0.1

20 0 0
                                    

Sabtu,

"Lun, hari ini ada jadwal basket?"

Gadis bersurai coklat itu mengangkat tubuhnya sehabis mengikat sepatunya, ia tersenyum semangat dan menarik tas yang berisi seragam tim basketnya dan tas khusus bola basket kesayangannya.

"Ada, dong." jawabnya, lalu meminum segelas susu.

Pria yang berdiri di seberang meja makan itu melahap sesendok nasi, mengangguk-angguk mendengar jawaban adiknya. "Nanti pas balik, gue nitip mie ayam"

"Sekalian aja sih nanti jemput," gerutunya.

"Nanti gue mau taekwondo terus temen-temen gue mau mampir"

Gadis itu menghela nafas, lalu mengambil kunci mobilnya yang digantung dekat pintu. "Yaudah. Bilangin Papah, ya."



Mobilnya melaju dan menyisir jalan raya yang sedikit ramai. Jam 07.19. Gadis itu bersantai menikmati alunan lagu indie yang disukainya. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk stir sesekali. Surai rambut coklatnya terbelai angin. Wah, ia berharap setiap pagi di kota kelahirannya ini akan terus seperti yang ia rasakan sekarang.

Aristide Deluna. Berumur 18 tahun dan mempunyai hobi yang digemari oleh laki-laki di luar sana yaitu bermain bola basket dan voli. Sedikit ceroboh dan ia termasuk tipe ambivert + bisa seperti bunglon. Panggil saja, Luna.

Luna adalah ketua tim basket perempuan di SMA NARÈLIS. Timnya sudah dikenal di sekolah-sekolah menengah atas lainnya karena skill serta piala yang mereka peroleh dari hasil kerja kerasnya yang bisa dikatakan sangat konsisten. Luna sukses menjadi seorang ketua yang bisa dihandalkan. Stallions namanya.
Bahkan, coach pernah meminta Luna untuk mau bersaing dengan tim laki-laki. Karena terkenal dengan tingkat konsistennya yang tinggi, Stallions dan Panthers pun seri.

Sebagai seorang ketua, ia sangat berharap akan membawa pengaruh positif kepada adik-adik kelasnya yang kelak saat ia lulus, siapapun yang menggantikan posisinya harus mampu menekan titik konsisten tersebut.

Selain itu, Luna juga cantik dan pintar.

Digemari anak laki-laki di sekolah dan bahkan kepala sekolah, staff serta guru-guru juga mengidolakannya. Aura positif tiap ia berjalan di koridor sekolah membuat siapapun yang ada di sekitarnya menjadi terpana dengan kehadirannya.

Ia sempat beberapa kali memenangkan piala Olimpiade Sejarah dan Bahasa Inggris dari kelas 10 hingga kelas 12 serta membawa piagam penghargaan berwarna emas.

Tak terasa, Luna sudah sampai di sekolah dan segera memarkirkan mobilnya. Ia keluar dan bergegas masuk ke dalam koridor sekolah, berlari memasuki lapangan. Suara pantulan bola basket, suara ring yang terhentak, sorak sorai pun sudah terdengar dari kejauhan. Luna tersenyum gembira melihat teman-temannya dan adik-adik kelasnya sedang berlatih masing-masing.

Kehadiran Luna disadari oleh wakil ketua, Odette. Sontak dia melihat kearah sekeliling dan berseru, "Buat 5 sap dalam waktu 10, 9..."

Mereka terburu-buru membuat barisan dan mengurutkan dari yang terpendek hingga tertinggi. Tawa kecil yang masih terdengar mendadak sirna sendirinya.

"3, 2, 1."

Odette menoleh kearah Luna yang berdiri di belakang tidak jauh darinya, dia mempersilahkan partnernya untuk memulai kegiatan.
Luna berjalan dan berdiri di samping Odette, melihat wajah segar para murid-muridnya yang tersenyum kearahnya. Matanya mengoreksi tiap seragam, sepatu dan alat pengaman kaki yang mereka kenakan.

Luna tersenyum, "Selamat pagi semuaa!"

"Pagi, Kaakk!!" sapa mereka sambil melambai-lambai.

"Udah sarapan semuanya?" tanya Luna

"Udah, Kak!"

"Belum, Kak!"

Luna menoleh kearah sumber suara itu, "Kenapa belum sarapan?"

"Buru-buru, Kak. Maaf," jawab anak itu agak menunduk.

Luna menghela nafas. Ia membuka tasnya dan mengambil roti lapis buatannya dan memberikan roti itu kepada salah satu anak yang belum sarapan. "Kamu makan dulu, ya. Duduk di situ. Kalau sudah, gabung lagi."

Anak itu tersenyum dan menerima rotinya, "Makasih, Kak!"

Luna melanjutkan pidatonya,

"Okay, Girls. Dalam hitungan H-4 kita akan disambut dengan "ruang perkelahian" kita dengan Vemingo. Banyak sekali yang harus kita persiapkan dimulai dari fisik, hati, fikiran, niat, mental dan yang utama adalah kesehatan. Biasakan yang biasanya kalian makan sembarangan, kalian makan yang sehat-sehat dulu untuk menjaga stamina dan sistim kekebalan tubuh kalian. Mungkin, kalian agak kedistract dengan hari ujian akhir semester tapi gue harap kaliam bisa menyeimbangi diri kalian dan persiapan kalian. Jika kalian bertanya mana yang harus diprioritaskan, diri kalian adalah prioritas. So, jangan ragukan kemampuan kalian untuk menyambut hari itu, ya?"

"Setelah itu, hari ini kita akan berlatih mengenai titik kelemahan lawan kita, Vemingo. Yang kita ketahui, titik kelemahan mereka adalah mereka sedikit mudah terkecoh dengan gerakan lawan mereka atau mudah terpengaruhi. Hari ini, gue bakal ngajarin kalian biar jauh lebih gesit, cepat dan lebih fleksibel. Akan lebih mengeluarkan tenaga tapi i know you guys can do your best at the best."

Mereka semua mengangguk-angguk mengerti.

Kegiatan pun dimulai dari pemanasan hingga ke inti kegiatan. Luna dan Odette fokus melatih tiap gerak-gerik anak buahnya untuk menghadapi lawan mereka. Menyemangati mereka dengan sepenuh tenaga.

2 jam berlalu.

Kehadiran coach pun disambut oleh Luna. Ia menghampiri beliau dan salim sembari tersenyum. "Pagi, Coach. "

"Pagi menjelang siang, Luna." sapa balik beliau. Matanya melihat semua anggota yang sedang sibuk berlatih dan berusaha untuk memasuki bola basket ke tim lawan. Tetesan air keringat mereka sudah terlihat dari kejauhan.

"Gimana perasaan kamu?"

Luna menoleh kearah beliau dan tersenyum percaya diri. "Semangat, Coach."

"Kamu yakin akan menang?"

Ia mengangguk mantap

"Pasti, Coach!"

Beliau tertawa renyah mendengar jawaban Luna. Sudah menjadi ciri khas gadis ini yang penuh dengan ambisi.

"Yasudah, setelah latihan suruh mereka untuk beristirahat sejenak. Ada himbauan yang perlu saya sampaika kepada mereka dan juga kamu." tutur Dion.

Ia mengangguk-angguk, "Siap, Coach."

Charmolypia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang