☆ 03. Burn ☆

264 52 4
                                    






             JISOO merapikan isi kotak P3K miliknya. Seingatnya, kemarin ia tak memukul terlalu keras. Apalagi hingga membuat wajah seseorang jadi tak simetris lagi. Namun nyatanya, meski kemarin malam Taehyung tak terlihat memiliki luka sedikit pun, pagi ini satu sudut di kening pemuda itu tampak membengkak merah. Tidak terlalu besar, hanya berdiameter seukuran kelereng sedang. Walaupun begitu, Jisoo tetap merasa bersalah. Jadi, dirinya mendadak menjadi perawat pribadi hari ini.


"Sudah selesai."


Pemuda itu meringis ketika Jisoo selesai mengoleskan obat dikeningnya.


"Kenapa saat sudah diobati malah terasa sakit. Padahal dari tadi tidak. Kau meracuniku, ya?" tuduhnya asal. Nadanya merengek seperti seorang anak yang baru saja ditindas oleh teman-temannya.


Jisoo merasa kesal mendengarnya. Apa pemuda itu tak tahu terima kasih? Sudah diberi makan, diberi tumpangan, diobati, masih juga mengeluh. Tidak sopan. Jika saja ia tak bisa mengendalikan diri, dapat dipastikan niat si gadis untuk melemparkan satu kotak penuh berisi obat-obatan pada Taehyung akan benar-benar terealisasikan.


"Tutup mulutmu. Jika aku ingin meracunimu, lebih baik semalam makananmu kucampur obat pencuci perut supaya kau menderita pagi ini."


Bukannya merasa takut. Taehyung malah menunjukkan senyumnya. Ia terkekeh kecil. Melihat Jisoo yang jengkel adalah hiburan tersendiri untuknya.


"Iya, iya. Jisoo sangat baik. Terima kasih sudah mengobatiku." Si gadis tampak mengehela napas panjang, merasa tenang sesaat. Hingga pada beberapa sekon berikutnya Taehyung kembali berkata, "Tapi, Ji. Jika semalam kau memang memberiku obat pencuci perut, aku tak keberatan. Kau jadi bisa merawatku seharian penuh. Bukankah begitu?"


Jisoo merotasikan bola matanya malas. Terlalu lelah untuk menanggapi celotehan pemuda aneh itu.


Menaruh kembali kotak P3K ke tempat semula, si gadis lantas menuju ke belakang. Ia membuka lemari pendingin dan mengambil selai coklat kacang dari sana. Membawanya ke meja makan, dan meraih empat buah roti tawar.


Jisoo terbiasa makan roti untuk sarapan jika sendiri. Lebih cepat dan praktis, begitu pikiranya. Tidak seperti Seokjin yang memang mahir memasak dan selalu rajin membuat makanan enak yang cenderung rumit. Kemampuan memasaknya di dapur hanya rata-rata. Ah, ia jadi rindu masakan kakaknya itu.


Jisoo meletakan dua piring berisi setangkup roti selai di atas meja.


"Cepat makan sarapanmu dan pergi dari sini!"


Jisoo melirik si pemuda yang hanya menatapnya dengan diam. Taehyung menunduk sebentar, lalu kembali mendongak dengan bibir mengerucut menyedihkan.


"Kau mengusirku, Ji?"


"Tidak." Jisoo menyangkal. Pada kenyataannya niatnya memang demikian. "Sudah kukatakan untuk pergi hari ini bukan? Aku sudah bilang kemarin, aku hanya mengijinkanmu menginap semalam. Tidak lebih."


"Tapi kakakmu sudah menitipkanmu padaku."


Jisoo nyaris berteriak frustasi. "Tidak perlu, aku bisa menjaga diriku sendiri. Jadi, cepat makan dan pergi." Jisoo berpikir sejenak, lalu kembali berkata, "Hari ini aku akan ke toko, kau boleh tetap di rumah. Saat aku kembali, kau harus sudah keluar. Mengerti?"


Taehyung mengangguk, tapi dalam sekon sekon berikutnya ia kembali hendak menyangkal, "Ta-tapi, Ji—"


Namun, belum sempat melanjutkan kalimatnya, Jisoo sudah lebih dulu menatap tajam. Hampir seperti singa betina yang siap menerkam. Taehyung bergidik melihatnya. Seketika mulutnya terbungkam. Ia lebih memilih keselamatan bersama untuk saat ini. Pemuda itu percaya bahwa akan ada kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Memasukkan roti selai ke dalam mulut, Taehyung memperhatikan aktivitas Jisoo dalam diam.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eukasia (VSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang