# 6 Ubin Masjid

25 7 4
                                    


"Oh iya, mas, makasih. Totalnya tiga ratus- loh? Elo?"

Seketika Leo langsung menghela napas. Kenapa diantara orang yang memesan kue mamanya, harus perempuan ini yang dia temui.

Dengan wajah sok cool ia menatap perempuan itu. "Kenapa? Gw ganteng? Emang dari dulu?" ucap Leo narsis. Zulfa, perempuan itu mengernyit tidak suka.

"Dek! Tolongin kakak kamu! Katanya kamu mau lindungi kakak dari cowok yang modal tampang doang. Ada satu di sini nih," adu Zulfa sambil teriak ke dalam rumah.

Leo memutar mata dan berdecih. "Cih! Tukang ngadu," sahutnya.

"Dek cepetan! Dia mau modus!" Lagi-lagi Zulfa berteriak tidak sabar. Sebenarnya dia agak menyesal juga sudah nembak si cowok narsis ini. Tapi perlu diingat kembali, jika Zulfa menembak cowok narsis di depannya karena bercanda dan kesal oleh tuntutan netizen +62.

"Heh! Fitnah loh. Udah aneh, tukang ngadu lagi. Ngapain gw modus ke cewek bar-bar kayak lo!" balas Leo sewot.

"Apa sih kak! Berisik banget!" Akhirnya kesatria kesiangan Zulfa pun datang dengan handphone di genggamanya. Mulutnya menjawab pertanyaan Zulfa. Namun sayang, mata dan pikirannya fokus pada benda seluruh umat itu.

"Kamu gimana, sih, kakak mu ini di modusin kurir kue." Zulfa menunjuk kesal kearah Leo yang masih mengangkat dua kardus kue isi 5 toples itu.

"Ck! Geli banget gw. Nih! Gue cuma anter kue nyokap gw doang!" Leo mendekatkan kardus kuenya pada kakak-adik itu. Agar mereka bisa lihat dengan jelas kerepotannya. "Apa jangan-jangan elu yg modus, ya? Pura-pura beli kue di nyokap gw. Terus nyuruh gw yg anter, biar lu bisa ketemu gw lagi?"

Zulfa dan Loki memasang wajah hampir muntahnya. "Dih? Gelay banget. Jangan narsis deh jadi orang!" sewot Zulfa.

"Tau lu, pasti elu yg mau modus ke kakak gw." Lagi-lagi Loki menuduh.

Leo menghela napas lagi. "Hah, males gw ngurusin bocah ingusan kayak loh!"

Seketika Loki terdiam. Ia merasa familiar dengan kata-kata itu.

Brak!

"Ngomong sekali lagi nih tangan melayang ke muka sok lu." Secepat kilat Loki mencengkram kerah baju Leo. Zulfa ikut terkejut. Tidak menyangka adiknya bisa semarah itu.

Leo memasang wajah datar. "Pukul aja? Lu mau gw ketakutan kayak cewek? Silakan."

"He! Kalian apa-apaan sih? Loki ngapain kamu mau mukul orang!" Ranti, bukan Ranti Maria, Ibu kakak-beradik itu menengahi Loki.

Kyut!

"Maaf yah, Leo." Ranti menjewer telinga Loki hingga kesakitan. "Biasa nih, Loki, kalo lagi mode anak kecil!"

"A-aduh! Ibu! Sakit tau!" protes Loki. Mencoba melepaskan telinganya.

"Iya gapapa, tan."Leo tersenyum puas. Zulfa yang melihatnya makin bingung. Kenapa ibunya kelihatan akrab sekali sama cowok itu.

"Kalian gimana, sih! Bukannya diambil terus bayar! Malah ngajak Leo berantem! Padahal dulu dia temen kecil kalian! Udah lama gak ketemu bukannya disambut! Malah ngajak berantem!" omel Ranti berkacak pinggang.

"Hah? Temen?" seru Zulfa.

"Temen kecil?" Loki melotot tidak percaya.

"Yaudah, yah, tante. Uangnya saya terima. Ini kuenya. Terima kasih telah order. Assalamualaikum." Tidak memperdulikan keterkejutan anaknya. Ranti memberi uang yang dipegang Zulfa dan menerima kardus di tangan Leo.

"Waalaikumsalam! Hati-hati, yah. Le! Salam sama mama kamu."

"Bu? Emangnya dia siapa?" akhirnya Zulfa bertanya setelah Leo pergi dengan motor yang penuh kardus kue.

"Dih kamu lupa? Dia leo? Eh iya dulu dipanggil nya bukan begitu. Dia Aulia Leo Saputra. Anaknya Tante Indah yg dulu sering main sama kalian."

Hah?Dia??

.
.
.

"Mar? Udah jam berapa nih? Katanya jam 5 selesai," omel Nofita dari seberang telepon.

"Iya-iya, aku belom solat asar tadi. Belum sempet solat udah dipanggil buat rapat," jawab Maria menjepit handphone di sela telinga dan pundak.

"Yaudah cepetan! Udah mau ujan, nih. Udah mendung!"

"Iya iya sabar, kakakku yang cantik, tiit!" Dengan sepihak Maria mematikan sambungan telpon. Ia kemudian keluar dari tempat wudhu sambil merapihkan kerudungnya yang sulit diatur karena basah.

Brak!

Tubuh Maria terjungkal karena pintu masjid yang di buka tiba-tiba.

"Aduh!" Maria mengaduh dan mengusap punggung yang terkena kotak amal.

"Eh astagfirullah! Mba? Gakpapa?" ucap seseorang yang membuka pintu itu.

"Aduh, mas, masa begini dibilang gakpapa. Sakit tau! Kena- Masyallah ubin masjid!" ucap Maria yang terpana dengan seseorang di depannya.

"Apa?" Seseorang itu kebingungan.

"Suaranya kayak ubin masjid!"

"Mba? Gakpapa?" tanya Laki-laki itu makin panik, karena ucapan melantur dari Maria.

"Eh! Astagfirullah!" Setelah tersadar dari keterpanaanya, Maria beristigfar dan menunduk. "Maaf, mas! Saya gakpapa, kok. Saya yang salah, jalan gak liat-liat." Tanpa menunggu laki-laki itu menjawab Maria langsung pergi masuk ke saf perempuan.

.
.
.

"Kenapa, Mar?" tanya Nofita yang melihat kembaranya menunduk dengan wajah merah dari spion motor.

"Mar! Kamu kenapa?!" Nofita menaikan suaranya.

"Eh? Apa kak?" Maria langsung terkesiap.

"Kamu kenapa? Abis kesambet?"

"Ishh apaan, sih!" marah Maria tidak terima.

"Lagian senyum-senyum begitu!"

Lagi-lagi Maria tersenyum seperti orang yang baru saja dilamar.

"Tuh! Tuh! Mulai gila, nih!" Tangan Maria dengan ringan memukul pundak Nofita hingga motor yang dikendarainya oleng.

"Dek! Apa-apaan, sih! Bahaya tau!" Omel Nofita.

"Lagian iseng banget!"

"Lah. Kamu sendiri yang senyum sendiri. Aku dong yang seharusnya iseng!"

"Auah!" Lagi-lagi merengut, namun seketika ia tersenyum malu lagi.

Kayaknya beneran kesambet nih :D


~Bersambung~

Hola?

Debu banget yak? :D

Pendek gak sih?

Gak lama kan upnya?

Garing yah?

Sudahlah. Kasih tau aja klo ada typo ataupun penulisan yang salah :D

So~ buat keluarga cemara yang udah keluar. Semoga bisa silaturahmi disini yah.

Gak Punya Mantan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang