Medan adalah ibu kota provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di luar Pulau Jawa. Masjid Raya Al-Mashun atau dikenal dengan Masjid Raya Medan menjadi ikon kota Medan yang bergaya arsitektur khas Timur Tengah, India, dan Spanyol.
Aruna Pov
Mamaku merupakan perempuan yang sangat tegas dan berwibawa. Tapi, kata nenek “Aku tak menginginkan ibumu seperti yang sekarang ini.” Namanya Haiba Agni Tarida. Beliau adalah manusia yang selalu melindungiku kala aku dirundung oleh teman-temanku. Aku merupakan anak tunggal yang hidup dengan nenek dari ibuku dan mama sekaligus papaku.
Aku lahir dalam kondisi papaku pergi bekerja di luar negeri dan Ia sampai saat ini tak menghubungi keluarga kami. Kata mama, bapa memang sudah bekerja di luar negeri sejak sebelum menikah dengan mama. Saat itu, Bapa dijodohkan oleh Ibunya dan Mamaku dijodohkan Oppung boru (nenek) dengan Bapaku itu.
Tak lama setelahnya, mereka menikah dan Papa hanya pulang untuk menikah dan merayakan pernikahannya. Saat itu menurut cerita Oppung boru, Mama sempat diajak untuk hidup di Finlandia sana, tapi Mama gamau pergi kesana karena nenek sudah berumur. Akhirnya, Mama kesana untuk honeymoon saja 2 minggu dan selebihnya ia hidup di Indonesia.
Bapaku sejak setelah menikah, Ia hanya tinggal 1 minggu bersama keluarga kami dan ia kembali ke Finlandia untuk melanjutkan pekerjaannya disana. Mamaku tidak mengira jika papa benar-benar kembali ke Finlandia.
“Sayang, kao pergi kesana lagi kah?” tanya Mamaku saat makan bersama sebelum aku dilahirkan.
“Iya benar.”
“Saya harus melanjutkan pekerjaan saya di sana,” jawab Bapa.
“Apa gabisa pindah di sini saja pa?” tanya mama.
“Perusahaannya hanya di sana.” jawabnya.
“Sudahlah, Haiba.”
“Biarkan suamimu kembali bekerja, itu kewajibannya.” Sahut Oppung boru (nenek).
****
Mama hanya terdiam saat itu dan melanjutkan makannya yang belum selesai. Besok hari, Bapa pergi ke Finlandia dan malam ini merupakan malam terakhir makan bersamanya, kata mama.
Pagi ini, suasana cukup terang sebelum musim penghujan datang. Mereka (bapa, mama, juga nenek) pergi ke bandara internasional kualanamau. Bandara ini merupakan bandara terbesar ketiga di Indonesia. Mama dan nenek berjalan menuju ruang tunggu dibandara itu dan bapa masih memarkir mobil. Saat itu, mama sudah mulai sedikit mengeluarkan air mata.
“Omak, bagaimana kita nanti? Hiks,” tanya Mama sambil mengusap air matanya.
“Sudahlah nak, tenang saja.”
“Nanti juga, suami kao pasti kirim uang kesini,” jawaban tenang dari Oppung boru.
“Tapi, Omak,”
“Sama halnya Aku tidak menikah,”
“Kenapa Aku harus menikah Omak?” tanyanya dengan sedikit menyesali pernikahannya.
“Sudah, tenang sajo,”
“Kao sendiri kan sudah kerja,”
“Uangmu sendiri cukup buat kita hidup.” jawab nenek.
****
Mereka berdua pun sampai di ruang tunggu dan duduk berjajar menunggu kedatangan suaminya dengan sesekali memerhatikan jadwal keberangkatan. Mama hanya bisa merenungi nasibnya dan tak bisa berbuat apa-apa. Nenek pun kurang paham dengan lingkup bandara itu, ia mulai berjalan mondar-mandir untuk melihat sekeliling dan sesekali bertanya kepada petugas yang bertugas di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aruna's life
Teen FictionAruna hidup bersama ibu dan neneknya. Ia memiliki sifat yang sensitif dan mudah marah di masa SMA nya. Tetapi berbeda di usia belia nya. Aruna merupakan keturunan seorang kaya raya meskipun ayahnya jarang sekali ada di rumah, entah kemana perginya h...