Prolog | Lost Years

104 8 3
                                    

Meneguk minuman keras seperti air mineral. Tertawa terbahak-bahak usai rungu menangkap gurauan samar yang mencelos piawai dari bibir tipis Taehyeong, si pria tersenyum kotak di seberang sofa. Menyanyikan beberapa bagian dari lagu kesukaannya. Menahan rasa kantuk juga berat pada kelopak mata dengan beberapa hisapan beserta hembusan ganja bercampur nikotin.

Malam itu sempurna bagi Jeongguk yang sedang sendirian—terpuruk dalam kerinduannya akan sang istri yang tidak lama ini meninggalkannya. Menghabiskan waktu bersama sang sahabat, Kim Taehyeong yang merupakan rekan kerjanya sesama penulis lagu.

"Kau akan baik-baik saja, Gguk. Dia bukan wanita satu-satunya di dunia. Cari saja yang lain. Banyak penggemarmu yang siap mencintaimu."

Seingat Jeongguk, setelah mendengar Taehyeong mengatakan hal itu ia tidak sadarkan diri di sofa. Terlelap atau mungkin pingsan karena seberapa banyaknya minuman keras yang ia minum. Tapi alih-alih bangun dengan kepala yang berat dan sakit di mansion sahabatnya itu, Jeongguk justru bangun dengan suara riuh dari luar kamarnya.

Bukan suara Taehyeong atau pun orang-orang yang ia kenal juga wanita-wanita malam yang sangat tidak mungkin Jeongguk sewa. Suara ribut ini berbeda dan Jeongguk mengenal salah satu pemilik suara di luar kamarnya. Polisi. Lee Namjun yang bertugas di daerah komplek Taehyeong sejak tahun lalu.

Sekelompok polisi, lebih tepatnya. Berbisik-bisik tapi terdengar jelas sebab banyak jumlahnya. Berhasil membuat Jeongguk panik namun setelah memastikan diri bahwa ia tidak melakukan apa-apa, Jeongguk jadi lebih tenang.

Tanpa berbaring lebih lama lagi, Jeongguk beranjak dari baringnya. Refleks meraih remot TV seperti hari-hari biasanya dan menekan tombol merah di ujung atas guna menyalakan. Menaikkan volume sedikit lantas mengenakan pakaian-pakaian bersih yang berserakan di lantai; tadinya di ranjang, namun jatuh dan tidak pernah dimasukkan Jeongguk ke lemari karena malas.

Usai meneguk segelas air yang ada pada nakas samping ranjang, Jeongguk melangkah menuju pintu. Ingin bertanya soal keberadaan Namjun di rumahnya.

Kaki telanjang Jeongguk bergerak. Menyentuh dinginnya lantai parket bernada abu tuanya dan kian mendekat pada pintu hingga ia menyadari sesuatu yang membuat tubuhnya bergidik ngeri.

Di layar lebar televisinya terpampang wajahnya. Bukan tentang karya-karya terkenalnya melainkan tentang sesuatu yang bahkan tidak pernah Jeongguk pikirkan.

"Seorang superstar ternama sekaligus penulis lagu diduga telah membunuh rekannya yang bernama Kim Taehyeong. Pihak berwajib sibuk mengurus peristiwa pembunuhan sejak kemarin malam namun belum juga ditemukan alasan mengapa pembunuhan terjadi. Kini pihak kepolisian sedang berada di kediaman terduga untuk menggeledah dan menyelidiki motif sementara terduga belum ditemukan." Televisi itu seakan berbicara pada Jeongguk. Begitu keras dan jelas sehingga Jeongguk mulai melangkah mundur—menjauh dari pintu dan layar TV yang masih menampakan wajahnya.

Jeongguk tidak mengerti. Jelas-jelas ia baru bersenang-senang dengan Taehyeong kemarin malam. Masih bertukar gurau dan bahkan curhat. Dan kenapa ia tidak pusing pagi ini? Kenapa ada sekelompok polisi di rumahnya dan tidak ada yang tahu kalau ia sedang berada di kamar tidur baru terjaga dari tidur lelapnya?

"Hari apa ini?" Jeongguk menyorot ponselnya yang tergeletak di samping bantal. Berderap dengan gesit menuju benda pipih pintar tersebut dan langsung menyalakannya. "Dua tahun.." Lidahnya kelu. Matanya serasa memanas dan tubuhnya gemetar. Berharap bahwa akan ada yang muncul dan berseru bahwa ini semua hanyalah sebuah kejutan.

Jika tanggal yang ditunjukan ponselnya benar, dua tahun telah berlalu.

Semabuk-mabuknya Jeongguk malam itu, Jeongguk jelas ingat tanggal dan tahun hari itu. Dan tahun itu bahkan berbeda dengan tahun yang ada pada ponselnya saat ini.

Jeongguk kebingungan. Ia ingin keluar dan bertanya tapi sebagian dari dirinya yakin kalau tidak akan ada yang percaya dan ia justru akan berakhir di penjara. "Tidak," Jeongguk menggeleng. Pemuda itu tidak mau kembali lagi ke sana.

Sejemang Jeongguk terdiam. Menggulung bibir bawahnya dengan sebuah gigitan selagi pikirannya sibuk bekerja. Memikirkan sesuatu yang setidaknya dapat mengeluarkannya dari rumah penuh dengan polisi.

Kontan Jeongguk berlari menuju kamar mandi. Mengambil tas-tas jinjing yang cukup besar kemudian memasukkan banyak hal yang menurutnya akan diperlukan seperti sabun, sampo, pakaian, selimut, bantal, banyak botol air dan tentunya uang tunai. Tidak lupa dengan alat-alat komunikasi seperti ponselnya dan beberapa gadget lainnya, Jeongguk juga terpaksa memilih satu kendaraan dan meninggalkan sisanya. Membungkus diri dengan jaket kulit, topi serta masker hitamnya kemudian keluar kamar dari jendela yang untungnya langsung mengarah pada garasi dan pagar rumah.

"Bersembunyilah. Bersembunyilah! Enyahlah! Jangan sampai tertangkap! " Suara di kepalanya mengeras. Jeongguk langsung menyetujui dan serangkai rencana spontan terpikirkan seolah sudah ada yang menyusun sejak lama.

Jeongguk akan mencari tempat aman bagi dirinya untuk sementara ini sampai berita mereda. Satu atau dua bulan, polisi pasti akan menyerah. Dan sambil menunggu, Jeongguk akan mencari tahu tentang apa yang terjadi selama dua tahun di belakangnya dengan menghubungi beberapa kenalan, mungkin.

"Juhyeon."

Suara yang tadinya sekedar bisikkan kini terdengar jelas; persis seperti suaranya sendiri. Ditambah dengan bayangan tentang mantan istrinya yang entah kenapa muncul secara tiba-tiba. "Haruskah aku menemuinya?" batin Jeongguk lagi sebelum pintu terbuka kasar beserta suara debuman yang menggelegar.  Memutuskan untuk mengikuti kemauan hati kecilnya, seperti biasa namun terhenti. Biasanya akan ada suara kecil lagi, seperti kawan tak terlihat yang selalu ada dan luar biasa bijaknya. Tapi kali ini hening, pun Jeongguk hanya bisa diam menatap ambang pintu kamarnya yang terbuka mendadak.

Lee Namjun. Pria itu berdiri seorang diri. Menggenggam pistol kecil yang Jeongguk yakin tidak terisi peluru, hanya untuk menakut-takuti saja.

"Aku tidak tahu kenapa kau bisa disini tapi pergilah. Temui Juhyeon dan dia akan menjelaskan semuanya." Namjun berbisik pelan namun jelas. Membuat rahang tajam Jeongguk mengatup rapat.

Setahu Jeongguk dirinya sudah lama bermusuhan dengan polisi tampan itu. Namjun adalah selingkuhan Juhyeon; penyebab pecahnya rumah tangga Jeongguk dan kini adalah suami baru dari mantan istrinya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PainkillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang