Bab 8. Perjalanan Bersama

3.4K 466 10
                                    

Pagi ini, Mentari tampaknya kalah cepat dengan Arabella yang sudah menampakkan diri lebih dulu. Dia berdiri di depan cermin, mencoba berbagai macam pakaian untuk bekerja. Satu persatu tampak tidak menarik menurutnya, sampai tersisa satu gaun ketat terakhir yang begitu sexy dikenakan.

"Oi, Lo mau ke mana?" Lala yang baru saja terbangun sontak kaget melihat penampilan Arabella saat ini.

"Gue ada perjalanan ke luar kota bareng Pak Awan. Menurut Lo ini yang gue pakai gimana?" tanya Arabella sembari memamerkan penampilannya.

"Oke ... sih. Tapi apa nggak terlalu sexy? Pendek banget nggak sih?" Lala berkomentar.

"Bukannya sekretaris pribadi penampilannya emang harus gini, ya?" Itu yang Arabella tonton di setiap film, di mana sekretaris seorang CEO terlihat menawan.

"Gue curiga Lo sengaja dandan kayak gini bukan buat kerjaan, tapi biar kelihatan wow di mata Boss Lo itu, kan?" Mata Lala memicing.

"Gue belum cerita ya sama Lo?" Arabella mengulum senyum.

"Apa?" Lala langsung bangun dan duduk menyilang kaki.

"Gue nge-date sama Awan." Bibir Arabella melebarkan senyum.

"Serius?!" Lala terpekik. "Kalian pacaran?!"

Arabella menggeleng. "Cuma dating," ralatnya.

"Emang bedanya apa?"

"Bedalah. Kita masih dalam tahap percobaan menyatukan perasaan, jadi belum tentu akan berakhir dengan jadian."

"Ribet amat." Lala berdecak. Tapi kemudian tersenyum lebar, "itu artinya lo sama dia udah ..." Dia menyatukan dua telunjuknya untuk menggoda Arabella.

"Enak aja." Arabella memalingkan wajahnya ke cermin. Dia teringat akan kejadian semalam, di mana Awan hendak mencium bibirnya, tapi dia tolak dan ganti dengan mencium pipinya saja. Itu pun sudah membuat pipinya terbakar hingga buru-buru turun dari mobil sebelum Awan melihat wajahnya seperti bokong kera.

Lala tersenyum, senang melihat Arabella sudah kembali membuka diri. "Gue bahagia lihat Lo kembali jadi Arabella yang dulu," ucapnya.

Arabella membalikkan badan dan tersenyum haru. "Terlalu cepet nggak sih gue buka hati? Apalagi dengan kondisi gue yang kayak gini," tanyanya sedih.

Lala menggeleng. "Hati siapa yang bisa atur sih, Ra? Cinta datangnya nggak kita undang, jadi ya terima apa adanya aja." Dipegangnya tangan Arabella. "Lo berhak bahagia," tegasnya.

Arabella memeluk Lala dengan erat. "Sekali lagi makasih ya, Ra."

"Sama-sama."

"Gue harus siap-siap lagi. Awan pasti udah di jalan mau jemput." Arabella melepaskan pelukan dan kembali memandang cermin. Dia ingin memastikan dandanannya sudah pas dengan pakaian yang dikenakan.

Sejenak, Arabella memandangi perut ratanya yang belum terlihat kalau dia sedang hamil. Diusapnya dengan lembut, penuh kasih sayang. "Maafin Mama ya, belum sempet ajak kamu ke dokter."

Lala mendekati dan turut mengusap perut Arabella. "Anak baik ini pasti mengerti kesibukan Mamanya. Terus juga, nanti kalau periksa sama Papa Awan ya, Ma." Sambil cekikikan.

"Ihhh." Arabella memukul lengan Lala. Meski sejujurnya dia senang andai itu menjadi kenyataan.

"Aminin dong." Lala tercengir.

"Iya deh, Aminnn." Arabella terkekeh geli. "Udah ah, Lo ganggu melulu. Gue harus siap-siap nih."

"Gue mau tidur lagi ah, masih ngantuk." Lala naik lagi ke tempat tidur, masuk ke dalam selimut dan memeluk guling.

Secret and the Boss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang