Part 10

15.4K 1.4K 84
                                    

Sebuah kain tenun kini berada di tangan Alvin. Dari penilaian semata saja sudah terlihat jika kain ini berharga tinggi. Warnanya merah keemasan dan terbuat dari bahan yang sangat halus pula.

Kain ini tidak datang sendiri. Namun beserta sebuah selendang yang sama dengan kain tenun utamanya.

"Ini kain yang mama siapin buat menantu mama. Ini buat calon istri kamu nanti. Kamu bisa masukin ini jadi salah satu hantaran buat Shayna," ujar Ibu Alvin.

Alvin tau kegunaan kain ini. Biasanya dalam adat keluarga mereka, kain ini digunakan sebagai bawahan wanita. Bisa disebut sebagai kain songket.

"Mama tadi udah ngomong sama Tante Shannon. Makanya warna kebaya buat acara adat kalian juga sudah disesuaikan sama kain ini," tambah ibunya lagi.

"Ini kain mama, kan?" tanya Alvin pada ibunya. "Ngga kok. Mama sengaja siapin tiga  kain yang kualitasnya bagus untuk calon menantu mama. Yang ini punya kamu," ujar ibunya.

Lalu ibunya kembali sibuk membuka lemari pakaiannya, lebih tepatnya brankas kecil yang berada di dalam lemari itu.

"Ini juga untuk dipakai Shayna nanti." Ibunya mengeluarkan sebuah kalung emas putih dengan ukiran berlian di tengahnya. Terlihat seperti liontin bagi Alvin.

Alvin tau benda ini. Ini adalah milik ibunya. Yang kala itu mendiang ayahnya berikan dahulu sekali. "Ma, ini kan punya mama. Kenapa mama kasih ke Shayna?" tanya Alvin bingung.

"Mama udah rencanain semuanya Alvin. Ada beberapa perhiasan mama yang bakal mama turunin ke menantu mama," jelas ibunya lagi.

"Kamu tau kan kondisi kita kayak gimana sekarang? Kamu harus sediain hantaran buat Shayna, pengeluaran untuk pernikahan, belum lagi uang adat untuk keluarga Shayna. Mama cuma bisa bantu segini saja."

"Ma, ini hadiah papa buat mama. Ga seharusnya mama kasih ke orang lain."

Alvin hendak mengembalikan kalung itu pada ibunya namun ibunya menolak. Bahkan Inggit tidak berniat menyentuh lagi kotak beludru berwarna hitam di tangan Alvin.

"Mama tau apa yang kamu bicarakan sama Billy dan Shannon beberapa hari yang lalu. Mereka baik sekali menawarkan pesta di pihak perempuan. Kita harus kasih yang terbaik nak buat putri mereka. Lagian perempuan yang kamu sebut orang lain itu, gadis kecil yang papa kamu sayang banget. Mama ga keberatan kasih ini ke Shayna."

Mata Alvin berubah menjadi sendu. Ada rasa sedih meliputi dirinya. Karena keterbatasan keluarganya, bahkan ibunya sampai rela memberikan perhiasan hadiah sang ayah untuk menantunya.

Melihat kesedihan yang menghampiri putranya, Inggit menangkup wajah anaknya itu. Ia mengusap pipi Alvin dengan lembut. Tidak bisa dipungkiri, Alvin sangatlah mirip dengan mendiang suaminya.

Mata, bibir, dagu, semuanya. Hanya saja Alvin memiliki rambut ikal Inggit. Terkadang saat melihat wajah Alvin, Inggit merasa bertemu kembali dengan suaminya.

"Anak mama sudah dewasa. Sudah mau punya keluarga sendiri. Jangan sedih. Kamu punya banyak kebahagiaan kedepannya."

"Maaf mama. Sampai besar, Alvin masih aja nyusahin mama."

Inggit menggeleng mendengar perkataan Alvin. "Ngga Alvin. Kamu udah berusaha selama ini. Setelah papa sakit, papa pergi, kamu kerja keras buat mama sama adik-adik. Kamu tepatin semua janji kamu sama papa."

Sejujurnya ada rasa tak tega pada diri Inggit. Alvin tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Bahkan untuk mencari kekasihpun tidak karena ia sibuk bekerja untuk membiayai ibu dan adiknya.

Dan putranya dengan patuhnya melakukan itu semua. Seharusnya Alvin memiliki masa muda yang menyenangkan. Selayaknya muda-mudi lainnya. Tidak menanggung beban seperti ia sekarang.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang