengan datang ke rumah Fanessia—ia bisa tahu di mana keberadaan Mahera. Atau malah Mahera berada di rumah Fanessia. Tanpa berkata, Afat bangkit dari sofa mengenakan jaket hoodie berwarna hitam seraya memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Ia pun melangkah pergi ke luar dari rumah Agasa.

"Fat, lo mau ke mana?!" teriak Agasa. Afat tak menjawab. Hal itu membuat teman-temannya bingung.

"Biar gua susul."

Sambara segera berlari mengikuti Afat. Langkah kaki Afat berhenti di teras rumah Agasa saat tahu jika dirinya diikuti.

"Lo ngapain ngikutin gua?"

Sambara memincingkan mata kening kemudian berkerut. "Ya gua mau tau lo itu mau ke mana."

"Udah deh. Lo di sini aja. Gak usah ikut-ikut!" bentak Afat. Hal itu membuat Sambara terkejut.

"Nanti minta jajan lagi. Ribet ah!" sambung Afat tanpa memandang Sambara. Mata Sambara terbelalak.

"Sialan, emang gua anak bocah. Minta jajan!" Afat tertawa renyah.

"Jadi lo mau ke mana sih?!"

"Kalo mau pergi ya bilang terus pamit kek! Etika dipake dong Abang Afat!" kata Sambara. Afat terdiam.

"Sorry... Sorry... Gua lagi kesel sama Mahera. Pas Rizky bilang kenapa gak ke rumah Fanessia. Otak gua langsung pengen cepet- cepet ke rumah dia."

"Ya udah gua pamit." Afat pun kembali melangkah. Ia menuju motor yang terparkir di halaman rumah Agasa.

"Lah, gua ikut!"

"Dasar bocil," sahut Afat. Sambara mendengkus.

***

Dua motor terparkir tepat di rumah berpagar hitam. Fanessia yang saat itu sedang menyapu halaman rumah refleks menoleh. Penasaran siapa yang datang. Ia pun menyandarkan sapu ijok dinding.

"Permisi... PAKET!" celetuk Sambara.

"Heh?!" Afat menaikkan sebelah alis.

"Biar cepet!" sahut Sambara.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang